Kastel Batavia
Kastel Batavia (Bahasa Belanda: 't Kasteel Batavia, bahasa Melayu Batavia: Kotta Ientang di Benoa Batawi, bahasa Portugis Tugu: Oen Foertalëja de Batavia[1]) adalah sebuah benteng yang terletak di muara Sungai Ciliwung di Jakarta. Kastel Batavia merupakan pusat pemerintahan Perusahaan Hindia Timur Belanda di Asia.[2] Kastel Batavia juga merupakan kediaman Gubernur Jenderal, pejabat tertinggi VOC di Hindia Timur yang mengetuai Dewan Hindia, komite eksekutif yang mengambil keputusan di Hindia Timur. Kastel Batavia dibongkar pada tahun 1809 oleh Gubernur Jenderal Herman Willem Daendels.[2][3]
Sejarah
suntingKastel Batavia awalnya adalah sebuah benteng kecil yang dikembangkan menjadi kastel sejak tahun 1620, ketika VOC berhasil menduduki Jayakarta.[3] Pada tahun 1629, benteng kecil tersebut diperbesar dan diperkuat untuk dijadikan sebagai pertahanan kota Batavia dari kepungan tentara Kesultanan Mataram.[4]
Pieter Both, Gubernur Jenderal Hindia Belanda terpilih pertama, mengangkat Kapten Jacques l'Hermite untuk membeli 2.500 vadem persegi (10.000 yard persegi)[5] tanah di Jayakarta dengan tujuan mendirikan loji (pos perdagangan) VOC.[6] Permintaan itu dikabulkan oleh Pangeran Jayawikarta, penguasa Jayakarta, dengan uang dalam jumlah yang besar (1200 riyal).[7] Tanah ini terletak di tepi Sungai Ciliwung timur, dekat daerah kota Tionghoa.[8] Pada tahun 1612, Belanda membangun sebuah loge (loji), huis (rumah), dan factorij (pabrik) di atas tanah ini; keseluruhannya dikenal sebagai Nassau Huis.[6][5] Perjanjian ini dipertahankan semasa pemerintahan Gubernur Jenderal Gerard Reynst dan kemudian Laurens Reael.[6]
Kastel Batavia memiliki parit yang memgelilingi seluruh bagian benteng. Kastel Batavia dibongkar pada tahun 1809 oleh Herman Willem Daendels karena material bangunannya dibutuhkan untuk pembangunan kawasan kota baru di Weltevreden (sekarang mencakup wilayah Kelurahan Gambir, Kecamatan Gambir, Jakarta Pusat).[3] Batu-batu sisa kastel digunakan untuk membangun Istana baru untuk Daendels di Weltevreden.[4]
Setelah Kastel Batavia dibongkar pada tahun 1809, sebuah jalan tembus yang menghubungkan kawasan pusat Kota Batavia (kini kawasan Kota Tua) dengan Pelabuhan Sunda Kelapa dibangun. Jalan tersebut bernama "Kasteelweg" yang berarti "Jalan Kastel". Nama Kasteelweg diubah menjadi "Jalan Tongkol" pada tahun 1950.[3]
Sebelum tahun 1874, 4 sudut pertahanan (bastion) Kastel Batavia masih tersisa hingga benar-benar menghilang dari peta tahun 1874 hingga seterusnya.[4]
Sisa-sisa dari Kastel Batavia pernah digali pada tahun 1940. Pada saat itu, bagian yang ditemukan adalah landpoort (pintu yang menghadap ke daratan (selatan kastel)).[4]
Arsitektur
suntingKastel Batavia memiliki empat sudut pertahanan (bastion) yang masing masing menghadap ke arah barat laut, timur laut, tenggara dan barat daya. Kastel Batavia memiliki poros atau axis yang menghubungkan waterpoort (pintu yang menghadap ke laut (utara kastel)) dan landpoort (pintu yang menghadap ke daratan (selatan kastel)). Poros Kastel Batavia dibangun sejajar dengan jalan lurus menuju Stadhuis van Batavia (kini menjadi Museum Fatahillah).
Waterpoort (pintu yang menghadap ke laut (utara kastel)) sebenarnya direncanakan menjadi gerbang yang dibangun dari susunan batu pasir yang dikirim dari Eropa. Namun kapal yang mengangkut material untuk waterpoort Kastel Batavia tenggelam di pantai Australia bagian barat pada tahun 1629.[4]
Keadaan terkini
suntingArea lahan bekas Kastel Batavia kini menjadi lahan kosong yang dimiliki Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Parit selatan Kastel Batavia kini menjadi kawasan permukiman penduduk, pertokoan, dan berbagai jenis usaha seperti terpal.
