Sumarah
Bagian dari seri |
Agama di Jawa |
---|
Sumarah adalah salah satu cara atau metode untuk menuju ketenteraman lahir batin dengan sujud berserah diri secara totalitas kepada Tuhan Yang Maha Esa atau meditasi. Asal praktik sumarah dari Jawa. Praktik ini didasarkan pada pengembangan kepekaan dan penerimaan melalui relaksasi tubuh, perasaan dan pikiran. Tujuannya adalah untuk menciptakan ruang di dalam diri, batin dan kesunyian, yang diperlukan untuk mencapai kondisi tenteram-damai mewujudkan jati diri.
Sejarah
suntingPraktik sumarah diperkenalkan oleh seorang pria bernama Raden Ngabei Soekinohartono (Kino) yang tinggal di Wirobrajan, Yogyakarta. Suatu malam, pada tanggal 8 September 1935 beliau mendapatkan wahyu berupa cahaya, dan terjadi dialog yang diyakini oleh para warga Paguyuban Sumarah adalah Tuhan YMK, yang berisi ajaran-ajaran dari Sumarah. Dari wahyu itu, Kino mulai menyebarkan ajarannya kepada orang terdekat sejak tahun 1935 secara perlahan. Dia tidak berani secara blak-blakan membangun kelompok ini karena bisa saja diciduk Belanda.
Setelah Belanda akhirnya hengkang dari negeri ini, Kino dan beberapa pengikutnya mulai menyebarkan ajarannya ke luar Yogyakarta. Perlu dicatat di sini bahwa Paguyuban Sumarah berkembang sesuai dan mengikuti tuntunan atau petunjuk Tuhan. Hingga sekarang, penghayat dari Sumarah berjumlah 7.200 orang dan menyebar di banyak tempat di Pulau Jawa terutama Madiun dan Jawa Tengah seperti Semarang. Di manca negara sudah ada beberapa warga negara asing, di beberapa negara yang mempelajari metoda sumarah dan mengadakan pertemuan rutin untuk melakukan latihan sujud.
Ritual dan Kitab
suntingTidak ada ritual secara khusus yang dilakukan oleh penghayat Sumarah dalam menjalankan ibadah. Apabila umat Islam melakukan salat dan pemeluk Kristen pergi ke gereja, maka penghayat Sumarah akan melakukan sujud bersama-sama di sebuah sanggar yang dijadikan tempat ibadah dan juga pertemuan dengan para penghayat yang lebih banyak menutup diri.
Ibadah yang diajarkan dalam Sumarah hanyalah sujud. Meski demikian, ada beberapa tingkatan dari sujud yang dilakukan penghayat. Semakin tinggi tingkat kebatinan maka akan semakin mudah pula mendapatkan kekosongan pikiran yang merupakan jalan untuk berkomunikasi dengan Tuhan Yang Maha Esa. Sumarah tidak memiliki Kitab, namun pengurus organisasi Paguyuban Sumarah membuat sebuah panduan yang berisi pemikiran Kino dan penjabaran wahyunya.
Sumarah dan Pemeluk Agama
suntingMeski merupakan aliran yang mirip dengan agama, pemeluk Sumarah tidak mau menyebut aliran ini sebagai sebuah agama. Hal ini dilakukan karena ada juga penghayat dari Sumarah yang merupakan pemeluk agama dan tetap menjalankan dua ibadah itu secara bersama-sama tanpa adanya konflik, karena pada intinya sumarah adalah pasrah berserah diri sepenuhnya kepada Tuhan.
Kebanyakan para penghayat yang masih memiliki agama itu tertarik dengan ibadah dan juga cara mendekatkan diri kepada Tuhan dari Sumarah. Akhirnya mereka ikut melakukan ibadah dengan bersujud lalu mengosongkan pikiran agar bisa mencapai titik tertinggi dari sebuah spiritualitas.
Perlu dijelaskan dan ditegaskan di sini bahwa Sumarah adalah salah satu dari perwujudan Budaya Ketuhanan manusia Indonesia, khususnya Jawa. Sehingga secara konstitusi dan peraturan perundang-undangan yang berlaku, sumarah seperti juga berbagai aliran penghayat kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, secara nasional dibina, diawasi dan merupakan organisasi yang berada di bawah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia.
Penyebaran
suntingDalam Sumarah tidak dikenal yang namanya dakwah yang secara frontal dilakukan untuk merekrut anggota. Dalam perkembangannya sejak puluhan tahun silam, Sumarah hanya mengajarkan penghayatannya kepada orang-orang yang berminat, yang datang ke tempat latihan sujud warga sumarah, pada prinsipnya sumarah tidak mencari-merekrut anggota. Dengan cara seperti itu dimulailah persebaran Sumarah yang terjadi dengan cepat dan masih bisa bertahan hingga sekarang dengan segala keterbatasannya.
Sumarah tidak pernah memaksa orang untuk bergabung dengan ajarannya. Mereka bahkan membuka lebar kesempatan bagi siapa saja yang berasal dari agama, dan kelompok manapun untuk datang dan ikut bersujud dan melakukan ritual tanpa merusak keyakinan mereka. Inti dari ajaran ini adalah berfokus pada kerohanian dan meninggalkan perlahan-lahan nafsu dunia. Para warga sumarah meyakini bahwa hanya karena Tuhan lah yang menggerakkan seorang manusia untuk tertarik dan menekuni metoda Sumarah.
Daftar pustaka
suntingBuku
- Direktur Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa (2010). Ensiklopedia Kepercayaan terhadap Tuhan yang Maha Esa (PDF). Jakarta: Direktorat Jenderal Nilai Budaya, Seni, dan Film Direktorat Kepercayaan terhadap Tuhan yang Maha Esa.
- Endraswara, Suwardi (2015). Agama Jawa: Ajaran, Amalan, dan Asal-Usul Kejawen. Yogyakarta: Narasi-Lembu Jawa.
- Pamungkas, Ragil (2006). Lelaku dan Tirakat. Yogyakarta: Narasi.
Esai
- Endraswara, Suwardi (Maret 2011). "Klenikologi: World Charm and Fine Dissident Among Javanist Received by Trust" (PDF). Paper for International Seminar on Exploring Noble Values of Local Wisdom and Prime Javanese Culture to Strengthen the Nation Identity UNS Surakarta.
Jurnal
- Zuhdi, Muhammad Bayu; Kalangie, Daniel; Imawan, Satria Aji (Juni 2022). "Religious Freedom of Indigenous Beliefs in Yogyakarta, Indonesia". Jurnal Shahih. 7 (1). ISSN 2527-8126.