Rossy Pratiwi Dipoyanti

pemain tenis meja Indonesia
(Dialihkan dari Rossy Pratiwi)

Rossy Pratiwi Dipoyanti Syechbubakar atau yang lebih dikenal sebagai Rossy Pratiwi Dipoyanti atau Rossy Syechbubakar (lahir 28 Juni 1972) adalah seorang atlet tenis meja Indonesia yang berhasil mengumpulkan 13 medali emas, 8 medali perak, dan 8 medali perunggu selama kariernya sepanjang tahun 1987–2001 pada Pesta Olahraga Asia Tenggara (SEA Games). Selain itu, dia juga berhasil mengumpulkan 7 medali emas, 7 medali perak, dan 9 medali perunggu selama kariernya sepanjang tahun 1985–2008 pada Pekan Olahraga Nasional. Pencapaian tertinggi selama kariernya di dunia tenis meja adalah ketika dia menduduki peringkat dunia ke-17 pada nomor tunggal putri dan ganda putri bersama Ling Ling Agustin pada Olimpiade Musim Panas 1992 di Barcelona.

Rossy Pratiwi Dipoyanti
Informasi pribadi
Nama lengkapRossy Pratiwi Dipoyanti Syechbubakar
JulukanRossy Syechbubakar
KewarganegaraanIndonesia Indonesia
SukuArab Sunda
Lahir28 Juni 1972 (umur 52)
Bandung, Jawa Barat, Indonesia
Kediaman
Pasangan
(m. 2001)
Olahraga
NegaraIndonesia Indonesia
OlahragaTenis meja
Dilatih olehDiana Wuisan
Prestasi dan gelar
Putaran final tingkat nasional
Peringkat dunia tertinggi17 (29 Juli 1992)[1]
Rekam medali
Tenis meja
Mewakili  Indonesia
Turnamen 1 2 3
SEA Games 13 8 8
Total 13 8 8
SEA Games
Medali emas – tempat pertama 1987 Jakarta Tunggal
Medali emas – tempat pertama 1987 Jakarta Ganda campuran
Medali emas – tempat pertama 1989 Kuala Lumpur Beregu
Medali emas – tempat pertama 1989 Kuala Lumpur Ganda
Medali emas – tempat pertama 1991 Manila Tunggal
Medali emas – tempat pertama 1991 Manila Ganda campuran
Medali emas – tempat pertama 1993 Singapura Tunggal
Medali emas – tempat pertama 1993 Singapura Ganda
Medali emas – tempat pertama 1993 Singapura Ganda campuran
Medali emas – tempat pertama 1993 Singapura Beregu
Medali emas – tempat pertama 1995 Chiang Mai Ganda
Medali emas – tempat pertama 1995 Chiang Mai Beregu
Medali emas – tempat pertama 1997 Jakarta Beregu
Medali perak – tempat kedua 1987 Jakarta Beregu
Medali perak – tempat kedua 1987 Jakarta Ganda
Medali perak – tempat kedua 1989 Kuala Lumpur Tunggal
Medali perak – tempat kedua 1991 Manila Ganda
Medali perak – tempat kedua 1991 Manila Beregu
Medali perak – tempat kedua 1995 Chiang Mai Tunggal
Medali perak – tempat kedua 1997 Jakarta Tunggal
Medali perak – tempat kedua 1997 Jakarta Ganda
Medali perunggu – tempat ketiga 1989 Kuala Lumpur Ganda campuran
Medali perunggu – tempat ketiga 1995 Chiang Mai Ganda campuran
Medali perunggu – tempat ketiga 1997 Jakarta Ganda campuran
Medali perunggu – tempat ketiga 1999 Brunei Ganda
Medali perunggu – tempat ketiga 1999 Brunei Ganda campuran
Medali perunggu – tempat ketiga 1999 Brunei Beregu
Medali perunggu – tempat ketiga 2001 Kuala Lumpur Ganda
Medali perunggu – tempat ketiga 2001 Kuala Lumpur Beregu

Pada Pesta Olahraga Asia Tenggara 1989 di Kuala Lumpur, Malaysia, Rossy yang saat itu bermain sebagai atlet tenis meja Indonesia dari nomor tunggal putri memilih walkout di final melawan atlet tuan rumah pada tanggal 25 Agustus 1989. Hal tersebut diduga atas kecurangan sang wasit, Goh Kun Tee asal Malaysia yang memberikan angka gratis kepada atlet tuan rumah. Padahal, bola pukulan Rossy menyambar tipis bibir meja, namun wasit mengatakan keluar dan memberikan angka bagi lawan Rossy, Leong Mee Wan. Ketua Persatuan Tenis Meja Seluruh Indonesia saat itu, Ali Said yang berada di arena pertandingan langsung menginstruksikan atlet dan offisial tenis meja Indonesia untuk mengundurkan diri.

