Dioda pemancar cahaya organik

(Dialihkan dari TV OLED)

Dioda pemancar cahaya organik (bahasa Inggris: Organic light-emitting diode; disingkat OLED) atau dioda cahaya organik adalah sebuah semikonduktor sebagai pemancar cahaya yang terbuat dari lapisan organik. OLED digunakan dalam teknologi elektroluminensi, seperti pada aplikasi tampilan layar atau sensor. Teknologi ini terkenal fleksibel dengan ketipisannya yang mencapai kurang dari 1 mm.

Tampilan Layar OLED

Latar Belakang

sunting

Teknologi OLED ditemukan oleh ilmuwan Perusahaan Eastman Kodak, Dr. Ching W. Tang pada tahun 1979. Riset di Indonesia mengenai teknologi ini dimulai pada tahun 2005. OLED diciptakan sebagai teknologi aternatif yang mampu mengungguli generasi tampilan layar sebelumnya, tampilan kristal cair (Liquid Crystal Display atau LCD). OLED terus dikembangkan dan diaplikasikan ke dalam peranti teknologi tampilan.

Perbedaan Teknologi Layar TV CRT, DLP, Plasma, LCD, OLED

sunting

Salah satu teknologi yang banyak menarik perhatian pada TV adalah tentu saja layar. Namun, kebanyakan orang juga banyak yang belum mengetahui mengenai perbedaan berbagai jenis layar yang sudah diterapkan pada televisi dari akhir abad ke-20 sampai abad ke-21 ini. Jenis-jenis teknologi layar tersebut antara lain adalah CRT, DLP, Plasma, LCD, dan OLED

Teknologi Layar CRT (Cathode Ray Tube)

Walaupun mungkin saat ini anda akan kesulitan untuk mencari jenis TV ini di toko-toko besar, namun pada skala rumahan, rata-rata masih banyak yang menggunakan TV dengan teknologi ini. Cara kerja TV ini adalah dengan menggunakan sinar elektron yang memindai baris posfor secara baris demi baris untuk menghasilkan gambar.

Berkas atau sinar elektron berasal dari leher tabung gambar, yang pada dasarnya berupa tabung besar. Berkas sinar tersebut dibelokkan secara terus-menerus sehingga bergerak melintasi baris-baris posfor secara berurutan. Tergantung pada jenis signal, baris-baris posfor ini dapat dipindai secara bergantian yang disebut dengan scanning interlaced atau berurutan, yang juga disebut sebagai progressive scan.

Teknologi Layar DLP

Teknologi lainnya yang pernah digunakan adalah DLP atau Digital Light Processing, yang diciptakan, dikembangkan, dan lisesensi dari Texas Instruments. Walaupun teknologi ini sudah tidak lagi digunakan pada TV sejak akhir tahun 2012, teknologi DLP nyatanya tetap hidup dan bertahan pada proyektor video. Kunci dari DLP adalah DMD atau Digital Micro-mirror Device. Di mana setiap chip terbuat dari cermin kecil yang dimiringkan. Ini artinya setiap pixel dari chip DMD adalah pantulan dari cermin. Gambar video ditampilkan pada chip DMD.

Cermin-cermin mikro pada chip kemudian akan miring dengan sangat cepat saat pergantian gambar. Proses ini menghasilkan pondasi abu-abu untuk gambar. Kemudian warna ditambahkan sebagai cahaya yang melewati roda warna berkecepatan tinggi dan dipantulkan pada cermin mikro pada chip DLP yang bergerak miring menuju atau menjauh dari sumber cahaya. Derajat kemiringan masing-masing cermin mikro ditambah dengan roda warna berkecepatan tinggi yang berputar akan menentukan struktur warna gambar yang diproyeksikan. Cahaya yang diperkuat akan memantul dari cermin mikro, kemudian dikirim melalui lensa dan dipantulkan dari cermin tunggal yang besar selanjutnya menuju ke layar.

Teknologi Layar Plasma

Plasma TV adalah TV pertama yang memiliki layar tipis dan datar atau juga bisa dipasang "hang on wall'. Telah digunakan sejak awal tahun 2000-an, namun manufaktur pembuatnya terakhir yaitu Samsung, Panasonic, dan LG menghentikan pembuatannya pada akhir 2014 untuk digunakan konsumen umum. TV Plasma menggunakan teknologi yang menarik. Serupa dengan tekologi CRT, TV Plasma menghasilkan gambar dengan dengan pencahayaan posfor.

