Usman Hamid (lahir di Jakarta, 6 Mei 1976) adalah aktivis HAM, advokat, dan direktur eksekutif Amnesty Internasional Indonesia.[1][2] Ia juga pernah menjabat sebagai koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS).[1] Usman juga merupakan pengajar di Sekolah Tinggi Hukum (STH) Indonesia Jentera.[3]

Infobox orangUsman Hamid
Biografi
KelahiranJakarta
Data pribadi
PendidikanUniversitas Trisakti
Universitas Nasional Australia
Kegiatan
Pekerjaanaktivis, dosen

Pada 1999, Usman masuk ke dalam perwakilan mahasiswa dalam Tim Delegasi Polisi dan Militer untuk misi uji balistik ke Montreal, Kanada. Pada 2001, ia ditunjuk Komnas HAM menjadi sekretaris Komisi Penyelidik Pelanggran HAM Trisakti, Semanggi I dan II untuk mengusut insiden penembakan mahasiswa pada 1998-1999. Pada November 2004, Usman dilibatkan dalam tim delegasi Polri untuk misi forensik ke Belanda. Usman Hamid juga menjadi sekretaris Tim Pencari Fakta kasus almarhum Munir yang dibentuk oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 23 Desember 2004.[4]

Usman, melalui Amnesty International, menolak putusan pemecatan terhadap setidaknya 15 anggota TNI yang diduga menjadi bagian kelompok Lesbian, Gay, Biseksual dan Transgender (LGBT).[5]

Pendidikan sunting

Usman menyelesaikan studi sarjananya di Fakultas Hukum Universitas Trisakti pada 1999. Pada 2016, ia menyelesaikan pendidikan S2 di Department of Political and Social Change, The Australian National University, Australia.[3]

Referensi sunting

  1. ^ a b Times, I. D. N.; Rahman, Vanny El. "[WAWANCARA EKSKLUSIF] Mengenal Usman Hamid, Aktivis 98 yang Merindu Pelukan Ibu". IDN Times (dalam bahasa In). Diakses tanggal 2024-02-20. 
  2. ^ Indonesia, C. N. N. "Usman Hamid Ungkap Kekuasaan Sedang Resah, Buktinya Haris Hingga Butet". nasional. Diakses tanggal 2024-02-20. 
  3. ^ a b Jentera (2019-03-15). "Usman Hamid — STH Indonesia Jentera". Diakses tanggal 2024-02-20. 
  4. ^ "Usman Hamid". tirto.id. Diakses tanggal 2024-02-21. 
  5. ^ "Setidaknya 15 anggota TNI dan Polri dipecat 'karena homoseksual', Amnesty: 'Putusan itu tidak adil dan harus dibatalkan'". BBC News Indonesia. Diakses tanggal 2024-02-21.