Ular lanang

spesies ular berbisa
(Dialihkan dari Ular anang)
Ular lanang
CITES Apendiks II (CITES)[1]
Klasifikasi ilmiah
Domain:
Kerajaan:
Filum:
Kelas:
Ordo:
Subordo:
Famili:
Subfamili:
Genus:
Ophiophagus

Günther, 1864
Spesies:
Ophiophagus hannah

Cantor, 1836
  Peta persebaran
Sinonim

Genus:

Ular Lanang[2] atau kobra raja (Ophiophagus hannah) (Bahasa Inggris: King cobra)adalah spesies ular berbisa terpanjang di dunia.[3] Ular ini endemik di sebagian India hingga Asia Tenggara. Ular ini juga merupakan salah satu reptil nasional India.[4] Sebutan-sebutan lokal untuk ular ini di antaranya "oray totog" (Sunda), "tedung selor" atau "tedung selar" (Melayu), dan "ula anang / dumung enthong" (Jawa).

Taksonomi

sunting

Hamadryas hannah adalah nama ilmiah yang digunakan pertama kali oleh naturalis Theodore Edward Cantor pada tahun 1836 yang mendeskripsikan 4 spesimen ular lanang, tiga spesimen diperoleh dari Sundarban, India, dan satu spesimen diperoleh dari Kolkata.[5] Takson Naja bungarus diusulkan oleh hermann Schlegel pada tahun 1837 yang mendeskripsikan spesimen ular lanang dari Jawa.[6] Takson genus Ophiophagus diusulkan oleh Albert Günther pada tahun 1864.[7] Takson ini diperoleh dari kecenderungan ular ini untuk memangsa ular lain.[8]

Identifikasi

sunting

Panjang tubuh ular lanang umumnya berkisar antara 3.18 sampai 4 meter. Spesimen terpanjang yang pernah ditemukan panjangnya mencapai 5.85 meter.[9] Ular jantan berukuran lebih besar daripada ular betina.

Tubuh bagian atas (dorsal) berwarna zaitun, cokelat kekuningan, atau keabu-abuan, dengan bagian kepala yang berwarna cenderung lebih terang. Bagian bawah tubuhnya (ventral) berwarna kelabu atau kecokelatan, dengan daerah leher berwarna kekuningan yang dihiasi bercak kehitaman. Pada ular muda, tubuhnya berwarna lebih gelap atau kehitaman, dan dihiasi dengan belang-belang kecil berwarna putih atau kekuningan. Walau begitu, belang-belang tersebut terkadang masih terlihat ketika dewasa, walaupun lebih samar.[10][11]

Kepala ular lanang berukuran besar dengan moncong yang cenderung pendek dan tumpul. Tidak seperti ular lain pada umumnya, di belakang perisai (sisik) pariental (ubun-ubun) terdapat sepasang perisai oksipital berukuran besar. Perisai labial (bibir) berjumlah 7 buah, beberapa di antaranya bersentuhan dengan mata. Pupil mata besar dan bundar. Sisik-sisik dorsal terdiri sebanyak 15 deret di bagian tengah badan. Sisik ventral sebanyak 215 hingga 262 buah. Sisik anal tunggal, sisik-sisik subkaudal sebanyak 80 sampai 120 buah, sebagian berupa sisik tunggal dan sebagiannya lagi berupa sisik berpasangan.[10]

Penyebaran dan ekologi

sunting

Ular lanang tersebar luas mulai dari sebagian India (Maharashtra, Karnataka (Dandeli), Arunachal Pradesh, Sikkim, West Bengal, Bihar, Orissa, Andhra Pradesh, Kerala, Tamil Nadu, Madhya Pradesh, dan Kepulauan Andaman), Nepal, Bhutan, Bangladesh, Myanmar, Cina (Fukien, Kwangtung, Hong Kong, Kwangsi, Hainan, Yunnan, SW Sichuan, Tibet), Laos, Vietnam, Kamboja, Thailand, Malaysia, Singapura, Indonesia (Sumatra, Kep. Mentawai, Kep. Riau, Bangka-Belitung, Jawa, Bali, Kalimantan), dan Filipina (Balabac, Jolo, Luzon, Mindanao, Mindoro, Negros, Palawan, Panay, Cebu, Bohol, Samar).[12]

Ular lanang hidup di daerah dataran rendah hingga ketinggian 1800 meter dpl. Habitat utamanya meliputi hutan, rawa-rawa, daerah bersemak, lahan pertanian, dan bahkan di sekitar pemukiman. Ular ini biasanya bersarang di lubang tanah, tumpukan bebatuan, semak-semak rimbun, atau sela-sela akar pohon.[13] Ular ini terutama menyukai lokasi yang ditumbuhi bambu dan juga kawasan hutan mangrove.[14]

