Triumviratus Kedua
Triumviratus Kedua (bahasa Latin: Secundus Triumviratus) atau Triumviratus Yang Lain (bahasa Latin: Alter Triumviratus) adalah sebutan sejarawan bagi persekutuan politik Gaius Iulius Caesar Octavianus (Kaisar Agustus), Marcus Antonius (Markus Antonius), dan Marcus Aemilius Lepidus (Markus Lepidus) yang terbentuk secara resmi pada tanggal 27 November 43 SM berdasarkan Lex Titia (Undang-Undang Tisius). Sebagian pihak menganggap pengesahan Undang-Undang Tisius oleh senat sebagai peristiwa penamat riwayat Republik Romawi, sementara yang lain beranggapan bahwa Republik Romawi baru tamat seusai Pertempuran Aktion, atau seusai penobatan Oktavianus menjadi Kaisar Agustus pada tahun 27 SM. Triumviratus Kedua ditetapkan berjalan selama lima tahun, mulai tahun 43 SM sampai tahun 33 SM. Berbeda dari Triumviratus Pertama,[2][3] Triumviratus Kedua adalah lembaga negara yang dibentuk secara resmi, memiliki kekuasaan yang sangat besar di negara Republik Romawi berikut kewenangan penuh untuk menjalankannya, serta mengemban imperium maius (kewenangan memerintah tertinggi) mengatasi seluruh kewenangan memerintah yang dimiliki magistratus (pejabat negara) lain, termasuk konsul.
Asal muasal dan hakikat Triumviratus Kedua
suntingSekalipun masih muda, Oktavianus sudah dikukuhkan senat menjadi consul sufectus untuk masa jabatan tahun 43 SM.[4] Oktavianus masih terus berperang melawan Markus Antonius dan Markus Lepidus di kawasan utara Italia, namun pada bulan Oktober 43 SM, ketiganya sepakat bersatu merebut tampuk pemerintahan, dan menggelar pertemuan di dekat kota Bononia (sekarang Bologna) dalam rangka mewujudkan niat mereka.[5][6]
Triumviratus baru ini dibentuk pada tahun 43 SM sebagai Triumviri Rei Publicae Constituendae Consulari Potestate (Triwira Demi Tegaknya Republik dengan Kuasa Konsul, disingkat III VIR RPC). Jika pembentukan Triumviratus Pertama semata-mata didasarkan atas kesepakatan tokoh-tokoh yang membentuknya, maka pembentukan Triumviratus Kedua diatur dalam undang-undang yang secara resmi mengangkat Oktavianus, Markus Antonius, dan Markus Lepidus menjadi tiga sekawan pemimpin tertinggi Republik Romawi.[7] Satu-satunya jabatan lain yang juga pernah diembel-embeli semboyan "demi tegaknya Republik" adalah jabatan diktator yang dipercayakan kepada Lusius Kornelius Sula. Satu-satunya batas kekuasaan Triumviratus Kedua adalah masa jabatan lima tahun sebagaimana yang diatur dalam undang-undang.
Kejanggalan historis dari Triumviratus Kedua ini adalah bahwasanya persekutuan ini pada praktiknya merupakan suatu dewan kepemimpinan yang beranggotakan tiga orang pria dengan kekuasaan diktator, padahal salah seorang anggotanya adalah Markus Antonius, konsul Republik Romawi yang merancang Lex Antonia (Undang-Undang Antonius). Lex Antonia, yang diloloskan oleh Senat Republik Romawi pada tahun 44 SM, mengatur tentang pembubaran sistem pemerintahan diktator dan penghapusannya dari undang-undang dasar negara Republik Romawi. Sebagaimana Sula dan Yulius Kaisar pada masa pemerintahan mereka selaku Diktator Republik Romawi, para triwira Triumviratus Kedua tidak melihat ada kontradiksi antara menduduki suatu jabatan yang mengatasi konsul dan menduduki jabatan selaku konsul secara bersamaan.[8]
