Rabies di Indonesia

Di Indonesia, rabies pertama kali ditemukan pada seekor kerbau pada tahun 1884, disusul temuan pada anjing pada tahun 1889, dan manusia pada 1894. Sementara itu, wabahnya dimulai pada tahun 1884 di Jawa Barat, tahun 1953 di Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Sumatera Barat, lalu tahun 1956 di Sumatera Utara.[1] Saat ini, terdapat beberapa wilayah yang secara resmi dinyatakan bebas dari rabies melalui Keputusan Menteri Pertanian (Kepmentan).

Peta daerah berstatus bebas rabies (warna hijau) di Indonesia

Pengaturan sunting

Sejak masa penjajahan, pemerintah telah mengeluarkan aturan untuk mengendalikan rabies. Beberapa peraturan perundang-undangan yang pernah diterbitkan yaitu:

  • Undang-Undang Anjing Gila 1915 (Hondsdolheid Ordonantie 1915)
  • Keputusan Bersama Menteri Kesehatan Republik Indonesia, Menteri Pertanian Republik Indonesia, dan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 279A/Men.Kes/SK/VIII/1978, Nomor 522/Kpts/Um/8/1978, Nomor 143 Tahun 1978 tentang Peningkatan Pemberantasan dan Penanggulangan Rabies
  • Keputusan Menteri Pertanian Nomor 363/Kpts/Um/5/1982 tentang Pedoman Khusus Pencegahan dan Pemberantasan Rabies
  • Keputusan Menteri Pertanian Nomor 989/Kpts/TN.530/12/1984 tentang Syarat-Syarat dan Tata Cara Penunjukan Laboratorium Pemeriksaan Spesimen dan Diagnosa Rabies
  • Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 32 Tahun 1982 tentang Koordinasi Bagi Pencegahan, Pemberantasan, dan Penanggulangan Penyakit Rabies di Daerah

Status rabies menurut area sunting

Area bebas rabies sunting

No. Area bebas rabies Tahun penetapan Keterangan
1. Provinsi Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Daerah Istimewa Yogyakarta[2] 1997 -
2. Provinsi DKI Jakarta, Banten, dan Jawa Barat[3] 2004 Pada tahun 2009 terjadi wabah di Provinsi Banten dan Jawa Barat[4] sehingga tinggal Provinsi DKI Jakarta yang tetap berstatus bebas rabies
3. Provinsi Kepulauan Bangka Belitung[5] 2013 -
4. Kabupaten Kepulauan Mentawai, Provinsi Sumatera Barat[6] 2015 -
5. Kabupaten Kepulauan Meranti, Provinsi Riau[7] 2015 -
6. Provinsi Kepulauan Riau[8] 2015 -
7. Pulau Enggano, Kabupaten Bengkulu Utara, Provinsi Bengkulu[9] 2015 -
8. Pulau Weh, Kota Sabang, Provinsi Aceh[10] 2016 -
9. Pulau Pisang, Kabupaten Pesisir Barat, Provinsi Lampung[11] 2016 -
10. Provinsi Nusa Tenggara Barat[12] 2017 Pada tahun 2019 terjadi wabah di Pulau Sumbawa[13] sehingga tinggal Pulau Lombok yang tetap berstatus bebas rabies
11. Pulau Tarakan, Nunukan, dan Sebatik, Provinsi Kalimantan Utara[14] 2018 -
12. Pulau Tabuan, Kabupaten Tanggamus, Provinsi Lampung[15] 2018 -
13. Pulau Makalehi, Buhias, Pahepa, Tagulandang, Ruang, Biaro, Kabupaten Kepulauan Sitaro[16] 2019 -
14. Provinsi Papua[17] 2019 -

Area wabah dan kawasan karantina sunting

Selain status bebas rabies, pemerintah juga menetapkan kawasan karantina dan pernyataan wabah di beberapa area.

No. Wilayah wabah dan kawasan karantina Tahun penetapan Keterangan
1. Pulau Flores dan Pulau Lembata, Provinsi Nusa Tenggara Timur[18] 2002 Penetapan kawasan karantina
2. Pulau Ambon dan Pulau Seram, Provinsi Maluku[19] 2004 Pernyataan berjangkitnya wabah
3. Kabupaten Ketapang, Provinsi Kalimantan Barat[20] 2005 Pernyataan berjangkitnya wabah
4. Kabupaten Halmahera Utara, Provinsi Maluku Utara[21] 2005 Pernyataan berjangkitnya wabah
5. Kabupaten Badung, Provinsi Bali[22] 2008 Pernyataan berjangkitnya wabah
6. Provinsi Bali[23] 2008 Penetapan kawasan karantina
7. Kabupaten Garut, Tasikmalaya, Sukabumi, Cianjur, dan Kota Sukabumi Provinsi Jawa Barat, serta Kabupaten Lebak, Provinsi Banten[4] 2009 Pernyataan berjangkitnya wabah
8. Kota Gunungsitoli, Provinsi Sumatera Utara[24] 2010 Pernyataan berjangkitnya wabah
9. Pulau Sumbawa, Provinsi Nusa Tenggara Barat[13] 2019 Pernyataan status situasi wabah

Referensi sunting

Catatan kaki sunting

Daftar pustaka sunting