Namun, posfor tersebut tidak diterangi oleh pemindaian cahaya elektron. Sebaliknya, posfor tersebut diterangi oleh gas super panas (serupa dengan cahaya lampu fluorosensi). Semua elemen gambar posfor (pixel) dapat menyala sekaligus, daripada harus dipindai oleh sinar elektron seperti pada teknologi CRT. Oleh karena itu tabung elektron tidak diperlukan, dan dihilangkan, sehingga menghasilkan bentuk yang tipis.

Teknologi Layar LCD (Liquid Color Display)

Kemajuan teknologi lainnya menghadirkan TV LCD. Dengan bentuk tipis, gambar pada TV ini juga tdak dipindai oleh sinar elektron. Elemen gambar (pixel) dari TV ini hanya dimatikan atau diatur pada refresh rate tertentu. Dengan kata lain, setiap gambar akan ditampilkan sekaligus dalam 24, 30,60 atau 120 detik. Hal yang perlu diingat adalah refreh rate itu tidak sama dengan frame rate. Pada saat ini para engineer telah dapat membuat refresh rate pada 24, 25, 30, 50, 60, 72, 100, 120, 240 dan 480 (sejauh ini). Bgaimanapun juga, refresh rate yang umumnya digunakan pada TV LCD adalah 60 atau 120.

Pixel LCD tidak menghasilkan cahaya sendiri. Agar dapat menghasilkan gambar, maka TV LCD harus memiliki apa yang disebut dengan backlit. Dalam kebanyakan kasus, backlight ini adalah konstan. Apa yang terjadi dalam proses ini adalah pixel dengan sangat cepat menyala atau mati tergantung dari kebutuhan gambar. Jika pixel dalam keadaan off, maka cahaya backlit tidak akan lewat, namun ketika pixel ini dalam keadaan on, maka backlit akan melewatinya. Penting juga diketahui, bahwa ada teknologi backlit baru, yang dapat meningkatkan proses on/off pixel tersebut. seperti Global Dimming dan Local Dimming. Teknologi dimming atau peredupan ini melibatkan backlight berbasis LED baik itu secara full array maupun dengan sistem edge light.

Teknologi Layar OLED

OLED adalah teknologi TV terbaru yang tersedia untuk konsumen saat ini. Pada awalnya diterapkan pada ponsel, tablet dan aplikasi layar kecil lainnya. Namun, mulai tahun 2013 mulai diterapkan pada TV layar besar komersil. OLED adalah kependekan Organic Lighting Emitting Diode. Untuk memudahkan pemahaman, layar OLED merupakan elemen berbasis pixel organik dengan ukuran tertentu. OLED ini memiliki beberapa karakteristik dari TV LCD dan Plasma.

Persamaan OLED dengan LCD adalah OLED dapat diletakkan pada lapisan yang sangat tipis, sehingga memungkinkan desain bingkai TV yang tipis dan juga hemat energi. Namun, seperti pada TV LCD, OLED juga memiliki beresiko terkena dead pixel. Persamaan dengan TV Plasma adalah OLED bahwa pixelnya self-emitting (tidak memerlukan backlight, edge light, atau local dimming / peredupan yang diperlukan). Level sangat hitam dapat dihasilkan (pada kenyataannya OLED dapat menghasilkan hitam absolut), menyediakan sudut pandang lebar yang tidak terdistorsi, merespon dengan baik dalam gerakan halus. Bagaimanapun, seperti pada TV Plasma, OLED ini beresiko terkena burn-in.

OLED merupakan teknologi yang menghasilkan gambar terbaik saat ini. Karakteristik fisik lainnya yang mengagumkan adalah teknologi ini memiliki panel yang sangat tipis sehingga fleksibel, sehingga beberapa manufaktur membuat TV layar melengkung (Catatan : Beberapa TV LCD juga telah dibuat dengan layar meengkung). Teknologi OLED ini dapat diimplementasikan dengan berbagai jalan untuk TV. Misalnya LG melakukan proses yang dikenal dengan WRGB dengan mengkombinasikan self-emitting pixel OLED dengan filter warna Red, Green, dan Blue (RGB). Sementara itu, Samsung melakukan proses pada sub-pixel Red, Green, dan Blue tanpa adanya penambahan filter warna. Proses yang dilakukan LG bertujuan agar membatasi pengaruh dini degradasi warna biru yang tampaknya terjadi dengan Blue pixel self-emitting OLED.

