RRI Bandung

Stasiun radio di Bandung, Jawa Barat

Radio Republik Indonesia Bandung (RRI Bandung) adalah stasiun radio milik LPP Radio Republik Indonesia di Kota Bandung, Jawa Barat. Stasiun ini mengoperasikan empat stasiun radio FM dan satu frekuensi AM. RRI Bandung berlokasi di Jalan Diponegoro Nomor 61, Cihaur Geulis, Kecamatan Cibeunying Kaler, Bandung, Jawa Barat.[2]

RRI Bandung
LPP RRI Stasiun Bandung
KotaKota Bandung, Jawa Barat
Wilayah siarBandung dan sekitarnya, serta sebagian wilayah Jawa Barat
Frekuensi
  • 97.6 FM (Pro 1)
  • 96 FM (Pro 2)
  • 88.5 FM (Pro 3)
  • 540 AM (Pro 4, untuk wilayah Bandung dan sekitarnya)
  • 106.9 FM (Pro 4, untuk wilayah Subang dan sekitarnya)
Mulai mengudara5 Mei 1923; 101 tahun lalu (1923-05-05) (sebagai Radio Malabar)[1]
8 Agustus 1926; 98 tahun lalu (1926-08-08) (sebagai De Bandoengsche Radio Vereeniging)
11 September 1945; 79 tahun lalu (1945-09-11) (sebagai RRI Bandung)
FormatLihat Radio Republik Indonesia#Radio
BahasaBahasa Indonesia
Bahasa Sunda
Otoritas perizinan
Kementerian Komunikasi dan Informatika RI
Nama sebelumnyaRadio Malabar
De Bandoengsche Radio Vereniging
Bandung Hoso Kyoku
JaringanRRI
PemilikLPP RRI
Situs webrri.co.id/bandung

Sejarah

sunting

Awal berdiri

sunting

Sejarah kehadiran RRI di Bandung tidak terlepas dari adanya radio komunitas pertama di Nusantara namun pada saat itu bukanlah sebagai radio penyiaran, yang mulai didirikan pada tanggal 5 Mei 1923.[3] Ketika itu, seorang ahli teknik J.G Prins bersama kawannya memprakarsai pembuatan Studio Pemancar Radio. Siaran perdananya sebagai stasiun radio penyiaran bisa dinikmati warga kota sejak 8 Agustus 1926 dan diberi nama De Bandoengsche Radio Vereeniging,[4] yang dibangun oleh Percetakan Corking, siaran radio ini bisa didengar keseluruh Keresidenan Priangan.

Pada tahun 1936, beredar kabar bahwa Nederlandsch-Indische Radio Omroep Maatschappij (NIROM) akan menguasai seluruh radio ketimuran dengan cara melakukan pencabutan subsidi. Keputusan ini dilakukan dengan tujuan utamanya adalah untuk melemahkan badan-badan Radio Pribumi dan mematikan Radio Siaran Ketimuran.

Menanggapi hal tersebut diatas maka pada tanggal 29 Maret 1937 di Bandung diselenggarakan pertemuan antar wakil penyelenggara Radio Siaran Ketimuran yang dikelola oleh bangsa Indonesia, pertemuan itu terselenggara atas usaha anggota Volksraad Sutardjo Kertohadikusumo dan Ir. Sarsito Mangunkusumo yang dihadiri pula oleh utusan dari Batavia, Solo, Yogyakarta, Surabaya, dan utusan dari Bandung. Pertemuan tersebut menghasilkan kesempatan untuk mendirikan Perserikatan Perkumbulan Radio Ketimuran (PPRK) yang berkedudukan di Batavia dengan Soetardjono Kartohadikoesoemo sebagai ketuanya.

Perkembangan siaran radio selama penjajahan Belanda berakhir pada tanggal 1 Maret 1942, pada saat tentara Jepang menyerbu pulau Jawa, pemerintahan Hindia Belanda telah menghancurkan semua peralatan siaran Radio yang dimilikinya dengan maksud agar tidak bisa digunakan dengan Jepang, dan pada tanggal 8 Maret 1942 Belanda menyerah kepada Jepang.

Masa Pendudukan Jepang dan awal kemerdekaan

sunting

Pada masa pendudukan Jepang, semua pesawat Radio disegel dengan tujuan agar rakyat tidak dapat menggunakan siaran radio dari luar negeri. Namun dengan sembunyi-sembunyi dan berkat usaha para pemuda Indonesia yang bekerja di Hoso Kyoku, sebagian rakyat tetap masih bisa mendengarkan siaran-siaran dari luar negeri. Akibat dari hal ini, sebagian rakyat Indonesia dapat mengetahui peristiwa-peristiwa penting antara lain tak kala Jepang menyerah kepada tentara Sekutu setelah dijatuhkan bom atom di kota Hiroshima dan Nagasaki, berita tersebut diterima dari siaran Radio BBC di London yang sempat terpantau pada tanggal 14 Agustus 1945. Maka sejak itu, para pemuda pejuang dan rakyat Bandung bangkit bersatu untuk merebut Radio Siaran milik Jepang agar dapat digunakan atau dijadikan alat siaran dalam rangka melanjutkan perjuangan menuju Indonesia merdeka.

