Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia 2014–2019
Majelis Permusyawaratan Rakyat 2014–2019 atau lebih singkatnya disebut dengan MPR-RI 2014–2019 adalah masa bakti para anggota legislatif Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia yang sekarang, berisikan anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan anggota Dewan Perwakilan Daerah periode 2014-2019.
Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia 2014–2019 | |
---|---|
Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia 2014–2019 | |
Jenis | |
Jenis | |
Majelis | Dewan Perwakilan Daerah Dewan Perwakilan Rakyat |
Pimpinan | |
Komposisi | |
Anggota | 692 132 Anggota DPD 560 Anggota DPR |
Partai & kursi Dewan Perwakilan Rakyat | |
Pemilihan | |
Pemilihan terakhir Dewan Perwakilan Rakyat | 9 April 2014 |
Pemilihan terakhir Dewan Perwakilan Daerah | 9 April 2014 |
Tempat bersidang | |
Kompleks Parlemen Jakarta Indonesia | |
Situs web | |
www.mpr.go.id | |
Masa sidang dijadwalkan dimulai dari 1 Oktober 2014 hingga 30 September 2019. Sebagai pemenang Pemilihan Umum 2014, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) memiliki jumlah kursi terbanyak dengan 109 kursi, di luar jumlah anggota kelompok DPD yang merupakan golongan nonpartisan yang berjumlah 132 kursi. Namun meski demikian, Koalisi Indonesia Hebat pimpinan PDIP adalah kelompok suara minoritas yang hanya berjumlah 208 kursi, dibandingkan dengan Koalisi Merah Putih yang memiliki suara mayoritas dengan jumlah 342 kursi.
Peristiwa penting
Legislasi
Pengesahan undang-undang
Pengusulan rancangan undang-undang
Kepemimpinan
MPR
Jabatan | Nama |
---|---|
Ketua | Zulkifli Hasan |
Wakil Ketua | Mahyudin |
Wakil Ketua | Evert Ernest Mangindaan |
Wakil Ketua | Hidayat Nur Wahid |
Wakil Ketua | Oesman Sapta Odang |
DPR
Jabatan | Nama |
---|---|
Ketua | Ade Komarudin |
Wakil Ketua | Fadli Zon |
Wakil Ketua | Agus Hermanto |
Wakil Ketua | Taufik Kurniawan |
Wakil Ketua | Fahri Hamzah |
DPD
Jabatan | Nama |
---|---|
Ketua | Irman Gusman |
Wakil Ketua | Farouk Muhammad |
Wakil Ketua | Gusti Kanjeng Ratu Hemas |
Keanggotaan
DPR
DPD
AcehSumatera UtaraSumatera BaratRiauJambiSumatera SelatanKepulauan Riau
RUU Kumulatif Terbuka RUU kumulatif terbuka terdiri dari: 1. RUU Kumulatif Terbuka tentang Pengesahan Perjanjian Internasional 2. RUU Kumulatif Terbuka akibat Putusan Mahkamah Konstitusi 3. RUU Kumulatif Terbuka tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 4. RUU Kumulatif Terbuka tentang Pembentukan Daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota 5. RUU Kumulatif Terbuka tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Menjadi Undang-Undang Berikut adalah daftar RUU kumulatif terbuka yang telah ditetapkan oleh DPR periode 2014-2019: Nomor Judul Ditetapkan menjadi UU Nomor 1 RUU tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No. 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota menjadi Undang-Undang UU Nomor 1 Tahun 2015 2 RUU tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No. 2 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah menjadi Undang-Undang UU Nomor 2 Tahun 2015 2 RUU tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2014 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2015
