Teologi feminis
Teologi feminis adalah gerakan teologi yang bersama-sama melakukan perubahan ke arah yang lebih baik dalam hal keadilan sosial bagi perempuan.[1] Teologi feminis berusaha untuk melihat kekayaan dan keterbatasan dari Alkitab dan literatur Kristen, serta berusaha untuk memberikan perubahan pemikiran, baik di Gereja maupun dalam institusi akademis.[1] Ide pokok dalam teologi feminis adalah keberatan terhadap tradisi kekristenan tentang hubungan antara perempuan dengan keilahian.[1] Teolog-teolog feminis berpendapat bahwa perempuan dapat menggambarkan Allah, baik secara penuh maupun terbatas, sama seperti Allah yang digambarkan melalui laki-laki.[1]
Aliran
sunting- Revolusioner
- Aliran Revolusioner adalah aliran yang memandang tradisi telah didominasi oleh kaum laki-laki dan menyatakan bahwa tradisi tidak dapat memberikan harapan perbaikan.[2]
- Reformis
- Aliran Reformnis adalah aliran yang walau memandang tradisi telah didominasi oleh kaum laki-laki, tetapi masih melihat adanya harapan bahwa tradisi kristen dapat diubah, sebab tradisi juga mengandung unsur-unsur pembebasan yang kuat.[2]
Latar Belakang
suntingWanita dianggap sebagai hak milik, objek, bahkan polusi yang membahayakan. Pandangan ini diangkat karena pada masa penciptaan yang menyebabkan manusia jatuh kedalam dosa ialah wanita, sehingga muncul pandangan bahwa wanita bukanlah gambaran Allah sehingga wanita dilarang untuk menjadi pemimpin, penghotbah dan pengajar dalam ibadah pelayanan gereja. Bapa-bapa gereja dipengaruhi dengan perkataan Paulus di 1 Korintus 14:34–35 dan 1 Timotius 2:12–1 yang melarang wanita untuk berbicara dan mengajar dalam pertemuan-pertemuan jemaat. Sehingga sudah barang tentu wanita hampir-hampir tidak mempunyai peran dalam gereja dan wanita dianggap di bawah dominasi pria hingga berlanjut sampai abad-abad berikutnya.
Tokoh
suntingTeolog-teolog feminis memberikan kontribusi yang sangat besar terhadap perkembangan doktrin gereja. [1] Rosemary Radford Reuther, memahami bahwa Kristus dapat menyelamatkan baik laki-laki maupun perempuan.[1] Elizabeth Johnson, melakukan revitalisasi terhadap doktrin trinitas dan teologi feminis ekumenis.[1]