Sirajuddin Abbas

(Dialihkan dari Siradjuddin Abbas)

Kiai Haji Sirajuddin Abbas Datuk Bandaharo (20 Mei 1905 – 5 Agustus 1980) adalah seorang ulama, politisi dan menteri Indonesia.[1][2]

Infobox orangSirajuddin Abbas

Edit nilai pada Wikidata
Biografi
Kelahiran20 Mei 1905 Edit nilai pada Wikidata
Ladang Laweh Edit nilai pada Wikidata
Kematian5 Agustus 1980 Edit nilai pada Wikidata (75 tahun)
Jakarta Pusat Edit nilai pada Wikidata
Data pribadi
Kelompok etnikOrang Minangkabau Edit nilai pada Wikidata
Kegiatan
Pekerjaanpolitikus Edit nilai pada Wikidata
Partai politikPersatuan Tarbiyah Islamiyah Edit nilai pada Wikidata
Keluarga
AyahAbbas Qadhi Ladang Laweh Edit nilai pada Wikidata

Sirajuddin Abbas dikenal sebagai seorang ulama Syafi'iyah dan tokoh utama Perti. Ia juga pernah diserahi amanah sebagai Menteri Kesejahteraan Umum dalam Kabinet Ali Sastroamidjojo I dengan masa bakti dari tanggal 30 Juli 1953 sampai 12 Agustus 1955.[3] Ia menggantikan Sudibjo yang mengundurkan diri.[4]

Sebagai seorang ulama, ia sangat gigih dalam mempertahankan mazhab Ahlussunnah wal Jamaah, khususnya mazhab Syafi'i dalam bidang ilmu fikih.

Kehidupan

sunting

Sirajuddin Abbas adalah anak suluang dari Syekh Haji Abbas Qadli atau Syekh Abbas bin Abdi Wahab bin Abdul Hakim Ladang Lawas, dan Ramalat binti Jai Bengkawas.[5] Ia memiliki tiga adik yaitu Saidah, Rasuna, dan Syamsiyah Abbas.

Pendidikan awal

sunting
 
Sirajuddin Abbas (berdiri nomor 2 dari kiri) bersama ulama-ulama dan tokoh Minangkabau

Sirajuddin Abbas, memulai pendidikan dari orangtuanya sendiri, dalam buku ia dituliskan bahwa di tahun 1910-1913 M ia memulai belajar membaca Al-Qur'an kepada ibunya, yang kemudian dilanjutkan belajar kitab berbahasa arab dengan bapak ia, Syeikh Haji Abbas di Ladang Lawas, juga dituturkan bahwa di antara tahun itu, ia juga pernah belajar di pesantren-pesantren Syeikh Haji Husein Pakan Senayan, Tuanku Imran Limbukan Pajakumbuh, Sumatera Barat, namun tidak berlangsung lama.[6]

Pada tahun 1920 M hingga 1923 M, ia belajar dalam pesantren Syeikh Haji Abdul malik, Gobah Ladang Lawas, Bukit Tinggi.[6]

Merantau

sunting

Masih belum puas juga dengan ilmu yang didapatkan dari ulama-ulama yang ada di Minangkabau, ia memperdalam ilmunya dengan pergi merantau ke kota Mekkah, dimulai tahun 1927 M hingga 1933 M.[6]

Selama enam tahun ia belajar di Mekkah, sekaligus menunaikan ibadah haji setiap tahunnya (7 kali) di sela-sela waktu belajarnya.[7] Pada tahun 1930 ia diangkat menjadi staf sekretariat pada konsulat Belanda di Mekkah.[7] Kegiatan menuntut ilmu di Masjid Mekkah Al Mukarromah dengan ulama sebagai berikut:

  1. Syeikh Sa'id Yamani, Mufti Mazhab Syafi'i ketika itu, kitab yang dipelajari adalah Kitab Mahalli, merupakan kitab fiqih Mazhab Syafi'i.[6]
  2. Syeikh Husein al Hanafi, Mufti Mazhab Hanafi ketika itu, kitab yang dipelajari adalah Kitab Shahih Bukhari (Hadits).[6]
  3. Syeikh Ali al Maliki, Mufti Mazhab Maliki ketika itu, kitab yang dipelajari adalah Kitab Al Furuq, merupakan kitab (Ushul Fiqih).[6]
  4. Syeikh Umar Hamdan, seorang ulama Mazhab Maliki, dengan ia mempelajari Kitab Al Muwatta Malik , karya Imam Malik.[6]
  5. Belajar Bahasa Inggris dengan guru asal Tapanuli bernama Ali Basya.[6]

Kembali ke kampung halaman

sunting

Setelah pulang dari menuntut ilmu di Mekkah pada tahun 1933, ia mengambil bermacam-macam ilmu kepada Guru Besar, Maulana Syeikh Sulaiman Ar-Rasuli, Candung, Bukit Tinggi, dan mendapat ijazah dari ia,[6] kemudian ia pulang ke kampung halamannya di Minangkabau untuk meneruskan perjuangan ayahnya, mengajar di pesantren-pesantren yang ada di Minangkabau, walau kemudian ia lebih melebarkan sayapnya berkiprah di dunia yang lebih luas, yakni dunia pendidikan, keagamaan, juga dunia politik.

