Mahkamah Agung Jepang

(Dialihkan dari Supreme court of Japan)

Pengadilan Tertinggi Jepang (最高裁判所 Saikō-Saibansho; disingkat dengan sebutan 最高裁 Saikō-Sai, atau dalam bahasa Inggris yaitu Supreme Court of Japan), terletak di kota Chiyoda, Tokyo. Pengadilan Tertinggi Jepang ini memiliki otoritas judisial tertinggi di Jepang untuk melaksanakan konstitusi Jepang dan memiliki wewenang untuk melakukan pengujian yudisial.

Infotaula de geografia políticaMahkamah Agung Jepang
mahkamah agung
Japanese state institution (en) Terjemahkan Edit nilai pada Wikidata

Tempat
NegaraJepang Edit nilai pada Wikidata
Geografi
Bagian dariSistem peradilan Jepang Edit nilai pada Wikidata
Sejarah
Didahului olehSupreme Court of Judicature of Japan (en) Terjemahkan Edit nilai pada Wikidata
Pembuatan3 Mei 1947 Edit nilai pada Wikidata
Lain-lain

Situs webLaman resmi

Sejarah

sunting

Pengadilan tertinggi pertama di Jepang dengan gaya barat adalah Supreme Court of Judicature (大審院 Dai-shin'in) yang dikelola oleh Menteri Hukum pada tahun 1875 . Badan peradilan ini memiliki 120 orang hakim yang terbagi dalam dua divisi yaitu sipil dan kriminal . Setiap panel majelis selalu terdiri dari lima orang hakim . Divisi peradilan kriminalnya adalah merupakan peradilan tingkat pertama bagi kejahatan-kejahatan terhadap kerajaan / Raja Jepang dan untuk kejahatan tingkat tinggi terhadap kepentingan umum.[butuh rujukan]

Undang-undang yang mengatur tentang badan peradilan ini dinyatakan tidak berlaku pada tahun 1947, dan sebagai gantinya dibentuklah Peradilan Tertinggi modern berdasarkan Konstitusi Jepang tahun 1946. Persidangan pertama dilakukan pada bulan Mei 1947 di sebuah gedung yang dahulu dikenal sebagai Privy Council yang terletak diperempatan Imperial Palace. Pada bulan September 1947, Peradilan Tertinggi Jepang ini pindah ke Tokyo District Court lalu kemudian ke Supreme Court of Judicature pada bulan Oktober 1949.[butuh rujukan]

Pada tahun 1974, Supreme Court pindah ke gedung yang ditempatinya hingga sekarang yang terletak di 4-2 Hayabusa-cho, Chiyoda, Tokyo. Bangunan tersebut dirancang oleh arsitek Shinichi Okada dan memenangkan penghargaan dari Institut Arsitektur Jepang untuk Rancang Bangun.[butuh rujukan]

Organisasi

sunting
 
Facade of the Supreme Court building

Berdasarkan konstitusi pasal 81 dikatakan bahwa " sebagai peradilan terakhir dengan kewenangan untuk memutuskan keabsahan hukum dari setiap hukum, aturan, regulasi, ataupun tindakan resmi". Supreme Court juga bertanggung jawab dalam mengangkat hakim pada peradilan dibawahnya, memutuskan prosedur judisial, meninjau sistem judisial Jepang, termasuk segala suatu aktivitas dari jaksa penuntut umum dan menjatuhkan hukuman disiplin terhadap hakim dan perangkat hukum lainnya. Untuk persidangan perkara konstitusional maka majelis yang berwenang adalah majelis besar yang terdiri dari 15 orang hakim. Badan peradilan ini juga memiliki 20 panitera yang berfungsi sebagaimana fungsi panitera pada badan peradilan tinggi Amerika.

Hakim Ketua yang mengepalai badan peradilan tertinggi ini dipilih oleh kabinet (Perdana Menteri) dan diangkat oleh Raja. Wakil Ketua diangkat oleh Kabinet.

Peninjauan judisial

sunting

Supreme Court adalah merupakan satu-satunya badan peradilan yang berwenang untuk melakukan peninjauan atas keabsahan hukum, walaupun badan peradilan dibawahnya juga memiliki kewenangan dalam menginterpretasikan konstitusi.[1] Supreme Court hanya melakukan peninjauan judisial apabila terjadi sengketa sungguh-sungguh antara pihak-pihak dan tidak menerima pengajuan peninjauan keabsahan hukum yang diajukan oleh pemerintah.[2]

Supreme Court pada umumnya enggan untuk melaksanakan kewenangannya dalam melakukan peninjauan judisial yang diberikan kepadanya oleh konstitusi oleh karena keengganannya untuk terlibat di dalam masalah politik yang sensitif.[3]

Pranala luar

sunting

Catatan kaki

sunting
  1. ^ Food Staple Management Law Constitutionality Case, 4 Minshu 73 (1950).
  2. ^ National Police Reserve Constitutionality Case, 6 Minshu 783 (1952).
  3. ^ Herbert F. Bolz, "Judicial Review in Japan: The Strategy of Restraint," Hastings International and Comparative Law Review 4:87 (1980).