Ba’da shalawat dan salam Dari Ibnu Abbas, bahwa Rasulullah bersabda : Allah tidak mengirimkan bencana kepada umatku yang tidak shalat adalah karena ibadah umatku yang shalat, maka sekejap matapun Allah tak akan memperdulikan mereka. Allah tidak mengirimkan bencana kepada umatku yang tidak membayar zakat adalah karena ketaatan umatku yang tidak membayar zakat adalah karena ketaatan umatku yang berzakat. Andaikata mereka sepakat tidak membayar zakat, maka sekejap matapun Allah tak akan memperdulikan mereka. Allah tidak mengirimkan bencana kepada umatku yang tidak mau berhaji adalah karena terdapat umat yang berhaji. Andaikata mereka sepakat tidak menjalankan haji, maka sekejap matapun Allah tidak memperdulikan mereka. Allah tidak mengirimkan bencana kepada umatku yang tidak shalat jum’at adalah karena umatku ada yang berjum’at. Andaikata mereka sepakat tidak melakukan shalat jum’at, maka sekejap mata pun Allah tak akan memperdulikan mereka. Itulah yang dimaksud Allah dalam firman-Nya : “Seandainya Allah tidak menolak (keganasan) sebagaimana manusia dengan sebagian yang lain, pastilah rusak bumi ini.” (Q.S Al-Baqarah, 2 : 251) Allah mengampuni dan memaafkan orang yang tidak shalat karena kebaikan orang yang melakukan shalat di antara umatku. Pesan Rasulullah kepada para sahabat, sabdanya : “hendaklah bagian masing-masingmu dari kekayaan dunia ini seperti bekal seorang pengembara.” Dan dari Abdullah bin Umar, ia berkata : Rasulullah saw. Bersabda Islam itu didirikan di atas lima perkara :1. Kesaksian bahwa tidak ada Ilah selain Allah swt dan Muhammad adalah utusan Allah, 2 mendirikan shalat,3 menunaikan zakat, 4 menunaikan haji ke baitullah, 5 dan shaum di bulan Ramadhan (Hr. Bukhari dan Muslim) ...
1.2 MAKSUD DAN TUJUAN Maksud penulisan karya tulis ini memberikan pengertian tentang cara pandang bangsa Indonesia untuk mewujudkan persatuan dan kesatuan salam seluruh aspek kehidupan, dengan tujuan agar dapat dipahami, dimengerti, dipedomani serta diwujudkan secara luas gagasan dalam kehidupan, berbangsa dan bernegara. Sekaligus sebagai revolusi mental untuk sebuah penghargaan di kemerdekaan Republik Indonesia yang sedang berkembang dan mengalami pengaruh-pengaruh lingkungan di dunia internasional dan kondisi sosial masyarakat, budaya dan tradisi, keadaan alam, dan wilayah serta pengalaman sejarahnya. 1.3 PENDEKATAN DAN METODE Pendekatan yang digunakan dalam penyusunan kerangka berfikir ini adalah untuk pendekatan komprehensif secara terpadu (integral) dengan metode deskritif historical dan analistis kewilayahan. 1.4 RUANG LINGKUP Karya tulis ini disusun meliputi dasar-dasar atau pokok-pokok pikiran Nusantara dan implementasinya serta diatur dengan tata urut sebagai berikut : Pendahuluan Pengantar Teori Wawasan Nusantara Wawasan Nusantara sebagai Wawasan Nasional Indonesia Implementasi Wawasan Nusantara dalam Kehidupan Nasional dan Pembangunan Nasional Wawasan Nusantara sebagai kehidupan Nasional dan Internasional Penutup
Merujuk pada kumpulan ketentuan-ketentuan yang mengatur tentang fungsi lembaga internasioal. Atau dapat juga disebut sebagai suatu anggaran dasar dari suatu organisasi internasonal secara tertulis, sehingga adanya suatu jaminan atau kepastian hukum yang mengatur masalah-masalah bersama dalam hubungan antara subyek-subyek hukum internasional (antar negara). Dengan menandatangani suatu naskah perjanjian, suatu negara dapat dipastikan telah menyetujui untuk mengikatkan diri pada suatu perjanjian. Selain itu melalui penandatanganan, persetujuan untuk mengikat diri pada perjanjian dapat pula dilakukan melalui