Kalong

genus mamalia
(Dialihkan dari Pteropus)

Kalong adalah kelelawar (Chiroptera) yang tergolong dalam genus Pteropus, famili Pteropodidae, yang merupakan satu-satunya famili dari subordo Megachiroptera. Kata "kalong" sering kali digunakan alih-alih kelelawar dalam percakapan sehari-hari, walaupun secara ilmiah hal ini tidak sepenuhnya tepat, karena tidak semua kelelawar adalah kalong. Kalong terutama merujuk pada kelelawar pemakan buah yang berukuran besar. Kelelawar buah terbesar, sekaligus kelelawar terbesar, adalah kalong kapauk Pteropus vampyrus yang bisa mencapai berat 1.500 gram, dan bentangan sayap hingga 1.700 mm.[3]

Kalong
Rentang waktu: Holosen[1]
Pteropus livingstonii
Klasifikasi ilmiah Sunting klasifikasi ini
Domain: Eukaryota
Kerajaan: Animalia
Filum: Chordata
Kelas: Mammalia
Ordo: Chiroptera
Famili: Pteropodidae
Subfamili: Pteropodinae
Genus: Pteropus
Brisson, 1762
Spesies tipe
Vespertilio vampyrus niger[2]
Kerr, 1792
Spesies

Lihat teks

Peta persebaran

Dalam bahasa Inggris kalong biasa dikenal sebagai Giant Fruit Bats atau Flying Foxes. Kalong menyebar di Asia tropis dan subtropis (termasuk di anak benua India), Australia, Indonesia, pulau-pulau di lepas pantai timur Afrika (tetapi tidak di daratan benuanya), serta di sejumlah kepulauan di Samudra Hindia dan Pasifik.[4][5]

Pengenalan

sunting

Kelelawar yang berukuran amat besar. Jari pertama sangat panjang, jari kedua memiliki cakar yang berkembang baik. Tengkorak berukuran besar dan memanjang, dengan rangka otak yang berbentuk hampir seperti pipa. Memiliki tiga geraham depan di rahang atas, tetapi yang terdepan sangat kecil dan sering tanggal pada individu yang tua.[6] Rumus gigi: I2 C1 P3 M2/I2 C1 P3 M3 (total 34 buah); dan tidak punya ekor.[5]

Ekologi

sunting

Kalong hanya memakan buah-buahan, bunga, nektar, dan serbuk sari; ini menjelaskan mengapa kalong terbatas penyebarannya di wilayah tropis. Kalong memiliki mata yang besar sehingga mereka dapat melihat dengan baik dalam keadaan kurang cahaya. Indra yang secara utama digunakan untuk navigasi adalah daya penciumannya yang tajam. Kalong tidak mengandalkan diri pada daya pendengaran seperti halnya kelelawar pemakan serangga yang menggunakan ekholokasi. Kalong sering mencari makanannya sampai jauh, hingga sejauh 40 mil dari tempatnya tidur.

Pada umumnya jenis kalong tidur dalam kelompok besar di pohon-pohon yang tinggi; pada pohon mati atau pada ranting-ranting yang gundul tak berdaun.[7]

Status konservasi

sunting
 
Lukisan kerangka Kalong india Pteropus giganteus

Banyak jenis kalong yang menghadapi kepunahan. Terutama di kawasan Pasifik, sejumlah spesies terancam punah karena perburuan yang berlebihan untuk konsumsi manusia. Di Kepulauan Mariana daging kalong merupakan makanan lezat, yang mendorong perdagangannya secara besar-besaran. Pada 1989, CITES memasukkan semua spesies Pteropus ke dalam Apendiks 2; yakni daftar jenis-jenis hewan dan tumbuhan yang perdagangannya perlu diawasi secara ketat agar tidak punah. Di samping itu, petani sering pula menganggapnya sebagai hama kebun yang perlu diberantas; sementara yang lain memanfaatkannya sebagai obat sakit asma. Predator kalong di alam adalah burung-burung pemangsa, ular, dan mamalia karnivora.

Spesies

sunting
 
Kalong hitam Pteropus alecto
 
Livingstone's Fruit Bat Pteropus livingstonii
 
Kalong mariana Pteropus mariannus
 
Kalong kepala-abu Pteropus poliocephalus
 
Kalong samoa Pteropus samoensis
 
Kalong kapauk Pteropus vampyrus

Laman Mammals Species of the World mencatat sejumlah 65 spesies anggota genus Pteropus:[8]

Catatan kaki dan rujukan lain

sunting
  1. ^ "Pteropus Brisson 1762 (flying fox)". Fossilworks. Diakses tanggal 17 December 2021. 
  2. ^ ICZN (1998). "Opinion 1894. Regnum Animale ..., Ed. 2 (M.J. Brisson, 1762): rejected for nomenclatural purposes, with the conservation of the mammalian generic names Philander (Marsupialia), Pteropus (Chiroptera), Glis, Cuniculus, and Hydrochoerus (Rodentia), Meles, Lutra and Hyaena (Carnivora), Tapirus (Perissodactyla), Tragulus and Giraffa (Artiodactyla)". Bulletin of Zoological Nomenclature. 55 (1): 64–71. 
  3. ^ Suyanto, A.. 2001. Kelelawar di Indonesia. Puslitbang Biologi – LIPI. Hal.7
  4. ^ Corbet, G.B. & J.E. Hill. 1992. The Mammals of Indomalayan Region: a systematic review: 57-8. Oxford: Nat. Hist. Mus. Publ. & Oxford Univ. Press.
  5. ^ a b Lekagul B. & J.A. McNeely. 1977. Mammals of Thailand: 50. Bangkok: Association for the Conservation of Wildlife.
  6. ^ Payne, J., C.M. Francis, K. Phillipps, S.N. Kartikasari. 2000. Panduan Lapangan Mamalia di Kalimantan, Sabah, Serawak, & Brunei Darussalam. Sabah Society, WCS, dan WWF Malaysia. Hal. 179-180
  7. ^ Flannery, T.. 1995. Mammals of the South-West Pacific & Moluccan Islands: 184. Chatswood NSW:Reed Books.
  8. ^ Simmons, N.B. 2005. "Pteropus". In Wilson, D.E.; D.M. Reeder. Mammal Species of the World (3rd ed.). Johns Hopkins University Press. ISBN 978-0-8018-8221-0.
  • Altringham, J.D. (1996). Bats: biology and behaviour. Oxford: Oxford University Press. ISBN 0198503229. 
  • Hall, L. S. & Richards, G. C. (2000). Flying foxes: fruit and blossom bats of Australia. Sydney: University of New South Wales Press. ISBN 0868405612. 
  • Marshall, A.G. (1985). "Old world phytophagus bats (Megachiroptera) and their food plants: a survey". Zoological Journal of the Linnean Society. 83: 351–369. doi:10.1111/j.1096-3642.1985.tb01181.x. 
  • Mickleburgh, S., Hutson, A.M. & Racey, P. (1992) Old World Fruit Bats: An Action Plan for Their Conservation. Gland, Switzerland: IUCN
  • Neuweiler, G. (2000). The Biology of Bats. New York: Oxford University Press. ISBN 0195099516. 
  • Nowak, R.M. & Walker, E.P. (1994). Walker's bats of the world. Baltimore: Johns Hopkins University Press. ISBN 0801849861. 

Pranala luar

sunting