Terban, Jekulo, Kudus

desa di Kecamatan Jekulo, Kudus

Terban adalah desa di Kecamatan Jekulo, Kudus, Jawa Tengah, Indonesia.

Terban
Negara Indonesia
ProvinsiJawa Tengah
KabupatenKudus
KecamatanJekulo
Kode pos
59382
Kode Kemendagri33.19.06.2006
Luas720.250 Ha
Jumlah penduduk7.335
Kepadatan-

Keadaan Geografis (Topografi) sunting

Letak Geografis letak Desa Terban berada di Lereng bukit Patiayam. 12 Km ke timur dari pusat pemerintahan Kabupaten Kudus atau kurang lebih 30 menit perjalanan. Sedangkan dari Pusat Pemerintahan Kecamatan kurang lebih beIjarak 3 (tiga) KM, dan dengan batas – batas wilayah sebagai berikut:

Luas Wilayah sunting

  • Wilayah Desa Terban seluas: 720.250 Ha yang terdiri dari:
  • Tanah Sawah: 157.570, Ha Tanah Kering (Pemukiman): 287.860; Ha
  • – Hutan Negara: 256.670, Ha
  • – Lainnya: 18. 700, Ha

Pembagian Wilayah Desa sunting

Desa Terban dibagi atas 4 kepala dusun yang terdiri dari 35 Rt, dan 9 Rw, dengan rincian sebagai berikut:

  • Dusun I (satu) meliputi wilayah Watuputih dan Ketileng sebanyak 7 Rt, dan 2 Rw.
  • Dusun II meliputi wilayah Kancilan dan Ngrangit sebanyak 12 Rt dan 3 Rw.
  • Dusun III meliputi wilyah Terban Utara dan Terban Selatan sebanyak 10 Rt dan 2 Rw
  • Dusun IV meliputi wilayah Perumahan dan Kaliseger sebanyak 6 Rt dan 2 Rw

Situs Patiayam sunting

Patiayam merupakan salah satu tempat yang mengandung fosil di Indonesia. Lokasi Patiayam terletak di Sekilas Patiayam

Patiayam merupakan salah satu tempat yang mengandung fosil di Indonesia. Lokasi Patiayam terletak di Desa Terban. Banyak potensi yang dimiliki oleh patiayam sebagai objek wisata edukasi. Kekayaan kandungan fosil dan keindahan alam yang dimiliki menjadi daya tarik utama dari kawasan situs patiayam. Banyak potensi yang dimiliki oleh patiayam sebagai objek wisata edukasi. Kekayaan kandungan fosil dan keindahan alam yang dimiliki menjadi daya tarik utama dari kawasan situs patiayam. Di desa terban pada saat ini terdapat tempat penyimpanan fosil yang ditemukan oleh warga. Tempat tersebut selain berfungsi sebagai tempat untuk menyimpan fosil-fosil yang ditemukan oleh warga,juga sebagai tempat perawatan,sekaligus tempat kunjungan bagi wisatawan yang berkunjung ke kawasan situs patiayam. Museum patiayam ini menjadi bagian dari kawasan situs patiayam.

Menurut penelitian paleontologi vertebrata, Bukit Patiayam adalah bukit yang secara morfologi merupakan sebuah kubah (dome) dengan ketinggian 350 meter di atas permukaan laut. Di bukit ini terdapat batuan berumur plestosen yang mengandung fosil vertebrata dan manusia purba homo erectus. Fauna vertebrata dan manusia purba plestosen sampai di Indonesia setelah mengalami migrasi dari Afrika, melalui daratan Asia pada masa glasial dan interglasial. Saat itu permukaan laut meningkat tajam sehingga menenggelamkan sebagian wilayah Indonesia.

Padahal, pada tahun 1979, Dr Yahdi Yaim dari Geologi Institut Teknologi Bandung (ITB), telah menemukan sebuah gigi pra-geraham bawah dan tujuh pecahan tengkorak manusia.

Lalu ditemukan pula sejumlah tulang belulang binatang purba, seperti Stegodon trigono chepalus (sejenis gajah purba), Elephas sp (juga jenis gajah), Cervus zwaani dan Cervus lydekkeri Martin (sejenis rusa), Rhinoceros sondaicus (badak), Sus brachygnatus Dubris (babi), Felis sp (macan), Bos bubalus palaeoharabau (kerbau), Bos banteng paleosondicus (banteng), dan Crocodilus sp (buaya). Semua itu ditemukan dalam lapisan batu pasir tufoan (Tuffaceous sandstones).

Menurut Prof Dr Sartono dan kawan-kawan, temuan tersebut merupakan jenis litologi dari formasi Slumprit (bagian dari Bukit Patiayam) yang terbentuk pada Kala Plestosan Bawah. Atas dasar itulah, umur fosil yang ditemukan Yahdi antara 1 juta hingga 700.000 tahun lalu.

Selain itu, tim juga menemukan fosil kepala dan tanduk kerbau, dua gigi babi, banteng, kambing, rusa, badak, buaya, dan kura-kura. Dengan ditemukannya fosil-fosil itu, tim peneliti menyimpulkan Bukit Patiayam semula merupakan sebuah sungai dengan lebar 50 meter hingga 200 meter, sedikit rawa dan padang rumput (Kompas, 6 April 1981).

Setahun kemudian, tepatnya akhir November 1982, Sukarmin menemukan dua gading gajah di Gunung Nangka (bagian dari Bukit Patiayam).

Gading pertama berukuran panjang 3,17 meter dan gading kedua berukuran panjang 1,44 meter. Kedua gading gajah ini sekarang tersimpan di museum Ronggowarsito Semarang.

Pada kurun waktu yang sama, Kepala Seksi Kebudayaan Dinas Pendidikan Kabupaten Kudus Soetikno juga menemukan fosil gading gajah di petak 22 Gunung Slumprit (juga bagian dari Bukit Patiayam).

Menurut tim peneliti Balai Arkeologi Yogyakarta yang dipimpin Harry Widianto dengan anggota Muhammad Hidayat dan Baskoro Daru Tjahjono yang melakukan penelitian di Situs Patiayam, 16-17 November 2005, situs ini sudah dikenal sejak lama sebagai situs hominid (manusia purba) di Indonesia. Situs hominid lainnya adalah Sangiran, Trinil, Kedungbrubus, Perning, Mojokerto, Ngandong, dan Ngawi.

Sampai saat ini ada sekitar 1500 fosil yang ditemukan di Patiayam yang disimpan di rumah-rumah penduduk. Sebagian gading gajah ditempatkan di museum Ronggowarsito Semarang dan masih ada beberapa yang disimpan di rumah penduduk. Sebagian fosil berasal dari lapisan plestosen bawah yang telah berusia 1 juta-700 ribu tahun yang lalu.[1]

Referensi sunting

  1. ^ diedit dan diupload ke wikipedia oleh Tim KKN I 2011 Universitas Diponegoro (Luthfi, Dilla, Suci, Kiki, Rizka, Damar, Romi, Hendra, Anik)

Pranala luar sunting