Redenominasi adalah penyederhanaan nominal mata uang menjadi lebih kecil tanpa mengubah nilai tukarnya.[1] Pada waktu terjadi inflasi, jumlah satuan moneter yang sama perlahan-lahan memiliki daya beli yang semakin melemah. Dengan kata lain, harga produk dan jasa harus dituliskan dengan jumlah yang lebih besar. Ketika angka-angka ini semakin membesar, mereka dapat memengaruhi transaksi harian karena risiko dan ketidaknyamanan yang diakibatkan oleh jumlah lembaran uang yang harus dibawa, atau karena psikologi manusia yang tidak efektif menangani perhitungan angka dalam jumlah besar. Pihak yang berwenang dapat memperkecil masalah ini dengan redenominasi: satuan yang baru menggantikan satuan yang lama dengan sejumlah angka tertentu dari satuan yang lama dikonversi menjadi 1 satuan yang baru. Jika alasan redenominasi adalah inflasi, maka rasio konversi dapat lebih besar dari 1, biasanya merupakan bilangan positif kelipatan 10, seperti 10, 100, 1.000, dan seterusnya. Prosedur ini dapat disebut sebagai "penghilangan nol".[2]. Bank Indonesia menegaskan jika redenominasi bukan pemotongan daya beli masyarakat melalui pemotongan nilai uang atau sanering.[3] Salah satu manfaat dari adanya redenominasi adalah pemilik uang tidak perlu membawa uang dalam jumlah yang besar ke manapun ketika akan melakukan transaksi keuangan.[4]

Ilustrasi redenominasi Rupiah
Ilustrasi redenominasi Rupiah

Redenominasi di Indonesia

sunting

Berdasarkan Penetapan Presiden nomor 27 tahun 1965, pada tanggal 13 Desember 1965, Indonesia pernah melakukan redenominasi. Hal itu dilakukan dengan cara menerbitkan pecahan dengan desain baru Rp 1 dengan nilai atau daya beli setara dengan Rp 1.000. Tujuannya dilakukan redenominasi adalah untuk mewujudkan kesatuan moneter bagi seluruh wilayah Indonesia.[5]

Pengaruh terhadap catatan keuangan

sunting

Ketika terjadi redenominasi, data keuangan yang dipengaruhi oleh perubahan tersebut harus disesuaikan. Contohnya, produk domestik bruto (PDB) Bank Sentral Nikaragua yang didokumentasikan dengan baik.[6]

Redenominasi rupiah

sunting

Pemerintah berencana melakukan redenominasi rupiah karena inflasi yang cukup rendah.[7] Rencana redenominasi rupiah sempat meramaikan Indonesia sejak beberapa tahun terakhir.[8] Redenominasi merupakan langkah yang diambil dalam rangka menciptakan sistem pembayaran yang efisien, cepat, aman, dan handal, sehingga Bank Indonesia melakukan hal ini. Redenominasi rupiah menentukan salah satu kewenangan Bank Indonesia dalam rangka mengatur dan menjaga keselarasan sistem pembayaran di Indonesia. Redenominasi sebenarnya sudah diterapkan di sejumlah rumah makan dan penjual pulsa telepon seluler. Hal itu terbukti dengan harga yang tidak lagi menggunakan banyak angka nol, tapi sudah menggunakan harga tanpa tiga nol di belakangnya.[9]

Berikut ini alasan redenominasi rupiah.

  1. Uang pecahan Indonesia yang terbesar saat ini adalah Rp100.000 yang merupakan pecahan terbesar kedua di dunia setelah mata uang Dong Vietnam yang pernah mencetak 500.000 dong. Namun tidak memperhitungkan negara Zimbabwe yang pernah mencetak 100 triliun dolar Zimbabwe dalam 1 lembar mata uang.
  2. Munculnya keresahan atas status rupiah yang terlalu rendah dibandingkan mata uang lainnya, misalnya terhadap dolar, euro, dan uang global lainnya, bukan dalam hal substansi, melainkan identitas karena kekuatan mata uang Indonesia relatif stabil, cadangan devisa juga aman, inflasi terjaga (1 digit), investasi juga tidak ada persoalan, kinerja ekonomi Indonesia baik.
  3. Pecahan uang Indonesia yang selalu besar akan menimbulkan ketidakefisienan dan ketidaknyamanan dalam melakukan transaksi, karena diperlukan waktu yang banyak untuk mencatat, menghitung dan membawa uang untuk melakukan transaksi sehingga terjadi ketidakefisienan dalam transaksi ekonomi.
  4. Untuk mempersiapkan kesetaraan ekonomi Indonesia dengan kawasan ASEAN dalam memasuki era Masyarakat Ekonomi ASEAN pada tahun 2015.
  5. Untuk menghilangkan kesan bahwa nilai nominal uang yang terlalu besar seolah-olah mencerminkan bahwa pada masa lalu, suatu negara pernah mengalami inflasi yang tinggi atau pernah mengalami kondisi fundamental ekonomi yang kurang baik.