Setelah pensiun pada tahun 2009, sepanjang tahun 2010–2014 Rossy aktif sebagai pelatih tenis meja nasional. Rossy dipercaya melatih tim nasional tenis meja putri Indonesia pada SEA Games ke-XXVI tahun 2011 di Palembang dan melatih tim nasional tenis meja prakualifikasi Olimpiade di Bangkok, Thailand pada tanggal 4–5 Februari 2012.

Biografi

Kehidupan awal

Rossy Pratiwi Dipoyanti lahir di Bandung, Jawa Barat sebagai anak pertama dari enam bersaudara.[2] Dia berasal dari keluarga Arab Hadhrami golongan Alawiyyin bermarga Aal bin Syechbubakar (bahasa Arab: آل بن شيخ أبو بكر , translit. Aāl bin Shāīkh Abū Bakr; pelafalan dalam bahasa Arab: [ʔaːl bin ʃæjx aːbuː bakr]), ayahnya bernama Ali Umar Syechbubakar, sedangkan ibunya adalah seorang perempuan Sunda bernama Neni Nurlaeni.[3]

Kehidupan pribadi

Pada tahun 2001, Rossy menikah dengan pria Jawa bernama Rany Kristiono.[4] Rany adalah seorang atlet basket yang bermain di klub Hadtex Bandung (sekarang Garuda Flexi Bandung), dan terakhir kali bermain di klub Satya Wacana Angsapura Salatiga.[5] Keduanya dipertemukan di Century Park Hotel Jakarta ketika Rossy sedang mengikuti pelatnas Asian Games 1994, sedangkan Rany sedang mengikuti Kompetisi Bola Basket Utama tahun 1994 dan menginap di hotel yang sama.[6] Dari pernikahannya dengan Rany, Rossy dikaruniai 4 orang anak perempuan, di antaranya Diva Marcella Maharani, Najwa Julianoer Qayrani, Jasmine Aprillia Khirani, dan Nayla Julia Aisyahrani.[6] Dia tidak memaksakan anak-anaknya untuk menggeluti tenis meja ataupun basket, seperti anak tertuanya, Diva Marcella Maharani mengaku lebih tertarik kepada dunia seni daripada olahraga. Meski begitu, Rossy tetap berharap salah satu di antara keempat anaknya akan ada yang mengikuti jejak kedua orangtuanya sebagai seorang atlet.[7]

Karier

Karier awal

Kecintaan Rossy terhadap tenis meja bermula ketika ayahnya, Ali Umar Syechbubakar bermain di halaman rumahnya.[2] Rossy kemudian dikenalkan kepada dunia tenis meja sejak kelas II SD oleh ayahnya. Dia mengawali karier bermain tenis meja dari perlombaan-perlombaan antarkampung. Saat kelas IV SD dia masuk klub Triple V,[8] di sana dia kemudian mengenal Diana Wuisan, salah satu atlet tenis meja legendaris Indonesia. Diana yang melihat Rossy berpotensi besar, lalu mengajak masuk ke klub Persatuan Tenis Meja Sanjaya Gudang Garam di Kediri. Atas dukungan orang tuanya, Rossy kemudian meninggalkan tempat kelahirannya, Bandung karena harus tinggal di asrama Gudang Garam, Kediri hingga lulus SMA (selama sekitar tujuh tahun).[3]

Di Kediri, Rossy mulai digembleng lewat berbagai kompetisi, termasuk saat akan mengikuti Asian Junior Championship ke-II di Nagoya, Jepang, pada tanggal 1–6 April 1986. Di turnamen itu, tim putri Indonesia hanya sanggup berada di peringkat enam, di bawah Taiwan, Jepang, Korea Utara, Korea Selatan dan Tiongkok.[9]

Pekan Olahraga Nasional

Pada tahun 1985, saat usianya masih 13 tahun, Rossy mulai menggapai prestasi di beragam turnamen nasional, mulai dari kejuaraan tingkat daerah hingga Pekan Olahraga Nasional. Sepanjang kariernya dari tahun 1985 hingga 2008 di PON, Rossy pernah mewakili Jawa Timur, Kalimantan Timur, Jawa Barat, Lampung, dan Sumatera Selatan. Selain itu, dia juga berhasil mengumpulkan 7 medali emas, 7 medali perak, dan 9 medali perunggu selama kariernya di Pekan Olahraga Nasional.[4]