Tiga tahun setelah kepulangannya dari Mekkah ia mulai dikenal sebagai muballigh muda yang potensial sehingga menarik minat para ulama-ulama Tarbiyah Indonesia, organisasi keagamaan yang ada di Bukittinggi. Tak lama kemudian, ia terpilih sebagai ketua umum Persatuan Tarbiyah Islamiyah (PERTI) ketika berlangsungnya konferensi di Bukittinggi tahun 1938. Ditangannya, PERTI kian berkembang dan mulai merambah ke dunia politik.

Meninggal dunia

sunting

Ia menghembuskan napas terkahirnya di usia 75 tahun pada tanggal 5 Agustus 1980 setelah beberapa hari dirawat di rumah sakit Cipto Mangunkusumo akibat serangan jantung yang ia derita. Saat pemakaman tampak perhatian warga Tarbiyah yang begitu besar. Jasadnya dimakamkan di pemakaman Tanah Kusir Jakarta Selatan, yang dihadiri wakil presiden Republik Indonesia Adam Malik. Ia meninggalkan seorang istri dan dua anak; Sofyan (almarhum) dan Fuadi.

Selain sebagi ketua umum PERTI ia juga mendirikan Liga Muslimin Indonesia bersama dengan K.H. Wahid Hasyim.

 
Sirajuddin Abbas dari PERTI, Wahid Hasyim dari NU dan Abikusno Tjokrosujoso dari PSII usai menandatangani Piagam Liga Muslimin Indonesia

Kitab & buku karangan

sunting

Kiai Sirajuddin lebih banyak aktif menulis, banyak judul buku yang telah ia hasilkan.[1] Karyanya yang paling terkenal ialah I'itiqad Ahlus Sunnah wal Jama'ah dan 40 Masalah Agama yang terdiri dari empat jilid.[1] Hingga kini, keduanya menjadi rujukan utama mazhab Syafi'i di kalangan ulama dan santri Indonesia.[1]

Sebahagian karya ilmiah Sirajuddin Abbas ditulis dalam bahasa Arab dan sebagian lagi dalam bahasa Indonesia.

Dalam bahasa 'arab antara lain
  1. Sirajul Munir, (Fiqih 2 jilid.[8]
  2. Bidayatul Balaghah, (Bayan) 1 jilid.[8]
  3. Khulasah Tarikh Islami, (Sejarah Islam) 1 jilid.[8]
  4. Ilmul Insya', 1 jilid.[8]
  5. Sirajul Bayan fi Fihrasati Ayatil Qur'an, 1 jilid.[9]
  6. Ilmun Nafs, 1 Jilid [9]

Buku-buku tersebut dikarang oleh ia dari tahun 1933-1937, buku No.2 dan No.3 sudah dicetak berulang-ulang sampai dengan 7 dan 6 kali cetakan.[9]

Dalam bahasa Indonesia antara lain
  1. I'tiqad Ahlussunnah Wal Jama'ah, tebal 422 halaman.[9]
  2. Sejarah dan Keagungan Madzhab Syafi'i, tebal 272 halaman.[9]
  3. 40 masalah agama-Jilid I, tebal 353 halaman[9]
  4. 40 masalah agama-Jilid II, tebal 324 halaman[9]
  5. 40 masalah agama-Jilid III, tebal 395 halaman[9]
  6. 40 masalah agama-Jilid IV, tebal 495 halaman[9]
  7. Kumpulan soal jawab keagamaan, tebal 328 halaman[9]
  8. Kitab fiqih ringkas, tebal 217 halaman[9]
  9. Perjalanan hidup Nabi Muhammad SAW, tebal 60 halaman[9]
  10. Thabaqatus Syafi'iyah, tebal 504 halaman

Catatan kaki

sunting
  1. ^ a b c d Afriza 2013.
  2. ^ "Sirajuddin Abbas, Ulama dan Politikus Besar dari Minang" Republika. Diakses 31 Juli 2015.
  3. ^ Ruslan, Heri (2013-09-26). "Sirajuddin Abbas, Ulama dan Politikus Besar dari Minang". Republika Online. Diakses tanggal 2023-01-15. 
  4. ^ Setiawan, Muhammad (2022-11-30). "Kedaulatan Irian Barat Tak Dibahas di Swiss, Menteri Sosial Sudibjo Pilih Mundur". merdeka.com (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2023-01-15. 
  5. ^ https://ejournal.uinsaizu.ac.id/index.php/ibda/article/view/35/13
  6. ^ a b c d e f g h i Sirajuddin Abbas 2011, hlm. 441.
  7. ^ a b Sirajuddin Abbas 2011, hlm. 442.
  8. ^ a b c d Sirajuddin Abbas 2011, hlm. 443.
  9. ^ a b c d e f g h i j k l Sirajuddin Abbas 2011, hlm. 444.

Daftar pustaka

sunting
Website
Sumber buku bacaan
  • Sirajuddin Abbas, K.H (2011). Ulama Syafi'i dan kitab-kitabnya dari abad ke abad. Jakarta, Indonesia: Pustaka Tarbiyah Baru. ISBN 978-979-26-4317-6. 

Pranala luar

sunting
Jabatan organisasi Islam
Didahului oleh:
Hasan Basri Maninjau
Ketua Umum PERTI
1938-1950
Diteruskan oleh:
Rusli Abdul Wahid