Setelah dikukuhkan menjadi penguasa provinsi Hispania dan provinsi Galia Narbonese pada tahun 44 SM, Markus Lepidus bersedia menyerahkan 7 legiun kepada Oktavianus dan Markus Antonius untuk dikerahkan merebut kawasan timur wilayah kekuasaan Romawi dari Brutus dan Kasius. Andaikata Oktavianus dan Markus Antonius mengalami kekalahan, bala tentara triwira dapat mundur dan bertahan di wilayah kekuasaan Markus Lepidus. Markus Antonius mempertahankan kekuasaannya atas Galia Cisalpina dan hegemoni atas seluruh Galia, sementara Oktavianus menguasai Afrika dan diberi kewenangan nominal atas Sisilia dan Sardinia. Menurut sejarawan Richard Weigel, jatah wilayah Oktavianus pada tahap ini "sesungguhnya memalukan". Semua provinsi penting dikuasai oleh Markus Antonius dan Markus Lepidus, kendati tindakan Markus Lepidus menyerahkan legiun-legiunnya kepada Oktavianus "efektif membuat Markus Lepidus tidak lagi menjadi rekan yang setara" di kemudian hari.[9]
Proskripsi
suntingDalam rangka mengisi kembali pundi-pundi negara, para triwira memutuskan untuk memanfaatkan proskripsi (surat putusan pemidanaan).[5] Karena ketiga triwira adalah pendukung setia mendiang Yulius Kaisar, sasaran utama mereka adalah seteru-seteru kubu pro Yulius. Tokoh-tokoh ternama yang menjadi korban mereka adalah Markus Tulius Sisero, orang yang menentang Yulius Kaisar serta mengecam Markus Antonius habis-habisan dengan pidato-pidatonya yang terhimpun dalam naskah bertajuk Philippicae, serta Markus Favonius, salah seorang pendukung Kato Muda sekaligus penentang Triumviratus Pertama maupun Triumviratus Kedua.[10] Penerbitan proskripsi yang ditujukan kepada legatus Yulius Kaisar, Kuintus Tulius Sisero (adik Markus Tulius Sisero), agaknya didasari anggapan bahwa keluarga Sisero perlu ditumpas. Bagi para pujangga Zaman Kuno, proskripsi-proskripsi yang paling mencengangkan adalah yang ditujukan kepada legatus Lusius Yulius Kaisar, dan saudara Markus Lepidus yang bernama Lusius Emilius Lepidus Paulus. Keduanya dijadikan sasaran proskripsi karena merupakan orang-orang yang pertama kali mengecam Markus Antonius dan Markus Lepidus sesudah keduanya bersekutu. Kenyataannya kedua-duanya selamat.[11]
Rekan sesama konsul untuk tahun itu, yakni saudara sepupu Oktavianus sendiri (kemenakan Yulius Kaisar), Kuintus Pedius, wafat sebelum aksi proskripsi dilancarkan. Oktavianus sendiri mengundurkan diri dari jabatannya tak lama kemudian, sehingga memungkinkan terpilihnya sepasang konsul sufektus yang baru. Pasangan konsul yang mula-mula terpilih untuk tahun itu, yakni legatus Yulius Kaisar, Aulus Hirtius, dan Gayus Vibinius Pansa Setronianus telah gugur membela kubu senat dalam perang saudara pertama sepeninggal Yulius Kaisar, yakni perang antara bala tentara senat melawan bala tentara Markus Antonius. Pola semacam ini terus berulang selama dua kali masa kekuasaan triumviratus. Selama sepuluh tahun triumviratus berkuasa (43-33 SM), ada 42 orang yang menduduki jabatan konsul, alih-alih 20 orang sebagaimana yang diharapkan.
Filipi
suntingMengingat para triwira adalah pendukung-pendukung setia mendiang Yulius Kaisar, maka tidaklah mengherankan jika seusai perang saudara yang pertama pada kurun waktu pasca-Yulius Kaisar, mereka segera berancang-ancang memperkarakan musuh-musuh Yulius Kaisar untuk kedua kalinya, yakni para pembunuh mendiang, Markus Yunius Brutus dan Gayus Kasius Lonjinus, yang telah menguasai sebagian besar dari provinsi-provinsi di kawasan timur, termasuk Makedonia, Asia Kecil, dan Suriah. Pada tahun 42 SM, Oktavianus dan Markus Antonius maju memerangi serta mengalahkan Brutus dan Kasius dalam dua pertempuran di Filipi.
