Porto, Saparua, Maluku Tengah
Artikel ini mungkin mengandung riset asli. |
Porto, adalah salah satu dari tujuh negeri yang termasuk ke dalam wilayah kecamatan Saparua, Maluku Tengah, Maluku, Indonesia.
Porto Samasuru Amalatu Poru Amarima | |
---|---|
Negara | Indonesia |
Provinsi | Maluku |
Kabupaten | Maluku Tengah |
Kecamatan | Saparua |
Luas | km2 |
Jumlah penduduk | jiwa |
Kepadatan | jiwa/km2 |
Etimologi
suntingNama Porto berasal dari kata poru yang berarti (negeri) yang menarik hati.[1] Kata poru juga dijumpai dalam nama teun negeri yang berbunyi "Samasuru Amalatu Poru Amarima". Salah satu fam asli Porto yaitu Berhitu disebut dalam cerita rakyat sebagai orang dari Ameth. Berhitu ditempatkan di salah satu negeri lama Porto atas jasanya yang telah membantu Porto (kapitan Talakua) untuk berperang melawan Johor. Menurut cerita itu, dikatakan bahwa teun negeri Porto, Samasuru adalah tanda jasa yang diberikan oleh negeri Ameth yang juga berteun Samasuru.[2]
Sejarah
suntingPada mulanya yang disebut petuanan adalah suatu wilayah tempat di mana para penduduk mengumpulkan hasil hutan serta bahan makanan untuk keperluan sehari – hari. Kemudian lama – kelamaan wilayah tersebut dinyatakan sebagai hak kelompok tersebut atau mereka menganggap diri menjadi tuan atas wilayah tersebut. Itulah yang dikenal dengan Hak Ulayat atau Tanah Petuanan Negeri. Demikianlah Negeri Porto mempunyai tanah ulayat atau tanah petuanan negeri pada hampir seluruh jasirah, bagian utara – barat negeri Porto ± 42 atau lebih dari pulau Saparua. Sedangkan sebelah selatan berbatasan dengan Negeri Haria, kedudukan memanjang dari barat ke timur 2 km dengan lebar dari utara ke selatan 0,5 km, jadi luas wilayah hunian ± 1 . Letaknya cukup strategis tepat pada mulut teluk Haria, pintu keluar antara tanjung Hatulani dan Waihokal menuju Ambon atau menyusuri selat Saparua tembus tanjung Waiallo menuju ke pulau seram. Sehingga negri ini dinamakan Poru artinya menarik hati, dengan pelabuhannya bernama Namalesi artinya Pelabuhan yang indah. Dengan 97 % beragama Kristen Protestan dan sisa 3% beragama Kristen dari anggota gereja lain.
Nama asli Negeri Porto adalah Sama Suru Amalatu Poru Amarima. Samasuru: ASA – AMA – USU – URU: Ada satu Bapak yang berkuasa (berwenang) membawa masuk (mengumpulkan) orang – orang, Amalatu: orang – orang yang dikumpulkan pada satu negeri (aman) dan negeri itu di kepalai oleh seorang raja (latu), Poru nama negeri yang artinya menarik hati, Teun negeri adalah Amarima. Bapak yang berkuasa yang telah menghimpun semua orang – orang menjadi satu masih ditelusuri sampai sekarang, karena negeri Porto adalah yang sudah amat tua dan terdaftar pada peta Marcopolo pada tahun 1237 yang digambarkan dalam peta tersebut penempatannya bersama pulau besar yang bernama Ceram (pulau seram), dalam peta tersebut pulau – pulau masih jauh dari keadaan sekarang ini, Jadi agak sulit untuk di telusuri nama bapak tersebut. Negeri Porto terdiri dari delapan soa atau uku, kedelapan uku ini dikelompokan dalam dua kelompok masing – masing Uku Toru (kelompok ketiga) dan Uku Rima (kelompok kelima). Negeri Porto adalah negeri adat yang sudah tentu memiliki: istana negeri ; Astana dengan nama Paileimahu yang artinya tikar jawa / lapangan terbuka, Baeleo yang bernama Hatalepu dan bagi negeri pata siwa terdapat Batu Pamali atau batu pusat negeri.
Juga memiliki sebuah perigi Negeri yang namanya Lekapesi artinya perigi yang airnya untuk mempersatukan, mempunyai sebuah bendera warna dasar hitam, hijau, kuning dengan lukisan gajah putih ditengahnya, juga mempunyai sebuah Pelabuhan Negeri bernama amalesi.