ratifikasi, pernyataan turut serta atau menerima suatu perjanjian. Sedangkan ratifikasi adalah pengesahan naskah perjanjian internasional yang diberikan oleh Badan yang berwenang di suatu negara. Dengan menandatangani naskah perjanjian, namun negara yang diwakilinya tidak secara otomatis terikat pada perjanjian. Negara tersebut baru terikat pada materi perjanjian setelah naskah perjanjian tersebut diratifikasi. Untuk Indonesia misalnya wewenang itu dipegang oleh Presiden dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat. Hal ini merujuk pada pasal 11 Undang-Undang Dasar 1945 yang menyatakan : “Presiden dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat membuat perjanjian dengan negara-negara lain”. Tentang persoalan intern negara yang bersangkutan. Untuk Internasional menjadi persoalan intern negara yang bersangkutan. Demikian pula, tentang hak-hak Ekonomi, Sosial dan Kultural. Oleh karena itu meski sejak 23 maret 1976, semua negara anggota PBB menjadi anggota covenant. Yang berkaitan dengan ketentuan tentang kuasa penuh (full power) yang harus dimiliki oleh orang yang mewakili suatu negara dalam perundingan untuk mengadakan perjanjian internasional (Kusumaatmadja, 1990 : 80). “political communication as pure discussion about the allocation of public resources (reveneus), official and treaty (who is given the power to make legal, legislative and executive decision) and official stations (what the state reward or punishes)” – Introduction to political communication. Menair – 2003 Dewan Ekonomi dan Sosial ini merupakan organ politik PBB yang beranggotakan 54 negara, yang bekerja di bawah wewenang Majelis Umum, berkepentingan memajukan ekonomi dan sosial bagi kemakmuran masyarakat internasional. Dalam bidang hak asasi manusia. Dewan ini bertugas membuat rekomendasi dalam rangka menggalakkan penghormatan dan ketaatan terhadap HAM dan kebebasan hak asasi. Adapun berbagai badan-badan khusus yang berada di bawah atap Perserikatan Bangsa-Bangsa yaitu antara lain : FAO, UNICEF, ILO WHO IBRD GATT WMO IMCO UNDP IFC United Nations Capital Development Fund atau Dana Pembangunan Modal PBB United Nations Military Observer in India and Pakistan United Nations Truce Supervision Organization in Palestina UNITAR IAEA UNIDO International Civil Aviation Organization United Nations Development Programme United Nations High Commisioner for Refugees Di samping organ atau alat perlengkapan utama tersebut di atas, terdapat pula bermacam-macam panitia dan badan khusus yang juga berperan dalam alat perlengkapan PBB salah satunya Trusteeship Council yang diantaranya terdiri dari komisi yang dibentuk pada masa yang sama dengan CHR, terdiri dari 32 orang anggota. Lembaga ini berfungsi ganda ; pertama, menyiapkan laporan dan rekomendasi kepada ECOSOC mengenai HAM kaum wanita dalam bidang politik, ekonomi, sipil, sosial dan pendidikan. Kedua, menyiapkan saran-saran dan rekomendasi kepada ECOSOC mengenai prinsip persamaan hak wanita dari pria (1953) dalam Convention on the Political Rights of Women dan Deklarasi Menghilangkan Diskriminasi terhadap Wanita (1967) Declaration on Elimination of Discrimination Againts Women. Dalam keberlimpahan budaya politik Indonesia dengan turut serta mendeklarasi status quo wanita dalam hak-hak sipil, mewajibkan ketentuan hukum Pidana untuk menunjuk hak memilih kurikulum dan menunjuk guru pria dan wanita untuk memenuhi hak-hak