Tsundere

istilah dalam bahasa Jepang mengenai pengembangan karakter yang awalnya merupakan orang yang dingin dan berkata kasar terhadap orang lain sebelum akhirnya perlahan-lahan memperlihatkan sikap hangatnya

Tsundere (ツンデレ) adalah istilah bahasa Jepang mengenai proses pengembangan karakter yang menggambarkan perubahan sikap seseorang yang awalnya dingin dan bahkan kasar terhadap orang lain sebelum perlahan-lahan menunjukkan sisi hangatnya. Kata ini berasal dari kata tsun tsun (ツンツン) yang berarti "membuang muka dengan sebal", "dingin", dan "serba tak acuh", serta dere dere (デレデレ) yang berarti "menjadi penuh kasih sayang" atau "sedang jatuh cinta".[1] Selain itu, kata ini juga dipakai untuk menggambarkan seseorang yang biasanya menunjukkan sikap dingin, tetapi di depan orang yang disukainya, sikap tersebut berubah menjadi penuh kasih sayang. Sikap ini dapat mengakibatkan orang lain merasa sedih dan bingung.

Contoh tipikal karakter tsundere

Istilah tsundere mulai dikenal setelah sering digunakan dalam permainan video bishōjo produksi Jepang. Namun sekarang kata tsundere sudah menjadi bagian dari fenomena moe di kalangan otaku,[2] merambah ke maid café,[2] anime, manga, dan novel. Istilah ini menjadi populer setelah dipopulerkan permainan novel visual Kimi Ga Nozomu Eien.[1]

Terminologi

sunting

Penyebutan kata tsundere tersebut berdasarkan penokohan karakter yang memiliki perawakan moe.[3] Konsep tersebut mendapat perhatian khusus di kalangan masyarakat Jepang pada umumnya dengan dibukanya kafe maid di Akihabara dan berbagai macam produk yang menyertakan karakter tsundere di dalamnya (misalnya perusahaan TV portabel Tomy), dan dijadikan konsep baru dalam pembuatan anime akhir-akhir ini, terutama dengan maraknya karakter wanita yang bersifat tsundere dan moe.

Kemudian istilah ini juga diterima konsepnya tentang seorang gadis yang memiliki kegarangan terhadap orang lain namun sangat baik kalau sudah dekat dengannya. Biasanya karakter yang mempunyai sifat tsundere ini selalu disandingkan dengan karakter utama, yang umumnya adalah laki-laki. Karakter laki-laki itu selalu mengkritisi tokoh utama dalam hal sekecil apapun (misalnya: Steins;Gate, Seitokai Yakuindomo). Namun setelah seri berlanjut episode demi episode, karakter tsundere akan menunjukkan sifatnya yang asli yakni baik dan penuh perhatian. Sikapnya juga mulai melunak kepada karakter utama dan akhirnya jatuh cinta pada karakter utama, meskipun sering kali, dia tidak selalu bisa dalam mengungkapkannya.

Dalam budaya populer

sunting
 
Lum dari anime Lum: The Invader Girl (Urusei Yatsura), karya Rumiko Takahashi, merupakan karakter tsundere sekaligus moe terawal.

Dalam serial anime atau televisi, sifat tsundere banyak dimunculkan dalam berbagai macam-macam bentuk karakteristik dan manifestasi.

  • Tsundere natural (sifat bawaan): sifat tsundere yang paling umum dan paling banyak dijumpai. Sifat tsun-tsun pada mulanya muncul dari perasaan cemas karakter yang bersangkutan, atau sebagai reaksi spontan untuk lari dari perasaan gugup. Perasaan ini muncul dengan spontan, bahkan dalam beberapa kasus karakter yang bersangkutan tidak menyadari perbuatannya sendiri. Ada berbagai macam tekanan yang dapat mengakibatkan kondisi mental gugup, bergantung pada sensitivitas perasaan karakter. Tipe tsundere yang satu sebetulnya relatif lebih mudah di tangani daripada tipe tsundere yang lain.
  • Tsundere narsisme: sifat tsundere ini muncul sebagai akibat dari sifat narsis dari karakter yang bersangkutan. Perilaku tsun-tsun dan dere-dere darinya memang murni disebabkan sifatnya yang berpusat pada diri sendiri. Karakter seperti in paling sulit menerima koreksi dan opini.
  • Tsundere ojou: sifat tsundere yang muncul sebagai akibat latar belakang kehidupan dari karakter yang menerapkan gaya hidup superior. Karakter seperti ini melibatkan sifat gengsi yang memicu perilaku tsun-tsun. Pada kasus ini karakter yang bersangkutan akan menempatkan dirinya sebagai orang yang lebih sulit dijangkau meskipun sesungguhnya ia ingin didekati. Seringkali apa yang diutarakan atau diekspresikan berbeda dengan apa yang sebenarnya ada dalam perasaannya. Sekali titik kelemahannya ditemukan, maka karakter tersebut tidak lagi mempunyai alasan ataupun kekuatan untuk menutupi perasaan yang sesungguhnya. Ia dengan segera akan menunjukkan sifat dere-dere.
  • Deviant tsundere: jenis tsundere yang paling berbahaya dari semuanya. Fase tsun-tsun harus dilewatinya dalam keadaan berbeda dari norma yang biasa sehingga kemungkinan besar akan mengancam kehidupan karakter lain. Keadaan deviant tsundere ini biasanya terjadi di kalangan karakter jahat atau pada karakter-karakter yang lebih menyukai darah daripada perasaan.
  • Tsundere pragmatis: klasifikasi terbaru tsundere. Karakter ini cenderung bersikap pragmatis, menanggapi segala sesuatu secara serius, terlalu berpaut pada peraturan, dan biasanya sebagai karakter tsukomi yang memiliki selera humor yang rendah. Namun karena sikapnya yang selalu serius, pada suatu waktu ia nantinya berubah menjadi bersikap lembut, sama dengan aura moe tsundere lainnya, sehingga karakter ini secara resmi diklasifikasikan sebagai tsundere.
  • Extrovert tsundere: tsundere yang muncul pada karakter yang ceria, ramai, banyak tingkah, ekspresif atau dengan kata lain ekstrover. Jenis ini merupakan manifestasi tsundere yang paling kekanakan dibandingkan tsundere lainnya. Pada tipe tsundere ini, karakter yang bersangkutan akan melakukan hal apapun untuk dapat mendekati karakter lainnya, biasanya tingkah laku yang jahil atau mengganggu karakter lain, dan inilah fase tsun-tsun.
  • Introvert tsundere: Kebalikan dari extrovert tsundere, dan hanya berlaku pada karakter yang pendiam. Kecenderungannya untuk menyembunyikan perasaan sesungguhnya muncul karena sifat introvernya sendiri. Dalam kata lain, karakter ini pada dasarnya memang tertutup. Reaksi tsun-tsun kemungkinan besar hanya terjadi secara verbal; tipe ini untuk selanjutnya disebut "dandere".

Lihat pula

sunting

Catatan kaki

sunting
  1. ^ a b Galbraith, Patrick W. (2009). The Otaku Encyclopedia: An Insider's Guide to the Subculture of Cool Japan. Kodansha International. hlm. 226–227. ISBN 978-4770031013. 
  2. ^ a b Galbraith, Patrick W. (October 31, 2009). "Moe: Exploring Virtual Potential in Post-Millennial Japan". Electronic Journal of Contemporary Japanese Studies. Diakses tanggal March 4, 2010. 
  3. ^ "Wednesday Notes.... Akamatsu-sensei Talks "Moe"". Diakses tanggal 2009-11-11.