Pada abad ke 19 pelabuhan laut Negeri Porto berada didekat benteng Belanda yang bernama “DELF”, posisi benteng pada lokasi gedung gereja GPM Porto “Irene” dan Sekolah Dasar Negeri 1 Porto, yang dihancurkan pada tanggal 15 Mei 1817 pada pagi hari meletusnya perang pattimura dengan ditawannya Residen Saparua “Van Den Berg” di dalam baeleo Negeri Porto, yang perangnya dilanjutkan di dusun Porto “Hitaupu” pada siang hari dengan menghancurkan bala tantara Belanda yang datang untuk menyelamatkan Residen tersebut, dan pagi buta tanggal 16 Mei 1817 ke Saparua serangan ke benteng Duurstede yang menelan banyak korban di pihak Belanda. Jadi perang awal adalah pembuka jalan tentang perlawanan melawan penjajah di Nusantara berawal di Porto Saparua. Pada awal perang di Porto pada tanggal 15 Mei 1817 inilah yang diangkat sebagai hari Pahlawan Pattimura. Dengan adanya peristiwa itu maka pelabuhan Negeri Porto hancur dan baru di bangun darurat pada tahun 2008 lalu untuk menjelang acara Natal sedunia orang Porto. Demikian adalah sekilas tentang sejarah dari Negeri Porto. Negeri PORTO terdiri dari delapan Soa atau Uku, menurut istilah Maluku Tengah. Kedelapan Uku ini dikelompokan dalam dua kelompok, masing – masing Uku Toru ( Kelompok Tiga ) dan Uku Rima ( Kelompok Lima ).
Kedelapan Soa tersebut masing – masing mempunyai Kepala Soa dengan status tertentu. Soa Nanlohy disebut Soa Raja karena pimpinannya diangkat juga menjadi Raja Negeri. Soa Sahertian, Soa Tetelepta, Soa Polnaya, Soa Wattimury, Soa Latuihamallo, dan Soa Aponno. Kepala Soa-nya disebut Kepala AKTENG karena mereka diangkat dengan Surat Keputusan atau Akta dari Residen. Dengan Surat Keputusan dimaksud, maka dia diberikan wewenang dan tugas mengurus sebuah Wijk di samping tugasnya di bidang adat. Selain itu ada pula Kepala Soa Tana yaitu Kepala Soa BERHITU yang tidak mengurus Wijk hanya menangani urusan adat anak Soa-nya, bahkan Kepala Soa BERHITU ini adalah Tuan Tana, sekaligus Tuan Negeri atau Amanupunyo.
Asal muasal Soa – soa yang membentuk Negeri ini sebanyak delapan Soa masing – masing:
1. LESIRUHU: Berasal dari pulau Bacan dan membentuk marga Nanlohy dengan teun NIKIRISIYA dan Negeri lama di OPAL. Mereka hanyut dilaut dan tiba di Porto pada waktu Poka – poka ( hampir malam ) karenanya dia disebut NANLOHY ( NANU = Berenang, LOHY = Poka – poka ). Teun mata rumahnya adalah NIKIRISIYA artinya Loko ( Pegang ) Parang. LESIRUHU berarti lebih dari semua orang.
2. MUAREA: Mereka datang dari Seram Barat dari daerah HUAMUAL. Si pendatang yang bernama Abdullah ini dari keturunan raja – raja dari Seram sehingga dikenal dengan nama Abdullah Latuhuamuallo yang sekarang menjadi LATUIHAMALLO. Teunnya adalah Rumah PEIHERU telah dipakai sejak masih di Seram. Peiheru artinya menganggap ringan ( Enteng ) satu dengan yang lain. Semula mereka mengambil kedudukan di AMAHORU kemudian sesudah berkuasa, berkedudukan di OPAL disebelah depan yaitu menghadap ke Saparua. Sedang OPAL sebelah belakang yang menghadap ke pantai di duduki oleh Nanlohy.
3. NAMASINA: Sebernanya mereka berasal dari Banda lalu pergi mencari tempat kediaman lain. Setelah kembali ke Negeri Porto dan ditanyakan dari mana saja selama ini, memperoleh jawaban bahwa ia baru kembali dari tanah Cina. Karenanya disebut NAMASINA artinya dari negeri Cina. Nama teunnya juga adalah Rumah SOPASINA dan setelah melewati orang – orang lain mereka ( Wattimury ) mengambil tempat negeri lama di LATEHURU artinya lewat orang – orang.
4. LATARISA: Dua orang bersaudara datang dari negeri Tulang di Tanah HITU ( jazirah leihitu di pulau Ambon ) telah mempergunakan nama SAHERTIAN yang kemudian menjadi nama Soa-nya, dari kata SEI HERI TIANE yang artinya Panggayo melewati musuh ( Hongi ) karena waktu datang ke Porto dengan perahunya mereka berdua melewati pasukan Hongi. Setelah di Porto baru dia menerima teunnya yaitu Rumah PEIWAKA yang berarti menuggu keadaan siap siaga. PEI artinya menanti dana WAKA berarti berjaga – jaga. Dia mengambil negeri lama di TAHUKU, sedang satu saudaranya pergi dan berdiam di pulau Molana.