Pencapaian

Tahun Turnamen Lokasi Perwakilan dari Hasil
TP GP GC BP
1985 Pekan Olahraga Nasional XI Jakarta Jawa Timur - -    
1989 Pekan Olahraga Nasional XII Jakarta Jawa Timur        
1993 Pekan Olahraga Nasional XIII Jakarta Kalimantan Timur        
1996 Pekan Olahraga Nasional XIV Jakarta Jawa Barat        
2000 Pekan Olahraga Nasional XV Surabaya Jawa Barat        
2004 Pekan Olahraga Nasional XVI Palembang Lampung     -  
2008 Pekan Olahraga Nasional XVII Samarinda Sumatera Selatan -   -  
Catatan:
  • TP : Tunggal Putri, GP : Ganda Putri, GC : Ganda Campuran, BP : Beregu Putri.
  •   Juara 1, medali emas;   Juara 2, medali perak;   Juara 3, medali perunggu.

SEA Games

Debut Rossy di SEA Games bermula ketika usianya baru 15 tahun, tepatnya pada Pesta Olahraga Asia Tenggara 1987 di Jakarta.[10] Saat akan mengikuti SEA Games 1987, Rossy dan tim Indonesia lainnya terebih dahulu mengikuti pemusatan latihan nasional yang diadakan Persatuan Tenis Meja Seluruh Indonesia di Korea Utara.[11] Di bawah asuhan Kang Nung-ha, Rossy tidak hanya dilatih secara fisik tapi juga mental.[4] Hasilnya, dia berhasil meraih dua emas dari nomor tunggal putri dan ganda campuran, sedangkan dua perak dia peroleh dari beregu putri dan ganda putri.[3] Selama kariernya sepanjang tahun 1987–2001 pada Pesta Olahraga Asia Tenggara, dia berhasil mengumpulkan 13 medali emas, 8 medali perak, dan 8 medali perunggu.[12]

Pada Pesta Olahraga Asia Tenggara 1989 di Kuala Lumpur, karena kecurangan wasit yang memberikan angka gratis kepada atlet tuan rumah, Rossy yang saat itu bermain sebagai atlet tenis meja Indonesia dari nomor tunggal putri akhirnya memilih walkout di final melawan Leong Mee Wan pada tanggal 25 Agustus 1989.[13] Kronologi kecurangan terjadi pada set kedua atas ulah Goh Kun Tee sebagai wasit asal Malaysia yang mengeluarkan keputusan kontroversi, padahal pada set pertama pertandingan berjalan normal walau pertandingan dimenangkan oleh Rossy dengan skor tipis 17–16.[14] Set kedua tersebut berjalan dengan sengit, saat bola pengembalian Mee Wan jatuh di sisi kanannya, Rossy melancarkan forehand drive. Bola pukulan Rossy menyambar tipis bibir meja, namun wasit mengatakan keluar dan memberikan angka bagi Leong Mee Wan. Manajer tim Indonesia, RM Nuryanto langsung memprotes keputusan kontroversi tersebut, namun wasit tetap pada keputusannya. Walaupun sudah meraih dua emas (pada nomor beregu putri & ganda putri) dan satu perunggu (pada nomor ganda campuran), Rossy tetap kecewa dan menangis kepada pelatihnya, Diana Wuisan karena nomor tunggal putri adalah andalannya.[14]

Di tengah ramai penonton, ketua Persatuan Tenis Meja Seluruh Indonesia saat itu, Ali Said yang berada di arena pertandingan langsung menginstruksikan agar atlet dan ofisial tenis meja Indonesia mengundurkan diri. Dengan meneteskan air mata dia berkata bahwa Indonesia tidak ingin diinjak-injak oleh Malaysia, maka dari itu mereka memilih untuk meninggalkan pertandingan.[15] Ketua Dewan Olimpiade Malaysia saat itu, Hamzah Abu Samah justru mengecam aksi walkout yang dilakukan tim tenis meja Indonesia. Dia menilai tindakan itu akan merusak tujuan SEA Games, yaitu untuk menambah semangat persahabatan antarnegara di Asia Tenggara.[16]

Yap Yong Yih sebagai wasit kehormatan kemudian melaporkan kejadian itu kepada panitia penyelenggara SEA Games. Meskipun pada akhirnya Goh Kun Tee mengubah keputusannya setelah berdiskusi dengan asisten wasit Cyril Sen, namun hal tersebut tidak berarti apa-apa karena Rossy dan ofisial tim sudah terlanjur meninggalkan pertandingan. Hasilya, Leong Mee Wan tetap diputuskan mendapat emas, sedangkan Rossy mendapat medali perak.[17]