Perilaku

sunting

Ular lanang diketahui adalah ular diurnal atau berkelana sepanjang hari, tetapi ular ini jarang terlihat pada malam hari.[3]

Makanan

sunting

Ular lanang adalah ular yang terkenal sebagai pemangsa ular lain, termasuk ular yang juga berbisa. Spesies ular yang diketahui menjadi mangsa utama ular ini di antaranya kobra India, krait, ular tikus, Rhabdophis, ular serigala, dan bahkan sanca kecil.[15] Selain ular lain, ular lanang juga memangsa jenis-jenis kadal, hewan pengerat, dan burung. Setelah memakan mangsa berukuran besar, ular ini dapat bertahan hidup tanpa makan lagi selama beberapa bulan. Hal ini karena metabolisme tubuhnya yang lamban.[3][16]

Pertahanan diri

sunting

Ular lanang dianggap tidak agresif.[10] Biasanya akan menghindar jika diganggu, tetapi diketahui sangat agresif ketika menjaga sarang atau telur-telurnya. Apabila marah, ular ini akan mengangkat bagian depan badannya, mengembangkan lehernya membentuk sendok (seberti kobra lain pada umumnya), memperlihatkan taringnya dan mendesis nyaring. Ketika menggigit, ular ini akan menahan cengkraman mulutnya sampai sekitar delapan menit.[15]

Reproduksi

sunting

Ular lanang adalah satu-satunya ular yang mampu mebuat sarang di mana sarang tersebut dibentuk dari tumpukan dedaunan kering, biasanya dedaunan bambu kering.[17][18] Biasanya sarang dibuat di dasar pepohonan, dengan tinggi sarang mencapai 55 cm (0.55 meter) dan lebar mencapai 140 cm (1.4 meter) pada bagian dasarnya. Sarang ini setidaknya memiliki satu ruangan untuk ular betina bertelur (ovipar).[19] Jumlah telur yang mampu dihasilkan berkisar antara 7 sampai 43 butir, dengan 6 sampai 38 butir dapat menetas setelah diinkubasi selama 66 sampai 105 hari. Temperatur dalam sarang bervariasi berdasarkan elevasinya dari 13.5 sampai 37.4 °C. Ular betina menjaga sarangnya selama dua sampai 77 hari. Anak ular yang baru menetas masing-masing berukuran panjang antara 37.5 sampai 58.5 cm dan bobotnya antara 9 sampai 38 gram.[17]

Galeri

sunting

Ular lanang adalah jenis ular sendok yang sangat berbisa. Bisa ular ini mengandung sitotoksin dan neurotoksin, termasuk alfa-neurotoksin dan Three-finger toxin.[20][21][22][23] Kandungan bisa lainnya mengandung efek kardiotoksin.[24]

Bisa ular ini mempengaruhi sistem saraf pada korban gigitan, menimbulkan gejala nyeri, gangguan penglihatan kabur (blurred vision), vertigo, rasa kantuk, dan paralisis. Korban akan meninggal dalam waktu 30 menit setelah gigitan.[25]