Area lahan bekas Kastel Batavia saat ini sedang dilakukan pembangunan rumah susun. Bersamaan dengan pembangunan rumah susun tersebut, dilakukan juga ekskavasi atau penggalian arkeologi untuk mencari bukti keberadaan Kastel Batavia. Ekskavasi arkeologi tersebut wajib dilakukan sebagai masukan dari tata letak dari pembangunan tahap kedua dari rumah susun tersebut. Ekskavasi arkeologi tersebut terlaksana berkat kerjasama Pusat Konservasi Cagar Budaya Pemprov DKI Jakarta dan Perkumpulan Ahli Arkeologi Indonesia (IAAI) Jabodetabek.[3]
Ekskavasi tersebut berhasil menemukan lantai dari poros Kastel Batavia yang terbuat dari susunan batu bata. Lantai poros kastel tersebut ditemukan pada kedalaman 2 meter dari permukaan tanah saat ini.[4]
Galeri
sunting-
Dari kanan ke kiri: kediaman Gubernur Jenderal di dalam kastel, gereja segi delapan di belakang, dan kediaman Direktur Jenderal/Penasihat VOC.
-
Peta ini menunjukkan Fort Jacatra (a) dan denah baru Kastel Batavia (b).
-
Kastel Batavia tahun 1762 ketika tembok sisi darat telah dibuka menuju Kasteelplein.
-
Portal sisi laut kastel, Waterpoort.
-
Batavia tahun 1629 memperlihatkan bukaan pada sisi laut tembok kastel; portal hiasan belum dipasang di tembok sisi laut.
-
Sebuah portal yang diselamatkan dari bangkai kapal Batavia, kemungkinan dimaksudkan untuk dipasang di Landpoort.
-
Kolam bebek milik gubernur jenderal dipasang di sebelah barat Kastel Batavia.
Lihat juga
suntingReferensi
sunting- ^ Dominicus, Lodewyk (1780). Nieuwe Woordenschat, uyt het Nederduitsch in het gemeene Maleidsch en Portugeesch, zeer gemakkelyk voor die eerst op Batavia komen. Batavia. hlm. 17.
- ^ a b Ensiklopedi Jakarta - Kasteel van Batavia 2010.
- ^ a b c d e KASTEELWEG - Jalan Tongkol, diakses tanggal 2022-09-26
- ^ a b c d e f WATERPOORT KASTIL BATAVIA DITEMUKAN, diakses tanggal 2022-10-03
- ^ a b American Universities Field Staff 1966, hlm. 237.
- ^ a b c Ito 2007, hlm. 196-8.
- ^ Ensiklopedi Jakarta - Jacatra Fort 2010.
- ^ Kratoska 2001, hlm. 120.
Daftar pustaka
sunting- American Universities Field Staff (1966). Report Service: Southeast Asia series (Laporan). Indiana University. Diakses tanggal November 11, 2015.
- Grijns, Kees; Nas, Peter J.M., ed. (2000). Jakarta: socio-cultural essays (edisi ke-illustrated). Leiden: KITLV Press. ISBN 9067181390.
- Huystee, Marit van (1994). The Lost Gateway of Jakarta: on the Portico of the VOC Castle of Batavia in 17th century Dutch East India (PDF) (Laporan). Department of Maritime Archaeology. Diakses tanggal 11 November 2015.
- Ito, E.S. (2007). Rahasia Meede: Misteri Harta Karun VOC [Secret of Meede: The Mystery of VOC Treasures] (dalam bahasa Indonesian). Jakarta: PT Mizan Publika. ISBN 9789791140997.
- "Jacatra Fort" [Jacatra Fort]. Ensiklopedi Jakarta (dalam bahasa Indonesian). Jakarta: Dinas Komunikasi, Informatika dan Kehumasan Pemprov DKI Jakarta. 2010. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2016-02-07. Diakses tanggal 5 November 2015.
- "Kasteel van Batavia" [Batavia Castle]. Ensiklopedi Jakarta (dalam bahasa Indonesian). Jakarta: Dinas Komunikasi, Informatika dan Kehumasan Pemprov DKI Jakarta. 2010. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2016-03-04. Diakses tanggal 5 November 2015.
- Lach, Donald F.; Kley, Edwin J. van (2000). Asia in the Making of Europe, Volume III: A Century of Advance. Book 3: Southeast Asia. Chicago: University of Chicago Press. ISBN 9780226466989.
- Kratoska, Paul H., ed. (2001). South East Asia, Colonial History: Imperialism before 1800. Volume 1 of South East Asia, Colonial History (edisi ke-illustrated). London & New York: Taylor & Francis. ISBN 9780415215404.
- Restu Gunawan (2010). Gagalnya Sistem Kanal: Pengendalian Banjir Jakarta dari Masa ke Masa [The Failure of Canal System: Flood Control in Jakarta from Time to Time] (dalam bahasa Indonesian). Jakarta: PT Kompas Media Nusantara. ISBN 9789797094836.
- van Wamelen, Carla (2010). Family life onder de VOC: Een handelscompagnie in huwelijks- en gezinszaken [Family life under the East India Company: A trading company in marital and family matters] (dalam bahasa Dutch). Hivlersum: Verloren. ISBN 9789087044947.