Setelah berjaya di Filipi, Markus Antonius dan Oktavianus sepakat untuk membagi provinsi-provinsi Republik Romawi menjadi daerah-daerah kewenangan. Oktavianus — yang mulai memakai gelar Divi Filius (Putra Dewata), meniru pendewaan sosok Yulius Kaisar sebagai Divus Iulius (Yulius Ilahi), dan mulai menyebut dirinya Imperator Caesar — menguasai wilayah barat, sementara Markus Antonius menguasai wilayah timur. Akibatnya, Provinsi Galia Cisalpina dijadikan bagian dari Italia, dan Provinsi Galia Narbonese dijadikan bagian dari Provinsi Galia Komata, sehingga seluruh Galia dipersatukan di bawah kewenangan Markus Antonius. Oktavianus mengambil alih kewenangan atas Hispania dari Markus Lepidus. Markus Lepidus tidak diberi jatah daerah kewenangan, dan hanya dijanjikan kewenangan atas Provinsi Afrika. Keputusan ini dianggap dapat dibenarkan karena ada laporan bahwa ia telah berkhianat melalui permufakatan dengan Sekstus Pompeyus. Provinsi Afrika akan diserahkan menjadi daerah kewenangannya bilamana ia terbukti tidak bersalah.[12] Oktavianus pulang ke Roma untuk melaksanakan pembagi-bagian tanah kepada para prajurit purnabakti. Markus Antonius tetap tinggal di kawasan Timur dalam rangka menundukkan daerah-daerah yang pernah dikuasai Brutus dan Kasius ke bawah kendali triumviratus.
Merosotnya peranan Markus Lepidus terbukti dari kenyataan bahwa sejak saat itu jumlah uang logam yang memuat gambarnya lambat laun berkurang, dan sejumlah maklumat diterbitkan dengan mengatasnamakan Markus Antonius dan Oktavianus saja.[13]
Perang Perusia dan Sekstus Pompeyus
suntingRedistribusi tanah yang dilakukan Oktavianus menimbulkan keresahan di mana-mana, karena kaum tani dirugikan demi menyejahterakan para prajurit. Lusius Antonius, saudara Markus Antonius, yang kala itu menduduki jabatan konsul, bangkit membela kaum tani yang tersisih. Penentangan terhadap redistribusi tanah memicu Perang Perusia antara Lusius Antonius dan Oktavianus. Lusius menghimpun para pendukungnya untuk melawan bala tentara Oktavianus. Langkah Lusius didukung oleh Fulvia, istri Markus Antonius.[14] Markus Lepidus ditugaskan menjaga Roma dengan dua legiun prajurit, sementara Oktavianus berangkat menghimpun bala tentara. Lusius berhasil merebut Roma, sehingga Markus Lepidus terpaksa melarikan diri dan bergabung dengan rombongan Oktavianus. Ketika Oktavianus maju menyerang Roma, Lusius mundur ke Perusia, namun kota itu dikepung oleh Oktavianus pada musim dingin tahun 41-40 SM. Lusius akhirnya menyerah dengan syarat diberi pengampunan. Markus Lepidus selanjutnya dikukuhkan menjadi Wali Negeri Afrika, dan diberi kewenangan atas enam dari keseluruhan legiun yang sebelumnya dikuasai Markus Antonius, sehingga Oktavianus menjadi satu-satunya penguasa di Italia dengan bala tentara sendiri yang setia dan patuh padanya. Sepeninggal Kalenus, Wali Negeri Galia yang berpihak pada Markus Antonius, Oktavianus mengambil alih legiun-legiunnya, sehingga kekuasaannya atas kawasan barat wilayah Republik Romawi kian kukuh.[15] Pembagian jatah kekuasaan yang baru di antara ketiga triwira ini dikukuhkan dengan Perjanjian Brundisium pada bulan September 40 SM. Sekitar waktu yang sama, Fulvia, istri Markus Antonius, wafat. Oktavianus menjodohkan Markus Antonius dengan kakaknya, Oktavia, sebagai tanda pembaharuan persekutuan.