Referensi

sunting
  1. ^ a b Stuart, B.; Wogan, G.; Grismer, L.; Auliya, M.; Inger, R.F.; Lilley, R.; Chan-Ard, T.; Thy, N.; Nguyen, T.Q.; Srinivasulu, C.; Jelić, D. (2012). "Ophiophagus hannah": e.T177540A1491874. doi:10.2305/IUCN.UK.2012-1.RLTS.T177540A1491874.en. 
  2. ^ "Arti kata ular lanang". Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kemendikbud. KBBI Daring. Diakses tanggal 8 Desember 2021. 
  3. ^ a b c Mehrtens, J. (1987). "King Cobra, Hamadryad (Ophiophagus hannah)". Living Snakes of the World . New York: Sterling. hlm. 263–. ISBN 0-8069-6461-8. 
  4. ^ "King Cobra – National Reptile of India". indiamapped. 
  5. ^ Cantor, T. E. (1836). "Sketch of an undescribed hooded serpent, with fangs and maxillar teeth". Asiatic Researches. 19: 87−93. 
  6. ^ Schlegel, H. (1837). "Le Naja Bongare. N. bungarus". Essai sur la physionomie des serpens. Amsterdam: Schonekat. hlm. 476. 
  7. ^ Günther, A. C. L. G. (1864). "Ophiophagus, Gthr.". The Reptiles of British India. London: Ray Society. hlm. 340−342. 
  8. ^ O'Shea, Mark. Venomous Snakes of the World . New Jersey, USA: Princeton University Press. hlm. 96-97. ISBN 978-0-691-12436-0. 
  9. ^ Chanhome, L.; Cox, M. J.; Vasaruchapong, T.; Chaiyabutr, N.; Sitprija, V. (2011). "Characterization of venomous snakes of Thailand". Asian Biomedicine 5 (3): 311–328. 
  10. ^ a b c Tweedie, M.W.F. 1983. The Snakes of Malaya. The Singapore National Printers. Singapore. p.38.
  11. ^ Stuebing, R.B. & R.F. Inger. 1999. A Field Guide to The Snakes of Borneo. Natural History Publications (Borneo). Kota Kinabalu. p. 199-201. ISBN 983-812-031-6
  12. ^ Kesalahan pengutipan: Tag <ref> tidak sah; tidak ditemukan teks untuk ref bernama NRDB
  13. ^ David, P and G. Vogel. 1996. The Snakes of Sumatra. An annotated checklist and key with natural history. Edition Chimaira. Frankfurt. p.148-149. ISBN 3-930612-08-9
  14. ^ About Animal: King Cobra
  15. ^ a b Wall, F. (1924). "The Hamadryad or King Cobra Naja hannah (Cantor)". The Journal of the Bombay Natural History Society. 30 (1): 189–195. 
  16. ^ Coborn, J. (1991). The Atlas of Snakes of the World. TFH Publications. hlm. 30, 452. ISBN 978-0-86622-749-0. 
  17. ^ a b Whitaker, N.; Shankar, P. G.; Whitaker, R. (2013). "Nesting ecology of the King Cobra (Ophiophagus hannah) in India" (PDF). Hamadryad. 36 (2): 101–107. [pranala nonaktif permanen]
  18. ^ King Cobra :: Riverbanks Zoo & Garden
  19. ^ Hrima, V. L.; Sailo, V. H.; Fanai, Z.; Lalronunga, S.; Lalrinchhana, C. (2014). "Nesting ecology of the King Cobra, Ophiophagus hannah, (Reptilia: Squamata: Elapidae) in Aizawl District, Mizoram, India". Dalam Lalnuntluanga; Zothanzama, J.; Lalramliana; Lalduhthlana; Lalremsanga, H. T. Issues and Trends of Wildlife Conservation in Northeast India. Aizawl: Mizo Academy of Sciences. hlm. 268–274. ISBN 9788192432175. 
  20. ^ Chang, L.-S.; Liou, J.-C.; Lin, S.-R.; Huang, H.-B. (2002). "Purification and characterization of a neurotoxin from the venom of Ophiophagus hannah (king cobra)". Biochemical and Biophysical Research Communications. 294 (3): 574–578. doi:10.1016/S0006-291X(02)00518-1. PMID 12056805. 
  21. ^ He, Y. Y.; Lee, W. H.; Zhang, Y. (2004). "Cloning and purification of alpha-neurotoxins from king cobra (Ophiophagus hannah)". Toxicon. 44 (3): 295–303. doi:10.1016/j.toxicon.2004.06.003. PMID 15302536. 
  22. ^ Li, J.; Zhang, H.; Liu, J.; Xu, K. (2006). "Novel genes encoding six kinds of three-finger toxins in Ophiophagus hannah (king cobra) and function characterization of two recombinant long-chain neurotoxins". Biochemical Journal. 398 (2): 233–342. doi:10.1042/BJ20060004. PMC 1550305 . PMID 16689684. 
  23. ^ Roy, A.; Zhou, X.; Chong, M. Z.; d'Hoedt, D.; Foo, C. S.; Rajagopalan, N.; Nirthanan, S.; Bertrand, D.; Sivaraman, J.; Kini, R. M. (2010). "Structural and Functional Characterization of a Novel Homodimeric Three-finger Neurotoxin from the Venom of Ophiophagus hannah (King Cobra)". The Journal of Biological Chemistry. 285 (11): 8302–8315. doi:10.1074/jbc.M109.074161. PMC 2832981 . PMID 20071329. 
  24. ^ Rajagopalan, N.; Pung, Y. F.; Zhu, Y. Z.; Wong, P. T. H.; Kumar, P. P.; Kini, R. M. (2007). "β-Cardiotoxin: A new three-finger toxin from Ophiophagus hannah (King Cobra) venom with beta-blocker activity". The FASEB Journal. 21 (13): 3685–3695. doi:10.1096/fj.07-8658com. PMID 17616557. 
  25. ^ Tin-Myint; Rai-Mra; Maung-Chit; Tun-Pe; Warrell, D. (1991). "Bites by the king cobra (Ophiophagus hannah) in Myanmar: Successful treatment of severe neurotoxic envenoming". The Quarterly Journal of Medicine. 80 (293): 751–762. doi:10.1093/oxfordjournals.qjmed.a068624. PMID 1754675. 

Publikasi dan pranala lain

sunting
  • Cantor, 1836 : Sketch of undescribed hooded serpent with fangs and maxillar teeth. Asiatic Researches, Calcutta, , p. 87-94.
  • Günther, 1864 : The reptiles of British India. p. 1-452 (lihat teks).