Teknologi OLED

sunting

OLED merupakan peranti penting dalam teknologi elektroluminensi. Teknologi tersebut memiliki dasar konsep pancaran cahaya yang dihasilkan oleh peranti akibat adanya medan listrik yang diberikan. Teknologi OLED dikembangkan untuk memperoleh tampilan yang luas, fleksibel, murah dan dapat digunakan sebagai layar yang efisien untuk berbagai keperluan layar tampilan.

Jumlah warna dari cahaya yang dipancarkan oleh peranti OLED berkembang dari satu warna menjadi multi-warna. Fenomena ini diperoleh dengan membuat variasi tegangan listrik yang diberikan kepada peranti OLED sehingga peranti tersebut memiliki prospek untuk menjadi peranti alternatif seperti teknologi tampilan layar datar berdasarkan kristal cair.

Struktur lapisan

sunting

Struktur OLED terdiri atas lapisan kaca terbuat dari oksida timah-indium yang berfungsi sebagai elektrode positif atau anode, lapisan organik dari diamine aromatik dengan ketebalan 750 nm, lapisan pemancar cahaya yang terbuat dari senyawa metal kompleks misalnya 8-hydroxyquinoline aluminium, dan lapisan elektrode negatif atau katode terbuat dari campuran logam magnesium dan perak dengan perbandingan atom 10:1. Konstruksi keseluruhan lapisan tidak lebih dari 500 nm, artinya OLED sama tipis dengan selembar kertas.

Desain peranti

sunting

Bagian penting dari peranti OLED adalah lapisan elektrode dan lapisan tipis yang terdiri dari molekul-molekul organik sebagai pemancar cahaya dimana keduanya disusun bertumpuk. Lapisan organik dapat dimendapkan dengan teknik yang relatif sederhana yaitu pelapisan memutar (spin coating) sedangkan lapisan elektrode dimendapkan menggunakan teknik penguapan (evaporation). Lapisan elektrode dibuat dari bahan logam transparan atau semi-transparan seperti Indium Tin Oxide (ITO) atau aluminium (Al). Sifat transparan memungkinkan cahaya yang terpancar dari struktur peranti keluar secara optimal.

Mekanisme kerja

sunting

Mekanisme kerja OLED yaitu jika pada elektrode diberikan medan listrik, fungsi kerja katode akan turun dan membuat elektron-elektron bergerak dari katode menuju pita konduksi di lapisan organik. Keadaan ini mengakibatkan munculnya lubang (hole) di pita valensi. Anode akan mendorong lubang untuk bergerak menuju pita valensi bahan organik. Keadaan ini mengakibatkan terjadinya proses rekombinasi elektron dan lubang di dalam lapisan organik dimana elektron akan turun dan bersatu dengan lubang lalu memberikan kelebihan energi dalam bentuk foton cahaya dengan panjang gelombang tertentu. Pada akhirnya akan diperoleh satu jenis pancaran cahaya dengan panjang gelombang tertentu bergantung pada jenis bahan pemancar cahaya yang digunakan.

Aplikasi

sunting

Pengembangan teknologi OLED di Indonesia tepat dengan realitas yang ada yaitu pengembangan teknologi yang disesuaikan dengan kemampuan anggaran yang terbatas dengan upaya memperoleh hasil yang optimal. Teknologi OLED sebagai layar alternatif dijadikan sebagai bentuk upaya untuk mengejar tertinggalnya teknologi yang ada agar tidak semakin jauh sehingga dapat mengurangi ketergantungan penggunaan produk teknologi dari negara industri maju.

Di Indonesia, beberapa teknologi layar tampilan dengan teknologi OLED sudah masuk ke pasar, mulai dari alat penerangan, alat konsumsi rumah tangga seperti televisi, gadget seperti telepon genggam, papan ketik (keyboard), kamera digital, jam tangan digital, komputer jinjing (laptop), layar komputer, sampai pada alat informasi seperti layar pengumuman di pasar swalayan, bandara, hotel atau rumah sakit.

Alat penerangan

sunting

Teknologi OLED dalam bentuk alat penerangan seperti senter dapat ditemukan di kota-kota besar di Indonesia. Cahaya yang dihasilkan tidak seterang jenis lampu halogen tetapi senter tersebut hemat energi sehingga baterai yang digunakan dapat bertahan lebih lama.

