Strukturalisme
Dalam sosiologi, antropologi dan linguistik, strukturalisme adalah metodologi yang unsur budaya manusia harus dipahami dalam hal hubungan mereka dengan yang lebih besar, sistem secara menyeluruh atau umum disebut struktur. Ia bekerja untuk mengungkap struktur yang mendasari semua hal yang manusia lakukan, pikirkan, rasakan, dan merasa. Atau, seperti yang dirangkum oleh filsuf Simon Blackburn, strukturalisme adalah "keyakinan bahwa fenomena kehidupan manusia yang tidak dimengerti kecuali melalui keterkaitan mereka. Hubungan ini merupakan struktur, dan belakang variasi lokal dalam fenomena yang muncul di permukaan ada hukum konstan dari budaya abstrak".[1]
Sosiologi |
---|
Portal |
Teori dan Sejarah |
Metode penelitian |
Topik dan Cabang |
agama ·
budaya ·
demografi |
Strukturalisme di Eropa dikembangkan di awal tahun 1900-an, di bidang linguistik struktural dari Ferdinand de Saussure berikutnya Praha,[2] sekolah Moskow[2] dan Copenhagen linguistik. Pada akhir 1950-an dan awal 60-an, ketika linguistik struktural menghadapi tantangan serius dari orang-orang seperti Noam Chomsky dan dengan demikian memudar di pentingnya, array sarjana di humaniora meminjam konsep Saussure untuk digunakan dalam bidang masing-masing studi. Antropolog Prancis Claude Levi-Strauss dikatakan sebagai ilmuwan pertama, memicu minat yang luas dalam hal Strukturalisme.[1]
Model strukturalis penalaran telah diterapkan dalam berbagai bidang, termasuk antropologi, sosiologi, psikologi, kritik sastra, ekonomi dan arsitektur. Pemikir yang paling menonjol terkait dengan strukturalisme termasuk Levi-Strauss, ahli linguistik Roman Jakobson, dan psikoanalis Jacques Lacan. Sebagai gerakan intelektual, strukturalisme awalnya dianggap menjadi pewaris eksistensialisme. Namun, pada 1960-an, banyak dari prinsip dasar strukturalisme diserang dari gelombang baru intelektual terutama dari Perancis seperti filsuf dan sejarawan Michel Foucault, filsuf dan komentator sosial Jacques Derrida, filsuf Marxis Louis Althusser, dan kritikus sastra Roland Barthes.[2] Meskipun unsur pekerjaan mereka selalu berhubungan dengan strukturalisme dan diinformasikan oleh itu, teori ini umumnya disebut sebagai post-strukturalis. Pada 1970-an, strukturalisme dikritik karena kekakuan dan ahistorisme. Meskipun demikian, banyak pendukung strukturalisme, seperti Lacan, terus menegaskan pengaruh pada filsafat kontinental dan banyak asumsi dasar dari beberapa kritikus strukturalis bahwa pasca-strukturalis adalah kelanjutan dari strukturalisme.[3]
Tujuan
Tujuan trukturalisme adalah mencari struktur terdalam dari realitas yang tampak kacau dan beraneka ragam di permukaan secara ilmiah (obyektif, ketat dan berjarak).[4] Ciri-ciri itu dapat dilihat strukturnya:
- Bahwa yang tidak beraturan hanya dipermukaan, namun sesungguhnya di balik itu terdapat sebuah mekanisme generatif yang kurang lebih konstan.[4]
- Mekanisme itu selain bersifat konstan, juga terpola dan terpola dan terorganisasi, terdapat blok-blok unsur yang dikombinasikan dan dipakai untuk menjelaskan yang dipermukaan.[4]
- Para peneliti menganggap obyektif, yaitu bisa menjaga jarak terhadap yang sebenarnya dalam penelitian mereka.[4]
- Pendekatan dengan memakai sifat bahasa, yaitu mengidentifikasi unsur-unsur yang bersesuaian untuk menyampaikan pesan.[4] Seperti bahasa yang selalu terdapat unsur-unsur mikro untuk menandainya, salah satunya adalah bunyi atau cara pengucapan.[4][5]
- Strukturalisme dianggap melampaui humanisme, karena cenderung mengurangi, mengabaikan bahkan menegasi peran subjek.[4]