Asian Games, Kejuaraan Asia, dan Kejuaraan Dunia

Pada Asian Games 1994 di Hiroshima, Rossy membawa tim tenis meja putri Indonesia berada di peringkat ke 6.[18] Selain itu, Rossy juga berulangkali membawa tim putri Indonesia masuk 10 besar pada Kejuaraan Tenis Meja Asia [en].[3] Di Kejuaraan Tenis Meja Dunia 1987, Kejuaraan Tenis Meja Dunia 1989, Kejuaraan Tenis Meja Dunia 1991, Kejuaraan Tenis Meja Dunia 1993, Kejuaraan Tenis Meja Dunia 1995, Kejuaraan Tenis Meja Dunia 1997 tim tenis meja putri Indonesia selalu berada di Divisi 2. Kemudian pada Kejuaraan Tenis Meja Dunia Kejuaraan Tenis Meja Dunia 2000 dan Kejuaraan Tenis Meja Dunia 2001, tim tenis meja putri Indonesia naik ke Divisi 1 dan berada di peringkat 17–20.[19]

Olimpiade Musim Panas

Sepanjang kariernya, Rossy pernah dua kali mewakili Indonesia untuk mengikuti Olimpiade, yaitu pada Olimpiade Musim Panas 1992 di Barcelona dan Olimpiade Musim Panas 1996 di Atlanta.[20]

Pada Olimpiade Musim Panas 1992 di Barcelona, Rossy tampil di nomor tunggal putri dan ganda putri yang berpasangan dengan Ling Ling Agustin.[21] Empat Minggu sebelum Olimpiade, Rossy mengalami kendala karena harus dirawat selama satu minggu di rumah sakit ketika menjalani operasi usus buntu. Setelah pulang dari rumah sakit, dia kemudian menjalani pemulihan selama satu minggu di rumah. Sebenarnya dokter menganjurkan Rossy untuk tidak beraktivitas fisik terlebih dulu, namun anjuran tersebut diabaikan olehnya. Tanpa izin dari dokter Rossy pun tetap melakukan latihan selama dua minggu menjelang Olimpiade.[4] Meski begitu Rossy tetap mengharumkan nama Indonesia, karena meski dia tidak membawa pulang medali, tetapi dia berhasil menduduki peringkat ke-17 dunia untuk nomor tunggal putri, dan menduduki posisi yang sama untuk nomor ganda putri bersama Ling Ling Agustin.[22] Sedangkan pada nomor tunggal putri yang diwakili Ling Ling Agustin dan tunggal putra yang diwakili Anton Suseno, Indonesia meraih peringkat ke-33.[23]

Pada Olimpiade Musim Panas 1996 di Atlanta, Rossy tampil di nomor tunggal putri dan menduduki peringkat ke-49.[24] Meski gagal membawa pulang medali, namun Rossy tetap bangga karena dipercaya menjadi pembawa obor olimpiade bersama atlet lari Ethel Hudson. Mereka ikut membawa obor dengan berlari sepanjang rute 500 meter sebagai wakil dari Indonesia.[4]

Aktivitas lain

Setelah pensiun pada tahun 2009, Rossy tetap bergelut di dunia tenis meja.[4] Sepanjang tahun 2010–2014 Rossy aktif sebagai pelatih tenis meja nasional. Rossy dipercaya melatih tim nasional tenis meja putri Indonesia pada SEA Games ke-XXVI tahun 2011 di Palembang[25] dan melatih tim nasional tenis meja prakualifikasi Olimpiade di Bangkok, Thailand pada tanggal 4–5 Februari 2012.[26] Selain itu, Rossy juga melatih tim tenis meja putri Sumatera Selatan[27] dan menjadi pelatih tenis meja bagi pegawai negeri sipil se-Jawa Barat.[28] Pada Kejuaraan Tenis Meja Veteran Se-Asia Pasifik ke-11 di Yaizu, Shizuoka, Rossy bermain di nomor tunggal putri dan ganda putri bersama Ling Ling Agustin,[29] namun harus kalah oleh Taiwan di babak delapan besar.[21]

Di dunia pendidikan, pada tahun 2001 Rossy lulus sebagai Sarjana Sosial (S.Sos.) dari jurusan Administrasi Negara, Sekolah Tinggi Ilmu Administrasi Bagasasi, Bandung. Dia diangkat sebagai pegawai negeri sipil di Kabupaten Musi Banyuasin, Sumatera Selatan pada tahun 2005. Dia kemudian menetap di sana sambil melatih atlet tenis meja setempat sampai tahun 2012. Pada tahun 2012, Rossy dan keluarga pindah ke tanah kelahiran suaminya di Bogor. Di sana, Rossy bekerja di Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Bogor, kemudian dipindahkan ke Dinas Pemuda dan Olahraga Kota Bogor sebagai Kepala Seksi Pembibitan dan Tenaga Keolahragaan sejak tahun 2017.[3][30]

Referensi

Catatan kaki

Daftar pustaka

Pranala luar