Teologi alam adalah sebuah pandangan teologi di mana kebenaran relijius dicari dengan penggunaan nalar dan pengetahuan tentang alam, ketimbang mengikuti apa yang diklaim sebagai wahyu-wahyu Ilahi. Maka, teologi ini dibedakan dari "teologi wahyu" (atau "agama wahyu") yang didasarkan pada kitab suci dan pengalaman religius, serta "teologi transendental", yaitu teologi yang didasarkan pada penalaran "a priori".

Marcus Terentius Varro (116–27 SM) dalam karyanya (yang telah hilang) Antiquitates rerum humanarum et divinarum mengungkapkan tiga jenis teologi: teologi sipil (theologia civilis), alam (theologia naturalis) dan mitos (theologia mythica). Yang menjadi teolog dalam teologi sipil adalah "rakyat" yang bertanya bagaimana tuhan terlibat dalam kehidupan sehari-hari (kultus kekaisaran). Teolog dalam bidang teologi alam adalah para filsuf, yang ingin mengetahui sifat dasar tuhan, sementara teolog dalam bidang teologi mitos adalah para penyair yang membuat mitologi. Terminologi ini memasuki tradisi stoisisme dan digunakan oleh Agustinus dari Hippo.

Maka, teologi alam adalah bagian dari filsafat alam yang berupaya mendeskripsikan sifat dasar tuhan secara filosofis tanpa melibatkan wahyu. Dalam monoteisme, mereka berupaya mendukung atau menentang keberadaan atribut atau non-atribut tuhan, terutama terkait dengan keberadaannya. Fisiko-teologi adalah istilah yang digunakan untuk teologi yang didasarkan pada isi dunia alam, terutama terkait dengan "rancangan" yang digunakan untuk merumuskan argumen dari rancangan untuk mendukung keberadaan Tuhan.[1]

Catatan kaki sunting

Pranala luar sunting