Lengger
Lengger atau disebut juga ronggeng adalah kesenian asli Banyumas berupa tari tradisional yang dimainkan oleh 2 sampai 4 orang pria serupa wanita yang didandani dengan pakaian khas. Kesenian lengger Banyumasan ini diiringi oleh musik calung, gamelan yang terbuat dari bambu. Nama tarian ini pernah disebut dalam novel trilogi Ronggeng dukuh Paruk karya sastrawan Ahmad Tohari.
Lengger, berasal dari kata eling ngger.[1] Ada juga yang menyebut "lengger" berarti "le" dari "thole"(lelaki) dan "ngger" (perempuan) sapaan untuk anak perempuan. Di Banyumas kata "lengger" sering menjadi istilah umum sehingga orang sering berkata :"Lengger lanang" (Lengger lelaki) dan "Lenggger wadhon" (Lengger perempuan). Istilah itu akhirnya menjadi salah kaprah.[2]
Tarian ini memberikan nasihat dan pesan kepada setiap orang untuk dapat bersikap mengajak dan membela kebenaran dan menyingkirkan kejelekan. Tarian ini dirintis di Dusun Giyanti oleh tokoh kesenian dari desa Kecis, Kecamatan Selomerto, kabupaten Wonosobo. yaitu Bapa Gondowinangun antara tahun 1910. Selanjutnya antara tahun 1960-an, tarian ini dikembangkan oleh Ki Hadi Soewarno.
Ciri khas
suntingUntuk dandanan rambut dibuat model kode yang dihias dengan bunga melati dan kanthil dan beberapa hiasan berwarna perak atau emas di ujung atas yang akan ikut bergoyang seiring gerakan sang lengger. Tubuh sang penari lengger dibalut dengan kemben yang terbuat dari jarit (kain batik) dan stagen dibagian tinggang serta dilengkapi pula dengan sampur (selendang yang dipakai lengger untuk menari). Sampur biasanya digunakan penari lengger untuk menarik salah seorang penonton. Penonton yang mendapat kalungan sampur ini mendapat kesempatan untuk menari bersama sang penari lengger. Gerakan tari lengger didominasi oleh gerakan pinggul sehingga terlihat menggemaskan mengikuti irama khas Banyumasan yang lincah dan dinamis.
Kesenian lengger Banyumasan ini diiringi oleh music gamelan tradisional yang disebut dengan calung. Alat musik utama gamelan calung terbuat dari bambu wulung (ungu kehitaman), kenong, gambang, gong, kedang dan beberapa alat musik tradisional lainnya. Sementara sinden yang bertugas sebagai penyanyi menyanyi lagu dengan merdu dari sisi dimana gamelan ditempatkan. Saat ini pertunjukkan lengger Banyumasan sudah jarang dijumpai. Bahkan beberapa agen wisata membuat sebuah trip tema budaya Mencari jejak lengger terakhir. Untuk waktu-waktu tertentu lokawisata Baturraden masih menggelar pertunjukan tari lengger.[4][5]
Tari topeng Lénggér dipentaskan oleh dua orang, laki-laki dan perempuan, laki-laki memakai topeng dan perempuan mengenakan baju tradisional.Mereka menari antara 10 menit dalam setiap babak. Di iringi alunan musik gambang, saron, kendang, gong, dan lainnya.[1] Penari perempuan didandani seperti putri keraton jawa zaman dahulu dengan menggunakan kemben dan selendang. Penari laki-laki tampil menggunakan topeng.[6]
Keistimewaan
suntingTari topeng Lénggér disebut juga tayub topeng. Tarian Lengger ini memang turunan dari tari tayub, yang variasinya berkembang dan tersebar di tanah jawa. Akan tetapi ada perbedaan antara tari topeng Lénggér dan tari Tayub. Untuk menarikan tayub harus perempuan yang masih perawan akan tetapi Lénggér bisa ditarikan oleh perempuan maupun laki-laki.[6]
Lihat pula
suntingReferensi
sunting- ^ a b "Salinan arsip". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2014-03-10. Diakses tanggal 2020-11-11.
- ^ Mertadiwangsa, S.Adisarwono (2013). Banjarnegara, Sejarah dan Babadnya, Objek Wisata dan Budaya. Banjarnegara: Pemerintah Daerah banjarnegara. hlm. 362. ISBN 978-602-991-8-32-8.
- ^ Akbar, Syahrul (2019-09-03). "WISUDA LENGGER GIYANTI SEBAGAI DAYA TARIK WISATA DI KABUPATEN WONOSOBO". Tornare. 1 (1): 22. doi:10.24198/tornare.v1i1.25364. ISSN 2715-8004.
- ^ qurray-yoeneducation diakses 20 Februari 2015
- ^ Kebumen Indah diakses 20 Februari 2015
- ^ a b "Salinan arsip". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2016-03-04. Diakses tanggal 2020-11-11.