Daftar redenominasi mata uang

sunting
Satuan baru Rasio Satuan lama Tahun
Lira Turki Baru 1.000.000 Lira lama 2005
Metical Mozambik baru 1.000 Metical lama 2006
Dolar Zimbabwe II (ZWN) 1.000 ZWD (dolar pertama) Agustus 2006
Dolar Zimbabwe III (ZWR) 10.000.000.000 ZWN Agustus 2008
Dolar Zimbabwe IV (ZWL) 1.000.000.000.000 ZWR Februari 2009
Bagan ini bukanlah bagan yang dimaksudkan untuk lengkap.

Perbedaan redenominasi dan sanering

sunting

Redenominasi adalah menerbitkan suatu nilai baru dan diikuti dengan perubahan harga-harga sehingga tidak menimbulkan gejolak di masyarakat. Sedangkan, sanering adalah memotong nilai uang di mana harga barang tetap bahkan cenderung meningkat, sehingga daya beli masyarakat menurun.[10]

Parameter Redenominasi Sanering
Aksi Penyederhanaan denominasi (pecahan) mata uang menjadi pecahan lebih sedikit dengan cara mengurangi digit (angka 0) tanpa mengurangi nilai mata uang tersebut Pemotongan daya beli masyarakat melalui pemotongan nilai uang
Pengaruh terhadap harga barang Berpengaruh Tidak berpengaruh
Daya beli Tetap Turun
Nilai uang terhadap barang
Kerugian Tidak Ya
Tujuan Mengefisienkan dan menyamankan transaksi Mengurangi jumlah uang beredar
Menyetarakan ekonomi dengan negara regional
Kondisi saat pelaksanaan Makrekonomi stabil, ekonomi bertumbuh, inflasi terkontrol Makroekonomi labil, hiperinflasi
Momentum pelaksanaan Bertahap, persiapan matang dan terukur Mendadak, tanpa persiapan

Lihat pula

sunting

Referensi

sunting
  1. ^ Idris, Muhammad. Idris, Muhammad, ed. "Yang Perlu Diketahui Tentang Redenominasi, Rp 1.000 Jadi Rp 1". Kompas.com. Diakses tanggal 2020-10-09. 
  2. ^ "Finance Ministry and National Bank decide to slash four zeroes from ROL's tail | Ziarul Financiar". Zf.ro. 2004-01-29. Diakses tanggal 2010-01-06. [pranala nonaktif permanen]
  3. ^ Sadikin, Rendy Adrikni (2020-07-08). "Apa Itu Redenominasi Rupiah? Sri Mulyani Gagas Mata Uang Rp1.000 Jadi Rp 1". Suara.com. Diakses tanggal 2020-10-09. 
  4. ^ Luhukay, Fransina. "Apa Perbedaan Redenominasi dengan Sanering?". Tribunnews.com. Diakses tanggal 2020-10-13. 
  5. ^ Kustiani, Rini (2013-03-04). Kustiani, Rini, ed. "Indonesia Pernah Lakukan Redenominasi pada 1965". Tempo.co. Diakses tanggal 2020-10-13. 
  6. ^ Bank Central Nicaragua
  7. ^ "Inflasi Rendah jadi Kunci Redenominasi di Indonesia". Republika Online. 2020-07-09. Diakses tanggal 2020-10-13. 
  8. ^ "Pupusnya Rencana Redenominasi Rupiah pada Tahun 2020". Tirto.id. Diakses tanggal 2020-10-09. 
  9. ^ Liputan6.com (2010-08-07). "Redenominasi, Kebijakan yang Tak Sederhana". Liputan6.com. Diakses tanggal 2020-10-13. 
  10. ^ Ariyanti, Fiki (2017-07-25). Suhendra, Zulfi, ed. "Sri Mulyani: Redenominasi Rupiah Sangat Berbeda dengan Sanering". Liputan6.com. Diakses tanggal 2020-10-13. 

Pranala luar

sunting