Sintren

salah satu tarian di Indonesia
(Dialihkan dari Tari Sintren)

Sintren atau Lais[1][2][3]) adalah kesenian tari tradisional masyarakat suku Jawa. Kesenian ini terkenal di pesisir utara Jawa Barat dan Jawa Tengah seperti Cirebon, Indramayu, Subang utara, Majalengka utara, Brebes, Pemalang, Tegal, Pekalongan dan bagian barat Kendal terutama Weleri, Kesenian Sintren dikenal sebagai tarian dengan aroma mistis/magis yang bersumber dari cerita cinta kasih Sulasih dengan Sulandono yang berasal dari Kendal, Jawa Tengah.

Kesenian tradisional suku Jawa

Toponim

sunting

Kata "sintrèn" berasal dari dua suku kata dalam bahasa Jawa, yaitu "si" ungkapan panggilan yang berarti dia, dan “tren” berasal dari kata tri atau putri. Jadi, sintren memiliki arti si putri, yang dalam konteks tarian merujuk pada si penari. Selain itu, nama "sintren" juga diambil dari kata "sindir" dan "tetarèn", yang berarti menyindir suatu pihak melalui tari-tarian.

Sejarah

sunting

Kesenian Sintren berasal dari kisah Sulandono sebagai putra Ki Bahurekso Bupati Kendal yang pertama, hasil perkawinannya dengan Dewi Rantamsari yang dijuluki Dewi Lanjar. Raden Sulandono memadu kasih dengan Sulasih seorang putri dari Desa Kalisalak, namun hubungan asmara tersebut tidak mendapat restu dari Ki Bahurekso, akhirnya R. Sulandono pergi bertapa dan Sulasih memilih menjadi penari.[4]

Pertemuan tersebut diatur oleh Dewi Rantamsari yang memasukkan roh bidadari ke tubuh Sulasih, pada saat itu pula R. Sulandono yang sedang bertapa dipanggil oleh roh ibunya untuk menemui Sulasih dan terjadilah pertemuan di antara Sulasih dan R. Sulandono. Sejak saat itulah setiap diadakan pertunjukan sintren sang penari pasti dimasuki roh bidadari oleh pawangnya, dengan catatan bahwa hal tersebut dilakukan apabila sang penari masih dalam keadaan suci (perawan). sintren jg mempunyai keunikan tersendiri yaitu terlihat dari panggung alat-alat musiknya yang terbuat dari tembikar atau gembyung dan kipas dari bambu yang ketika ditabuh dengan cara tertentu menimbulkan suara yang khas.[5]

Bentuk pertunjukan

sunting

Sintren diperankan seorang gadis yang masih suci, dibantu oleh pawang dengan diiringi gending 6 orang. Gadis tersebut dimasukkan ke dalam kurungan ayam yang berselebung kain. Pawang/dalang kemudian berjalan memutari kurungan ayam itu sembari merapalkan mantra memanggil ruh Dewi Lanjar. Jika pemanggilan ruh Dewi Lanjar berhasil, maka ketika kurungan dibuka, sang gadis tersebut sudah terlepas dari ikatan dan berdandan cantik, lalu menari diiringi gending.

Referensi

sunting
  1. ^ sintrèn : KN. besoesd; gebiologeerd BG. 19; benaming van een spel met biologie, o. a. éen, waarbij een jongen of meisje onder een mand gezet wordt, daar men omheen zingt en muziek maakt, totdat die er onder zit, als besoesd oprijst, op de maat van de muziek gaat dansen, en eindelijk in slaap valt (zie verder Wk.). gawe °, sintrèn, maken, biologeeren KB. 45, zie lais. sasintrèn, samen sintrèn, spelen Rs. 225. Sumber: Javaansch-Nederlandsch Handwoordenboek, Gericke en Roorda, 1901, #918.
  2. ^ lais : KN. volg. Rh. gebiologeerd v. e. jongen; zie sintrèn. Sumber: Javaansch-Nederlandsch Handwoordenboek, Gericke en Roorda, 1901, #918.
  3. ^ sintrèn (sintrEn) : êngg. kn. bngs. sulapan, janturan. Sumber: Bausastra Jawa, Poerwadarminta, 1939, #75.
  4. ^ Kesenian Sintren[1]
  5. ^ Sejarah Sintren atau Lais[2]

Lihat pula

sunting