Tom Pello
Tom Gerson Pello (18 Juli 1917 – 12 September 1946) adalah tokoh pergerakan dan perjuangan kemerdekaan Indonesia dari Timor. Dalam perjuangannya, Tom Pello dikenal sebagai sosok yang teguh dan konsisten menentang pemerintah kolonial Belanda. Keteguhan dan konsistensinya ia tunjukkan bahkan hingga wafatnya di tengah upaya mempertahankan kemerdekaan. Untuk mengenang perjuangannya, nama Tom Pello diabadikan pada salah satu ruas jalan di Kota Kupang, NTT.[1]
Tom Pello | |
---|---|
Lahir | Tom Gerson Pello 18 Juli 1917 Kapan, Mollo, TTS |
Meninggal | 12 September 1946 Kupang | (umur 29)
Makam | TMP Dharam Loka, Kupang 10°09′14″S 123°35′59″E / 10.153751°S 123.599681°E |
Pendidikan | Sekolah Menengah Pertanian Bogor |
Pekerjaan | Birokrat |
Suami/istri | Maria Saba |
Anak | 4 |
Orang tua |
|
Kehidupan Awal
suntingTom Pello dilahirkan pada tanggal 18 Juli 1917 di Kapan, yang pada saat itu merupakan bagian dari Kerajaan Mollo.[1][2] Ayahnya bernama Hendrik Mesakh Pello, seorang guru Injil, sementara ibunya bernama Enggelina Antoneta Amtaran.[1][2] Tom sendiri merupakan anak kelima dari delapan bersaudara. Tom dapat dikatakan memiliki latar belakang pendidikan yang baik. Ia mulai menempuh pendidikan pada sekolah belanda untuk bumiputera (Hollandsch-Inlandsche School, disingkat HIS) di Kupang. Setelah itu ia melanjutkan pendidikannya pada Meer Uitgebreid Lager Onderwijs (MULO) di Surabaya dan selanjutnya pada sekolah menengah pertanian (Middelbare Landbouwschool, disingkat MLS) di Bogor.[1][2]
Keluarga
suntingTom Pello menikah dengan Maria Saba. Mereka berdua dikaruniai empat orang anak, yakni Hengki Mesakh Pello, Enggelina Antonetta Frederika Pello, Sonya Pello, Tom Pello, yr.[1][2]
Wafat
suntingSaat menjelang diadakannya Konferensi Malino, Tom Pello ditetapkan sebagai salah satu anggota rombongan yang akan mewakili PDI Timor dalam konferensi tersebut.[2] Namun menjelang keberangkatan ke Malino, Tom jatuh sakit.[2] Keberangkatannya dibatalkan dan kepada rombongan yang berangkat dititipkannya pesan untuk memperjuangkan aspirasi kemerdekaan dan persatuan dengan NKRI, bersama-sama dengan perwakilan lainnya dalam konferensi tersebut.[2] Namun hasilnya tidak begitu memuaskan bagi Tom[2] dan seiring dengan rasa tidak puasnya bertambah parah pula sakit yang dideritanya. Ia akhirnya wafat pada tanggal 12 September 1946. Awalnya Tom dimakamkan di pemakaman keluarga.[2] Namun belakangan ia diberikan penghargaan oleh pemerintah provinsi NTT dan makamnya kemudian dipindahkan ke Taman Makam Pahlawan Dharma Loka, Kupang.[2]