Permasalahan-permasalahan ekonomi yang ditimbulkan oleh penyingkiran kaum tani menjadi kian parah setelah Sekstus Pompeyus menguasai Sisilia, Korsika, dan Sardinia. Angkatan laut Sekstus Pompeyus secara teratur menghadang kapal-kapal angkutan barang Romawi, sehingga menghambat kelancaran pasokan gandum. Pada tahun 39 SM, Markus Antonius dan Oktavianus memutuskan untuk mengupayakan tercapainya suatu kesepakatan demi memberantas perompakan. Menurut Apianus, Sekstus Pompeyus berharap dapat menggantikan Markus Lepidus selaku salah seorang triwira, tetapi kekuasaannya atas Sisilia, Korsika, dan Sardinia malah dikukuhkan dengan Pakta Misenum, dengan syarat menghentikan kegiatan perompakan yang selama ini dilakukannya. Menurut salah satu sumber, wakil Sekstus Pompeyus, Menas, menasihatinya untuk menculik serta membunuh Markus Antonius dan Oktavianus selagi mereka merayakan pengesahan Pakta Misenum dalam acara jamuan yang digelar di atas kapal bendera Sekstus Pompeyus, tetapi Sekstus Pompeyus menolak menuruti nasihat ini.[16]
Kendati sudah ada kata sepakat, perseteruan masih berlanjut. Oktavianus menuduh Sekstus masih terus menyerang kota-kota di Italia. Pada tahun berikutnya, Oktavianus berusaha merebut Sisilia, tetapi dua kali kalah melawan Sekstus dalam pertempuran-pertempuran laut di perairan lepas pantai Messina. Ia kemudian mengatur pertemuan dengan Markus Antonius, yang sedang berancang-ancang menyerang Partia sehingga sangat membutuhkan bala tentara. Markus Antonius bersedia mengerahkan kapal-kapal untuk menyerang Sekstus, dan sebaliknya Oktavianus bersedia mengerahkan bala bantuan untuk memerangi bangsa Partia.[17] Oktavianus juga berhasil mendapatkan dukungan dari Markus Lepidus, dan bersama-sama menyusun rencana penyerbuan serentak atas Sisilia.
Kejatuhan Markus Lepidus
suntingMeskipun secara nominal Oktavianus adalah pemimpin perlawanan terhadap Sekstus, aksi perlawanan itu sendiri sesungguhnya dipimpin oleh wakil Oktavianus, Markus Vipsanius Agripa. Aksi ini berakhir dengan kemenangan di pihak Sekstus pada tahun 36 SM. Markus Vipsanius Agripa telah menjadi konsul pada tahun 37 SM, dan membantu melanggengkan kekuasaan triumviratus dengan memperjuangkan pemberian masa bakti lima tahun kedua bagi mereka.
Sama seperti Triumviratus Pertama, persekutuan triwira kali kedua ini pun akhirnya merenggang dan hancur digerus ambisi dan rasa cemburu. Markus Antonius membenci Oktavianus dan melewatkan sebagian besar waktunya di wilayah timur, sementara Markus Lepidus menyukai Markus Antonius tetapi merasa dirinya disepelekan oleh kedua rekannya, sekalipun ia telah menggantikan Yulius Kaisar selaku Pontifex Maximus pada tahun 43 SM. Dalam perang melawan Sekstus Pompeyus, Markus Lepidus telah menghimpun bala tentara yang terdiri atas 14 legiun dan armada tempur yang cukup besar. Markus Lepidus adalah triwira pertama yang mendaratkan pasukan di Sisilia dan berhasil merebut sejumlah kota utama. Meskipun demikian, ia merasa bahwa Oktavianus memperlakukannya seperti bawahan, bukan sebagai rekan yang setara.[18] Keadaan ini mendorongnya mengambil langkah-langkah politik tanpa perhitungan matang, yang dijadikan alasan oleh Oktavianus untuk menyingkirkannya dari tampuk kekuasaan. Setelah Sekstus Pompeyus dikalahkan, Markus Lepidus menempatkan legiunnya di Sisilia, dan mengeluarkan pernyataan bahwa sudah sepatutnya Sisilia dimasukkan ke dalam wilayah kekuasaannya. Andaikata ia tidak dibenarkan menguasai Sisilia, setidak-tidaknya kewenangannya atas provinsi-provinsi yang pernah ia kuasai dipulihkan seperti sediakala, yakni kewenangannya yang sah berdasarkan Undang-Undang Tisius. Oktavianus menuduh Markus Lepidus mencoba merampas kekuasaan dan memicu pemberontakan. Yang lebih memalukan lagi, legiun-legiun Markus Lepidus di Sisilia membelot ke pihak Oktavianus, dan Markus Lepidus sendiri terpaksa harus takluk pada Oktavianus. Markus Lepidus dilucuti dari seluruh jabatan selain jabatan Pontifex Maximus, lantas diberangkatkan ke tanah pembuangan di Circeii.[18]
Perang antara Oktavianus dan Markus Antonius
suntingDemi harta jarahan serta upah bagi prajurit-prajuritnya, dan demi mengekalkan reputasi selaku senapati, Oktavianus maju berperang di Ilirikum guna menundukkan daerah itu ke bawah kekuasaan Romawi, sementara Markus Antonius maju memerangi Partia dengan memanfaatkan perpecahan yang ditimbulkan oleh Fraates IV, Raja Partia yang baru. Meskipun demikian, Markus Antonius tidak dapat mewujudkan rencananya, malah terpaksa mundur setelah kehilangan banyak prajurit.[19]
Kendati sudah menikahi Oktavia, kakak Oktavianus, pada tahun 40 SM (Oktavianus menikahi putri tiri Markus Antonius yang bernama Klaudia Pulkra tiga tahun sebelumnya), Maskus Antonius secara terang-terangan hidup bersama dengan Kleopatra di Aleksandria, bahkan sampai menghasilkan keturunan. Sesudah masa bakti kedua dari Triumviratus kedua berakhir pada tahun 33 SM, Markus Antonius tetap saja memakai gelar triwira, sementara Oktavianus yang telah memutuskan untuk menjauh dari Markus Antonius malah berhenti memakainya.