Berkat anjuran dan bimbingan tokoh politik Otto Iskandardinata yang pada saat itu sebagai pengisi acara dan sering berpidato di Bandung Hoso Kyoku, beliau pulalah yang selalu membina semangat juang para pemuda yang bekerja dibidang komunikasi, yang sekaligus selalu memberikan informasi tentang politik dalam dan luar negeri saat itu, hal ini telah melahirkan antusiasme para pemuda Bandung yang kemudian membentuk badan kerjasama dengan Karyawan SEDENDU (Jawatan Penerangan saat itu), termasuk dengan media cetak antara lain Surat Kabar Tjahaja dan Domei. Badan kerjasama ini disebut SENDORA. Organisasi inilah yang secara matang merencanakan perebutan dan pengambilan Bandung Hoso Kyoku dari pemerintah Jepang dan menjadikannya sebagai alat perjuangan bangsa Indonesia.

Terhitung mulai tanggal 11 Agustus 1945, pemerintah Jepang memerintahkan agar seluruh Radio menghentikan operasional siarannya, tapi Bandung Hoso Kyoku baru menghentikan siarannya pada tanggal 15 Agustus 1945. Di saat yang sama juga, terjadi perebutan dan pengambilalihan studio dan pemancar Bandung Hoso Kyoku di Jalan Tegalega oleh para pejuang Bandung. Dalam mengantisipasi keadaan pada saat itu dalam rangka persiapan detik-detik proklamasi kemerdekaan Indonesia yang menurut informasi akan segera diproklamirkan pada tanggal 17 Agustus 1945. Para pejuang radio Bandung berusaha untuk mengirim utusan (Sukiun dan Mislan) ke Pegangsaan Timur guna menyadap suara Bung Karno dengan menggunakan telepon yang akan diteruskan ke Radio Bandung untuk dipancarluaskan oleh Radio Bandung.[5]

Namun usaha ini mengalami kegagalan akibat ketatnya penjagaan oleh tentara Jepang. Dan diputusnya saluran telepon oleh tentara Jepang. Sampai dunia mendengar Indonesia Merdeka dari RRI Bandung, ini adalah kejadian paling bersejarah berlangsung pada tanggal 17 Agustus 1945 pukul 19.00, yang pada saat itu bertepatan dengan suasana bulan Ramadan. Dunia digemparkan oleh pekik kemerdekaan yang berkumandang dari Radio Bandung:

“Disini Bandung, siaran Radio Republik Indonesia”

Itulah suara penuh keyakinan dan keberanian dari R.A Darya dengan menyebutkan kalimat tersebut yang mengawali siaran Radio Bandung. Kalimat inilah diilhami oleh BBC London, yang disesuaikan dengan kemungkinan bentuk Negara Indonesia yang mengarah pada Republik pada saat itu, dan dengan demikian RRI Bandung yang menjadi radio pertama menyatakan diri sebagai Radio Republik Indonesia.[5]

Semenjak berdiri pada 11 September 1945, kekhawatiran Belanda terhadap siaran RRI semakin meningkat, hal ini disebabkan oleh RRI se-Jawa yang menyatakan perang terhadap Belanda. Segala kemampuan telah dikerahkan untuk memperkuat siaran RRI sebagai alat perjuangan sesuai dengan isi Tri Prasetya RRI. Hal ini menyebabkan RRI Bandung dibumihanguskan oleh tentara Sekutu pada 25 November 1945. Sekalipun suasana semakin memanas, RRI Bandung tetap bertahan diudara, siaran yang diutamakan adalah siaran berupa hiburan musik, sebab dengan ini diharapkan para pejuang yang sedang mempertaruhkan nyawanya untuk mempertahankan kemerdekaan.[5]

Era Orde Lama dan Orde Baru

sunting
 
Gedung RRI Bandung, diambil pada bulan Agustus 2024

10 tahun setelah berdirinya RRI Bandung, stasiun radio ini bersama dengan 10 radio asing menyiarkan momen yang paling bersejarah bagi Bangsa Indonesia, yaitu Konferensi Asia-Afrika pertama di kota tersebut.[6] Selama penyelenggaraan KAA, RRI Bandung bekerjasama dengan RRI Jakarta, yang mana reporter dari RRI Jakarta dikirimkan ke Bandung guna meliput jalannya event dunia. Bersama para jurnalis dunia, reporter RRI menempati balkon timur Gedung Merdeka.[7]

Selain itu, peristiwa G30S/PKI yang pecah pada tahun 1965 telah mewarnai sejarah RRI Bandung. Ini adalah phase awal Orde Baru yang lahir kemudian dengan diangkatnya Jendral Soeharto yang memegang tampuk kepemimpinan tertinggi di negeri ini. Pada saat itu RRI Bandung merupakan Unit Pelaksana Teknis dibawah Departemen Penerangan Republik Indonesia. Seiring dengan lahirnya Orde Baru, RRI kemudian berubah fungsi dari radio perjuangan milik bangsa, menjadi radio “corong Pemerintah” yang selalu menyiarkan program-program pemerintah demi mengarahkan perjuangan dengan pembangunan di segala bidang yang telah menjadi landasan Orde Baru. Kondisi ini masih terus berlangsung selama 32 tahun hingga pada tahun 1998 ketika terjadi pergantian kekuasaan dari Presiden Soeharto ke BJ Habibie dan dimulainya Era Reformasi.