Masa Strukturalisme
Tahun 1966 digambarkan oleh Francois Dosse dalam bukunya Histoire du Structuralisme sebagai tahun memancarnya strukturalisme di Eropa, khususnya di Prancis.[5][6] Perkembangan strukturalisme pada tahun 1967-1978 digambarkan sebagai masa penyebaran gagasan strukturalisme dan penerangan tentang konsep strukturalisme serta perannya dalam ilmu pengetahuan.[6]
Ciri-ciri Strukturalisme
Ciri-ciri strukturalisme adalah pemusatan pada deskripsi keadaan aktual objek melalui penyelidikan, penyingkapan tabiat, sifat-sifat yang terkait dengan suatu hal melalui pendidikan.[7] Ciri-ciri itu bisa dilihat dari beberapa hal; hirarki, komponen atau unsur-unsur, terdapat metode, model teoritis yang jelas dan distingsi yang jelas.[7]
Para ahli strukturalisme menentang eksistensialisme dan fenomenologi yang mereka anggap terlalu individualistis dan kurang ilmiah.[4] Salah satu yang terkenal adalah pandangan Maurice Merleau-Ponty yang menentang fenomenologi dan eksistensialisme tubuh manusia.[5] Merleau-Ponty menekankan bahwa hal yang fundamental dalam identitas manusia adalah bahwa kita adalah objek-objek fisik yang masing-masing memiliki kedudukan yang berbeda-beda dan unik dalam ruang dan waktu.[5]
Tokoh-tokoh dan sumbangan bidang strukturalisme
Sebagai penemu stuktur bahasa, Saussure berargumen dengan melawan para sejarawan yang menang dalam pendekatan filologi.[8] Dia mengajukan pendekatan ilmiah, yang didekati dari sistem terdiri dari elemen dan peraturannya dalam pembuatannya yang bertujuan menolong komnunikasi dalam masyarakat.[8] Dipengaruhi oleh Emile Durkheim dalam sebuah social fact, yang berdasar pada objektivitas di mana psikologi dan tatanan sosial dipertimbangkan.[8] Saussure memandang bahasa sebagai gudang (lumbung) dari tanda tanda diskusif yand dibagikan oleh sebuah komunitas.[8] Bahasa bagi Saussure adalah modal interpretasi utama dunia, dan menuntut suatu ilmu yang disebut semiologi.[7]
- Levi-Strauss dalam masyarakat.[7]
Metode Strauss adalah anthropologi dan linguistik secara serempak.[7] Unsur-unsur yang digelutinya adalah mengenai mitos, adat-istiadat, dan masyarakatnya sendiri.[7] Dalam proses analisisnya, manusia kemudian dipandang sebagai suatu porsi dari struktur, yang tidak dikonstitusikan oleh analisis itu, melainkan dilarutkan dengan analisis.[7] Perubahan penekanan dari manusia ke struktur merupakan ciri umum pemikiran strukturalis.[7]
- Lev Vygotsky, Jacques Lacan dan Jean Piaget dalam psikologi.[7]
Jacques Lacan (Freudian) dalam psikologi menggambarkan pekerjaan Saussure dan Levi-Strauss untuk menekankan pendapat Sigmund Freud dengan bahasa dan argumen yang, sebagai sebuah tatanan kode, bahasa dapat mengungkapkan ketidaksadaran orang itu.[8] Hal ini masalah, bahwa bahasa selalu bergerak dan dinamis, termasuk metafora, metonomi, kondensasi serta pergeserannya.[8] Jean Piaget sendiri menggambarkan strukturalismenya sebagai sebuah struktur yang terpadu, yaitu yang unsur-unsurnya adalah anggota dari sistem di luar struktur itu sendiri.[6] Sistem itu ditangkap melalui kognisi anggota masyarakat sebagai kesadaran kolektif.[6]
- Frege, Hillbert dalam meta-logika meta-matematika.[7]
- Roland Berthes menerapkan analis strukturalis pada kritik sastra dengan menganggap berbagai macam ekspresi atau analisis bahasa sebagai bahasa yang berbeda-beda.[7] Tugas kritik sastra adalah terjemahan, yaitu mengekspresikan sistem formal yang telah dibentangkan penulisnya dengan suatu bahasa.[7] Hal ini terkait dengan kondisi zamannya.[7]
- Michel Foucault dalam filsafat.