Setelah Markus Antonius mengalami kekalahan di Partia, Kleopatra datang membawa pasokan perbekalan untuknya. Markus Antonius kemudian mengalihkan sasarannya ke Armenia, menawan rajanya yang bernama Artavasdes dan menduduki negeri itu. Ia mencetak uang logam untuk memperingati kemenangannya atas Armenia, meniru pawai kemenangan bala tentara Romawi, dan mengeluarkan maklumat yang dikenal sebagai Donasi Aleksandria, yakni maklumat penganugerahan wilayah bagi anak-anak Kleopatra.[20]
Oktavianus menyita surat wasiat Markus Antonius secara tidak sah pada bulan Juli 32 SM, dan menyingkap isinya kepada warga Roma. Surat wasiat ini mengatur pembagian warisan yang besar kepada anak-anak Markus Antonius yang dilahirkan Kleopatra, dan memuat petunjuk-petunjuk pemberangkatan jenazahnya dengan kapal ke Aleksandria untuk dimakamkan. Kekuatan tempur Oktavianus menimpakan kekalahan telak atas kekuatan tempur Markus Antonius dan Kleopatra dalam Pertempuran Aktion di Yunani pada bulan September 31 SM, dan memburu pasangan itu sampai ke Mesir pada tahun 30 SM. Baik Markus Antonius maupun Kleopatra mengakhiri hidup mereka dengan bunuh diri di Aleksandria, dan Oktavianus secara pribadi mengambil alih pemerintahan Mesir dan Aleksandria (tawarikh-tawarikh Mesir mengabadikan nama Oktavianus sebagai firaun pengganti Kleopatra).
Sekutu Oktavianus, Gayus Mesenas, mencegah sebuah pemberontakan yang konon diatur oleh putra Markus Lepidus (31 SM). Setelah mengalahkan Markus Antonius secara mutlak dan menyingkirkan Markus Lepidus dari tampuk pemerintahan, Oktavianus, yang telah menyandang sebutan "Agustus" semenjak tahun 27 BC, menjadi satu-satunya kepala pemerintahan atas segenap wilayah kekuasaan Romawi, bahkan akhirnya berkuasa mutlak selaku "kaisar" Romawi yang pertama.
Bacaan lebih lanjut
sunting- Adrian Goldsworthy (2008). Caesar: Life of a Colossus, New Haven, CT:Yale University Press (ISBN 9780300126891), baca [5], diakses 18 April 2015.
- Suetonius [Gaius Suetonius Tranquillus]| (2003). The Twelve Caesars, diserta prakata dari Michael Grant [Robert Graves, penerjemah], Edisi Revisi, London, UK:Penguin Books (ISBN 0140449213), [6], diakses 18 April 2015.
- Arnold Joseph Toynbee (2014). "Julius Caesar (Roman ruler): The first triumvirate and the conquest of Gaul," dan "Julius Caesar (Roman ruler): Antecedents and outcome of the civil war of 49–45 BC," di Encyclopædia Britannica (daring), [7] dan BC , diakses 18 April 2015.
Lihat pula
suntingKeterangan dan rujukan
sunting- ^ Sear, David R. "Common Legend Abbreviations on Roman Coins". Porter Ranch, CA: David R. Sear. Diakses tanggal 18 April 2015.
- ^ Triumviratus Pertama adalah persekutuan politik antara Gaius Iulius Caesar (Yulius Kaisar), Gnaeus Pompeius Magnus (Pompeyus Agung), dan Marcus Licinius Crassus (Markus Krasus; baca Adrian Goldsworthy (2008). Caesar: Life of a Colossus, New Haven, CT:Yale University Press (ISBN 9780300126891, hlm. 164, dan Suetonius Gaius Suetonius Tranquillus| (2003). The Twelve Caesars, dengan prakata dari Michael Grant [Robert Graves, penerjemah], Edisi Revisi, London, UK:Penguin Books, hlm. 21 (ISBN 0140449213), [1], diakses 18 April 2015.
