Ungku Saliah

ulama sufi, pemimpin tarekat Syattariyah

Syekh Kiramatullah Ungku Saliah (lahir : 1887 – 3 Agustus 1974) adalah ulama Indonesia dari Padang Pariaman, Sumatera Barat. Ungku Saliah adalah tokoh yang sangat terkenal dan dihormati warga Pariaman, Sumatera Barat. Ungku Saliah adalah penganut Mazhab Syafi’i dan dikenal sebagai tokoh dan penyiar agama Islam di Pariaman, Sumatera Barat. Foto Ungku Saliah sering terpajang di beberapa rumah makan yang pemiliknya berasal dari Pariaman.[1]

Syech Kiramatullah Ungku Saliah
LahirDawat
1887 (1887)
Kampung Sagik, Nagari Limau Puruik, V Koto Timur, Padang Pariaman
Meninggal3 Agustus 1974
KebangsaanIndonesia
Pekerjaanulama
Tahun aktif1904–1974

Kehidupan awal

sunting

Ungku Saliah lahir dengan nama Dawat di Kampung Sagik, Nagari Limau Puruik, V Koto Timur, Padang Pariaman. Ia lahir sekitar tahun 1887. Ayahnya bernama Muhammad Ali atau sering dipanggil Tulih (karena bekerja sebagai juru tulis) bersuku Mandailing. Adapun ibunya bernama Tuneh, perempuan asli Sungai Sariak bersuku Sikumbang. Dari kedua orangtuanya, ia punya empat saudara, tapi hanya Dawat seorang yang menjadi ulama.

Pada usia belasan tahun Dawat merantau untuk belajar ilmu tarekat kepada Syekh Muhammad Yatim, Tuanku Mudiak Padang di Surau Kalampalan, Ampalu Tinggi. Budi pekertinya yang santun membuat Dawat diberi gelar Saliah oleh gurunya. Saliah artinya anak yang saleh. Sedangkan Ungku adalah panggilan untuk guru ngaji. Gelar inilah yang melekat sepanjang hayat pada dirinya. Dawat juga berguru kepada Syekh Aluma Nan Tuo di Koto Tuo, Bukittinggi dan Syech Abdurrahman di Surau Bintungan Tinggi. Keduanya orang tarekat. Ungku Saliah pun membuka pengajian di Surau Ujuang Gunuang Sungai Sariak, kampung halamannya. Ungku Saliah punya banyak murid dan pengikut.[2]

Gelar Keramat

sunting

Ungku Saliah dikenal dengan gelar Syekh Kiramatullah, karena ia diyakini sebagai orang keramat yang memiliki kesaktian. Dikisahkan semasa perang mempertahankan kemerdekaan Indonesia (1945 – 1949) ketika agresi militer Belanda memasuki Sungai Sariak, banyak rakyat yang berdatangan untuk berlindung di suraunya. Ungku Saliah memimpin zikir hasilnya mortir yang dijatuhkan pesawat di samping surau, tidak meledak, hanya tercebur ke kolam. Rakyat semakin banyak yang datang. Tiba-tiba Ungku Saliah berkata : ”ampang lapeh” artinya penghambat lepas, serangan pasukan Belanda tak bisa dibendung lagi. Pasukan Belanda pun menyerbu lalu menangkap banyak laki-laki di surau, kemudian dibawa dan diikat, serta digiring gengan jalan kaki ke Sicincin yang berjarak 27 KM yang merupakan Markas Besar Belanda.[1]

Menembus Sel Penjara

sunting

Ungku Saliah juga ditangkap, kabarnya walaupun dikurung dalam sel bila waktu salat tiba ia bisa keluar menembus jeruji besi. Setelah salat masuk kembali tanpa membuka pintu sel besi. Suatu hari Ungku Saliah memperingatkan rakyat di Pasar Lubuak Aluang Pariaman untuk segera mengangkat padi yang terjemur, akan turun hujan lebat katanya, padahal saat itu panas terik. Ternyata Lubuak Aluang dihujani bom dan mortir Belanda. Tugu perang di Lubuak Aluang masih berdiri hingga hari ini.[1]

Mengobati Orang Sakit dan Meraga Sukma

sunting

Orang sakit pun banyak yang berobat kepada Ungku Saliah, obatnya apa saja yang ada di depan mata. Pernah juga suatu ketika datang air bah lalu Ungku Saliah melemparkan batu kerikil ke arah bah, air bah pun berbelok, kampung pun selamat. Kesaktian lainnya, Ungku Saliah bisa meraga sukma, dia bisa di tempat yang berbeda pada waktu yang bersamaan.[1]

Dari Balai ke Balai

sunting

Kesaktian Ungku Saliah yang melegenda adalah perjalanannya dari balai ke balai selingkaran Pariaman. Ada budaya pasar bergilir. Dikisahkan Ungku Saliah ke balai hendak membeli sesuatu tapi uangnya kurang, bila pedagang itu tidak memberikan maka sepanjang hari dagangannya tak akan laku, sebaliknya bila si pedagang memberikan apa yang hendak dibeli Angku Saliah walaupun uangnya kurang maka dalam sekejap laris manis dagangan warungnya. Angku Saliah pun tidak mau menerima gratis jika dtawarkan. Angku Saliah lebih sering tidak mengambil kembalian jika uangnya berlebih, dia tidak terlalu acuh akan uang.[1]

Makam Angku Saliah

sunting

Ketika Angku Saliah berpulang pada 3 Agustus 1974, makamnya dibuat dalam suraunya, karena semasa hidup Angku Saliah pernah berwasiat jika ia meninggal agar dikuburkan di suraunya. Makamnya di Korong kampung bendang, Nagari Sungai Sariak, orang Pariaman menyebutnya Gubah Syeck Tuangku Saliah.[1]

Referensi

sunting
  1. ^ a b c d e f "Kebanggaan Warga Pariaman, Ungku Saliah Terkenal Lewat Bingkai Foto". Sindonews.com. Diakses tanggal 2022-03-10. 
  2. ^ "Ungku Saliah, Sosok Kakek Kopiah Hitam di Rumah Makan Padang - National Geographic". nationalgeographic.grid.id. Diakses tanggal 2022-03-10.