Masa reformasi hingga saat ini

sunting

Krisis ekonomi dan moneter yang melanda Indonesia pada tahun 1997 hingga 1998 mengakibatkan perubahan besar bagi sendi-sendi kehidupan Indonesia, tidak terkecuali RRI. Gelombang aksi unjuk rasa hingga kerusuhan yang melibatkan mahasiswa semakin meluas. Di Bandung, Gedung RRI Bandung menjadi salah satu sasaran demonstran.

Melihat adanya gelombang demonstrasi yang berujung pada jatuhnya Orde Baru, RRI menyadari bahwa perlu dilakukan perubahan arah RRI dari Government service broadcasting menjadi Public service broadcasting agar RRI dapat mempertahankan eksistensinya sebagai radio perjuangan. Setelah berbagai diskusi dan ditambah lagi dengan dibubarkannya Deppen pada tahun 1999, angkasawan-angkasawati RRI memutuskan untuk tidak lagi menempatkannya sebagai Unit Pelaksana Teknis, dan secara bertahap menjadi sebuah Lembaga Penyiaran Publik. Salah satu langkah awalnya adalah diterbitkannya Peraturan Pemerintah (PP) No. 37 tahun 2000 yang mengubah status RRI menjadi Perusahaan Jawatan. Di RRI Bandung, status stasiunnya berubah menjadi RRI Cabang Madya Bandung.

Setelah UU No. 32 tahun 2002 tentang Penyiaran dan PP No. 11 tahun 2005, status kelembagaan RRI mengalami perubahan menjadi Lembaga Penyiaran Publik. Dengan adanya perubahan status ini, semua RRI Cabang daerah sebelumnya menyandang status stasiun kini berubah menjadi satuan Kerja (Satker). Perubahan ini juga terjadi di RRI Bandung, dimana nama resminya berganti dari RRI Cabang Madya Bandung menjadi LPP RRI Bandung dengan status Tipe B.[8]

Sejak pertengahan dekade tahun 2010-an, RRI Bandung bersama-sama dengan RRI Jakarta dan RRI Surabaya merupakan tiga satker RRI yang melaksanakan uji coba implementasi radio digital.[9]

Stasiun

sunting
Logo programa siaran RRI Bandung (selain RRI Pro 3).

RRI Bandung saat ini menjalankan empat stasiun radio, salah satu di antaranya merelai RRI Programa 3 dari kantor pusat RRI di Jakarta. Empat stasiun radio tersebut disiarkan baik di gelombang FM maupun AM. Stasiun-stasiun radio tersebut antara lain:

Gelombang FM

Gelombang AM

  • RRI Programa 4 Bandung (AM 540 KHz; untuk wilayah Bandung dan sekitarnya)
sunting

Logo lama programa

sunting

Lihat pula

sunting

Referensi

sunting
  1. ^ "100 tahun Stasiun Radio Malabar, Pertama kali Sistem Pemancar Nirkabel Dunia dioperasikan". SindoNews. Diakses tanggal 5 Mei 2023. 
  2. ^ "Alamat RRI Bandung". PPID LPP Radio Republik Indonesia. Diakses tanggal 29 Juli 2024. 
  3. ^ "Sejarah Penyiaran Radio di Indonesia". Museum Penerangan Kementerian Komunikasi dan Informatika. 22 Maret 2021. Diakses tanggal 24 September 2024. 
  4. ^ "Taman Radio Bandung dan Kenangan Masa Kejayaan Musik Rekaman". Telusur.id. 29 Juni 2022. Diakses tanggal 29 Juli 2024. 
  5. ^ a b c "Sejarah Radio Republik Indonesia Bandung" (PDF). Unikom. Diakses tanggal 29 Juli 2024. 
  6. ^ "Jurnalis di KAA Bandung 1955". Museum of Asian African Conference (via Facebook). 14 Mei 2024. Diakses tanggal 29 Juli 2024. 
  7. ^ "BANDUNG HARI INI: Spirit Konferensi Asia Afrika dalam Perangko dan Radio". Bandung Bergerak.id. 18 April 2022. Diakses tanggal 29 Juli 2024. 
  8. ^ "Manajemen Radio Republik Indonesia Bandung". Weebly RRI Bandung. 2013. Diakses tanggal 29 Juli 2024. 
  9. ^ "RRI Siap Program Radio DAB". LPP Radio Republik Indonesia. 19 Desember 2023. 
  10. ^ "Laporan Peralatan Teknik Bidang Teknologi dan Media Baru". PPID LPP Radio Republik Indonesia. Januari 2022. Diakses tanggal 29 September 2024. 

Pranala luar

sunting