Telepon genggam

sunting

Nokia 8800 sapphire arte adalah salah satu telepon genggam yang mengadopsi peranti layar OLED dan telah dipasarkan di Indonesia. Ukuran layar yang cukup lebar yaitu 240 x 320 piksel didukung teknologi OLED 16 juta warna membuat gambar atau hasil foto yang dihasilkannya sangat jernih dan seindah warna aslinya.

Papan ketik

sunting

Papan ketik dengan layar OLED di permukaannya sehingga dapat menampilkan sebuah huruf atau ikon yang seolah-olah tercetak di atas tombol papan ketik. Model papan ketik yang sudah ditawarkan di Indonesia yaitu model Optimus dan Mini 3.

Jam tangan digital

sunting

Layar OLED 1.8 inchi digunakan pada jam tangan digital yang dipasarkan oleh Gubrak.com Indonesia. Produk ini dilengkapi dengan pemutar MP4 (MP4 player), memiliki 7 EQ mode untuk memaksimalkan suara musik, rekaman suara, menampilkan gambar dalam format JPEG atau GIF, dan menonton film.

Kelebihan

sunting

Kehadiran teknologi OLED dengan proses pembuatannya yang unik menggeser posisi teknologi LCD.

  • Tampilan OLED baru dan menarik. Layar terbuat dari gabungan warna dalam kaca transparan sangat tipis sehingga ringan dan fleksibel.
  • Kemampuan OLED untuk beroperasi sebagai sumber cahaya yang menghasilkan cahaya putih terang saat dihubungkan dengan sumber listrik.
  • Konsumsi daya listrik yang rendah dan terbuat dari bahan organik menjadikan OLED sebagai teknologi ramah lingkungan.
  • Biaya operasional yang relatif rendah dan proses perakitan yang relatif sederhana dibandingkan LCD. OLED dapat dicetak ke atas substrat yang sesuai dengan menggunakan teknologi pencetak tinta semprot (inkjet printer).
  • Memiliki jangkauan wilayah warna, tingkat terang, dan tampilan sudut pandang yang sangat luas. Piksel OLED memancarkan cahaya secara langsung sedangkan LCD menggunakan teknologi cahaya belakang (backlight) sehingga tidak memancarkan warna yang sebenarnya.
  • OLED memiliki waktu reaksi yang lebih cepat. Layar LCD memiliki waktu reaksi 8-12 milisekon, sedangkan OLED hanya kurang dari 0.01 ms.
  • OLED dapat dioperasikan dalam batasan suhu yang lebih lebar.

Kekurangan

sunting

Teknologi OLED di Indonesia pada umumnya masih terbatasi oleh beberapa faktor sehingga harus dikembangkan lebih lanjut.

  • Masalah teknis OLED yaitu masa bertahan bahan organik yang terbatas, sekitar 14.000 jam dibandingkan layar datar lain yang bisa mencapai 60.000 jam atau bahkan 100.000 jam. Pada tahun 2007, masa bertahan OLED dikembangkan menjadi 198.000 jam.
  • Kelembaban dapat memperpendek umur OLED. Bahan kandungan organik di dalam OLED dapat rusak jika terkena air.
  • Pengembangan proses segel (improved sealing process) dalam praktik pembuatan OLED dapat membatasi masa bertahan tampilan.
  • Dalam peranti OLED multi-warna yang ada sekarang, intensitas cahaya yang dihasilkan untuk warna tertentu belum cukup terang.
  • Harga produk yang cenderung mahal sehingga masih belum terjangkau oleh kalangan umum.

Pranala luar

sunting

Referensi

sunting
  • Shinar, Joseph (Eds.), Organic Light-Emitting Devices: A Survey, NY: Springer-Verlag, 2004.
  • Nalwa, Hari Singh (Eds.), Handbook of Luminescence, Display Materials and Devices, vol. 1: Organic Light-Emitting Diodes, American Scientific Publishers, Los Angeles 2003.
  • Brauman, J.I. & Szuromi, P, Science, vol. 273, 16 Agustus 1996, hal. 878.
  • R. H. Friend, R. W. Gymer, A. B. Holmes, J. H. Burroughes, R. N. Marks, C. Taliani, D. D. C. Bradley, D. A. Dos Santos, J. L. Bredas, M. Logdlund, W. R. Salaneck, Electroluminescence in Conjugated Polymers, Nature 1999, hal. 121, 397.