Strukturalisme modern atau poststrukturalisme dalam bidang filsafat adalah dengan mendekati subjektivitas dari generasi dalam berbagai wacana epistemik dari tiruan maupun pengungkapannya.[8] Sebagaimana peran isntitusional dari pengetahuan dan kekausaan dalam produksi dan pelestarian disiplin tertentu dalam lingkungan dan ranah sosial juga berlaku pendekatan itu.[8] Dalam disiplin ini, Focault menyarankan, di dalam perubahan teori dan praktik dari kegilaan, kriminalitas, hukuman, seksualitas, kumpulan catatan itu dapat menormalisasi setiap individu dalam pengertian mereka.[8]
- Guenther Schiwy dalam kekristenan
Strukturalisme terkait kekristenan dalam atemporal sturkturalisme sebenarnya cocok dengan penekanan eternalistik kekristenan.[7]
Referensi
- ^ a b Blackburn, Simon (2008). Oxford Dictionary of Philosophy, second edition revised. Oxford: Oxford University Press, ISBN 978-0-19-954143-0
- ^ a b c Deleuze, Gilles. 2002. "How Do We Recognise Structuralism?" In Desert Islands and Other Texts 1953-1974. Trans. David Lapoujade. Ed. Michael Taormina. Semiotext(e) Foreign Agents ser. Los Angeles and New York: Semiotext(e), 2004. 170–192. ISBN 1-58435-018-0: p. 170.
- ^ John Sturrock (1979), Structuralism and since: from Lévi Strauss to Derrida, Introduction.
- ^ a b c d e f g h (Indonesia)Mudji Sutrisno & Hendar Putranto., Teori-teori Kebudayaan, Yogyakarta: Kanisius, 2005
- ^ a b c d (Indonesia) Bryan Magee., The Story of Philosophy, Yogyakarta: Kanisius, 2008
- ^ a b c d (Indonesia) Jean Piaget., Strukturalisme - Terjemahan oleh Hermoyo, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1995
- ^ a b c d e f g h i j k l m n o Kesalahan pengutipan: Tag
<ref>
tidak sah; tidak ditemukan teks untuk ref bernamaBagus
- ^ a b c d e f g h i Kesalahan pengutipan: Tag
<ref>
tidak sah; tidak ditemukan teks untuk ref bernamaAudi
Bibliografi
- Course in General Linguistics, Ferdinand de Saussure
- Essais de linguistique générale, Roman Jakobson
- The Elementary Structures of Kinship, Claude Lévi-Strauss
- Structural Anthropology, Claude Lévi-Strauss
- Mythologiques, Claude Lévi-Strauss
- The Seminars of Jacques Lacan, Jacques Lacan
- Reading Capital, Louis Althusser
- S/Z, Roland Barthes
- The order of things, Michel Foucault
- À quoi reconnaît-on le structuralisme?, Gilles Deleuze (in: Histoire de la philosophie, Idées, Doctrines. Vol. 8: Le XXe siècle, Hachette, Paris 1973, pp. 299–335; edited by François Châtelet)
- Claude Levi-Strauss: The Father of Modern Anthropology, Patrick Wilcken
Bacaan lanjutan
- Angermuller, J. (2015): Why There Is No Poststructuralism in France. The Making of an Intellectual Generation. London: Bloomsbury.
- Élisabeth Roudinesco, Philosophy in Turbulent Times: Canguilhem, Sartre, Foucault, Althusser, Deleuze, Derrida, Columbia University Press, New York, 2008.