5. ULALESI: Berasal dari Onim di Irian Barat sudah memakai nama marga POLNAYA sejak masih di sana. Sewaktu di Onim pernah menenggelamkan satu buah jungku ( Perahu layar besar ) karenanya mereka memakai nama marga POLNAYA. POLO berarti tenggelam dan NAYA berarti naik. Teunnya adalah Rumah PEIHITU yang berarti tunggu atau nanti tujuh kali. Di Porto mereka menempati negeri lama di SAWAHIL.
6. BEINUSA: Mereka datang dari seram dana dalah yang pertama mendiami petuanan PORTO. Semula menempati negeri lama di MATAKONYO kemudian pindah ke AMATAWARI. Sebagai orang pertama yang datang ke Porto maka mereka adalah tuan tanah atau tuan negeri yang secara adat disebut AMANUPUNYO Negeri Porto dengan memakai nama marga BERHITU.
7. MUAHATALEA: Datang dari Seram Barat di Huamual, sudah memakai marga TETELEPTA karena telah membuat atau memahat batu menjadi Cap. HATETE artinya memotong atau memahat dan LEPTA artinya batu. Teunnya adalah HUAPEA artinya berbau ikan Cakalang. Semula menempati negeri lama AMAHORU, kemudian pindah lagi ke SAMUNYO.
8. LOHINUSA: Berasal dari kepulauan Banda, sudah membentuk marga APONNO yang berate bersumpah untuk menjaga nama baik keluarga. APOH artinya bersumpah dan POPOUNNO artinya nama baik keluarga. di Porto menikah dengan perempuan LATUIHAMALLO dan tinggal serumah dengan konyadu atau ipar sehingga diberikan nama teunnya adalah mata rumah TUHITURI artinya tinggal bersama konyadu. Negeri lamanya adalah ditepi pantai LOUWUNYO. Bertempat tinggal di tepi pantai, waktu di Banda bertempat tinggal di tepi pantai LATUAKA sebagai penguasa mendeteksi wilayah lautan ( LAUT artinya lauatan dana TAKA artinya mengawasi ).
Proses perpindahan penduduk dari negeri – negeri lama di gunung ke negeri yang sekarang, terjadi secara bertahap, marga yang mula – mula turun dan menepati negeri yang sekarang adalah marga Nanlohy, Sahertian dan Polnaya. Kemudian disusul marga lain yaitu Latuihamallo, Tetelepta, Wattimury, Berhitu, dan Aponno. Proses perpindahan dalam dua tahap ini yang kemudian membentuk dua kelompok penduduk yang kini dikenal dengan nama UKU TORU dan UKU RIMA. Uku Toru terdiri dari marga Nanlohy, Sahertian, dan Polnaya, sedangkan Uku Rima terdiri dari marga Latuihamallo, Tetelepta, Wattimury, Berhitu, dan Aponno.
Demografi
suntingMatarumah
suntingBerikut adalah matarumah-matarumah asli Negeri Porto.
Hubungan sosial
suntingPorto bertetangga dengan Haria. Batas kedua negeri tidak terlalu jelas dan permukiman masyarakat keduanya berdempetan. Porto dan Haria sering terlibat konflik, baik mengenai sengketa kepemilikan mata air raja, maupun batas tanah pertuanan. Walaupun demikian, dalam beberapa tahun terakhir, konflik di antara kedua negeri sudah sangat jarang terjadi. Selain dengan Haria, Porto paling sering berkonflik mengenai tanah dengan Negeri Kulur.[4] Namun, konflik antara kedua negeri ini tidak berimbas pada permusuhan penuh dendam. Buktinya, orang Kulur dan Porto yang bersua di luar negeri masing-masing saling berkomunikasi dan berinteraksi.
Negeri Porto mengikat hubungan pela dengan Itawaka (Leilisal Beinusa). Disebutkan pula bahwa negeri ini memiliki persaudaraan dengan Ameth dan mengambil nama teun-nya yakni Samasuru Amalatu Poru Amarima dari teun Negeri Ameth (Samasuru Amalatu). Fam Berhitu yang merupakan matarumah parentah di Ameth pada suatu masa berpindah ke Porto dan menjadi bagian dari negeri itu.
Referensi
suntingDaftar pustaka
sunting- Koritelu, Paulus (April 2018). ""Heka Hiti Heka Leha" Spirit Budaya Pemersatu di Tengah Kelanggengan Konflik Orang Kulur dan Orang Porto Kecamatan Saparua, Maluku Tengah". SOSIO KONSEPSIA. 7 (2): 108, 110. Diakses tanggal 3 April 2024.