- ^ Triumviratus Pertama berjalan kira-kira mulai tahun 59 SM sampai dengan kekalahan Markus Lisinius Krasus dalam pertempuran melawan bangsa Partia pada tahun 53 SM. Baca Arnold Joseph Toynbee (2014). "Julius Caesar (Roman ruler): The first triumvirate and the conquest of Gaul," dan "Julius Caesar (Roman ruler): Antecedents and outcome of the civil war of 49–45 BC," di Encyclopædia Britannica (daring), [2] dan [3], diakses 18 April 2015.
- ^ "American Journal of Numismatics (Seri Kedua)..." 1990.
Setelah kekalahannya di Forum Gallorum pada tahun 43, Antonius kabur dan bergabung dengan Markus Lepidus di Lugdunum. Sementara itu, senat menolak mengakui kemenangan Oktavianus dan memerintahkannya untuk menyerahkan kembali bala tentara para konsul kepada Brutus. Oktavianus malah memimpin pasukannya menuju Roma dan mendesak senat untuk mengangkatnya menjadi consul suffectus.33 Sesudah itu, ia kembali ke Galia untuk menuntaskan perang melawan Antonius.
- ^ a b Eck, hlm. 15f.
- ^ Tempat pertemuan mereka terletak di dalam kawasan yang kini menjadi frazione Sacerno, bagian dari komune Calderara di Reno.
- ^ "Second Triumvirate". UNRV Roman History. UNRV.com. Diakses tanggal 11 September 2015.
- ^ Markus Lepidus menjabat sebagai konsul pada tahun 42 SM, Markus Antonius pada tahun 34 SM, dan Oktavianus pada tahun 33 SM.
- ^ Weigel, hlm. 69.
- ^ Cassius Dio, Sejarah Romawi, XLVII
- ^ Weigel, hlm. 72.
- ^ Weigel, hlm. 79.
- ^ Weigel, hlm. 144
- ^ Allison J. Weir, 2007, A Study of Fulvia, Masters Thesis, Queen's University, Kingston, ON, see [4], diakses 18 April 2015; Appian, The Civil Wars 5.14; Adrian Goldsworthy, Augustus: First Emperor of Rome (New Haven, CT: Yale, 2014), 145.
- ^ Southern, hlm. 78
- ^ Wright, hlm. 49.
- ^ Southern, hlm. 82
- ^ a b Weigel, hlmn. 88f.
- ^ Southern, hlm. 88.
- ^ Southern, hlm. 91.
Sumber rujukan
sunting- Dio, Cassius (1917). "XLVII". Roman History, Books 46-50 (Loeb Classical Library, Jld. V). [Earnest Cary, Penerjemah]. Cambridge, Massachusetts: Harvard University Press. ISBN 9780674990913. Diakses tanggal 18 April 2015.
- Eck, Werner (2002). The Age of Augustus. [D.L. Schneider, Trans.] New Your, NY: Wiley-Blackwell. ISBN 9780631229575.
- Eck, Werner (2007) [2002]. The Age of Augustus. [D.L. Schneider and R. Daniel, Trans.] (edisi ke-2nd). Oxford, UK: Wiley-Blackwell. ISBN 1405151498.
- Eder, Walter (2005). Augustus and the Power of Tradition. Cambridge, Massachusetts: Cambridge University Press. ISBN 0521807964.
- Green, Peter (1990). Alexander to Actium: The Historical Evolution of the Hellenistic Age. Hellenistic Culture and Society. Berkeley, CA: University of California Press. ISBN 0520056116.
- Rowell, Henry T. (1962). Rome in the Augustan age. Norman, OK: University of Oklahoma Press. ISBN 9780806109565.
- Scullard, H. H. (1982) [1959]. From the Gracchi to Nero: A History of Rome from 133 B.C. to A.D. 68 (edisi ke-ke-5). London; New York: Routledge. ISBN 0415025273.
- Southern, Pat (1998). Augustus. London, UK: Routledge. ISBN 0415166314.
- Syme, Ronald (1939). The Roman Revolution. Oxford, UK: Oxford University Press. ISBN 0192803204.
- Weigel, Richard D. (1992). Lepidus: The Tarnished Triumvir. London, UK: Routledge. ISBN 0415076803.
- Wright, F.A. (1937). Marcus Agrippa: Organizer of Victory. London, UK: Routledge.