pendidikan, hak mewakili kewarganegaraan, kecakapan yang sempurna berdasarkan undang-undang, baik hukum, ataupun bertindak, meneruskan dan menekuni belajar dan hak mendapatkan beasiswa. Sedangkan dalam hak-hak ekonomi dan kebudayaan. Deklarasi ini menetapkan persamaan hak dalam latihan kerja, memilih pekerjaan keterampilan dan pelayanan promosi, persamaan dalam perlakuan dan upah yang adil dalam pekerjaan, memperoleh cuti yang tetap diberi upah, hak mendapatkan pensiun dan kompensasi keluarga, serta jaminan waktu menganggur, menderita sakit, usia lanjut dan lain yang mengakibatkan tidak mampu bekerja. Adapun menurut konteks beberapa persetujuan internasional yang telah dihasilkan suatu perjanjian Internasional tentang Hak Cipta, 1952 (Universal Copyright Convention) dan Persetujuan Menentang Diskriminasi dalam Pendidikan tahun 1960 (Convention Againts Discrimination in Education) aktivitas-aktivitas penting yang ditangani oleh UNESCO dalam masalah-masalah HAM menurut M.Luqman Hakim (1993 : 74-75) adalah sebagai berikut : Distribusi hasil kajian dan keputusan, di samping membahas makalah-makalah yang membahas HAM dalam berbagai bahasa terutama ARAB, PRANCIS, INGGRIS, SPANYOL, RUSIA dan CINA. Mengadakan pengkajian yang lebih praktis melalui lembaga ilmu pengetahuan yang berorientasi sama Partisipasi dalam pembangunan pusat-pusat kelembagaan khusus untuk HAM Menyelenggarakan seminar, konferensi dan pertemuan lainnya untuk membahas masalah HAM Melakukan studi perbandingan pada pembahasan terhadap masalah HAM Pembentukan undang-undang dan perjanjian yang menyempurnakan perjanjian Internasional tentang deklarasi HAM. Yuridiksi negara ; kewenangan suatu negara untuk menetapkan ketentuan hukum nasionalnya. Bagian wilayah negara ; wilayah daratan termasuk tanah di bawahnya, wilayah dasar laut dan tanah di bawahnya, wilayah ruang udara & wilayah perairan HLI ; Hukum laut International, seperangkat yang mengatur perbatasan Laut dan Udara dalam sebuah teritorial suatu Negara. Laut teritorial adalah cikal bakal dari terbentuknya Hukum Laut Internasional, baik secara garis tersurut air laut dari pantai. Menurut Wespalia yang lahir tahun 1648 dengan berakhirnya perang dingin pertama melahirkan konsep kerajaan ke objek yang di atur dalam law of the sea baik negara, kapal harus memenuhi syarat hak lintas damai laut teritorial (right of innocent passage) dalam artian melintasi laut tanpa memasuki perairan pedalaman atau singgah di pelabuhan, lintasan tersebut harus tidak terputus dan cepat kecuali dalam keadaan terpaksa, lintasan tersebut harus damai. Sedangkan dalam konsep hukum laut zona maritim dan negara kepulauan. Jumlah titik dasar dan garis pangkal berdasarkan survei dishidros (1989-1995) DENGAN jumlah titik dasar :20, jumlah garis pangkal :231 Garis pangkal terbagi 3 pangkal normal, pangkal lurus, pangkal kepulauan. More libeirum (laut teruka) Res. Nullius More Clauseum (laut tertutup) Res.Lomonius Mahkamah International bertugas memberikan saran dan pendapat kepada Dewan Keamanan atau Majelis Umum apabila diminta. Keanggotaan Mahkamah Internasional ini terdiri dari 15 orang ahli hukum dari berbagai negara anggota. Selain berfungsi menyelesaikan sengketa antara satu negara dengan negara lainnya ataupun antara satu negara dengan beberapa negara lain. Jika suatu negara tidak menaati putusan Mahkamah Internasional ini, maka yang dirugikan dapat mengadukan kepada Dewan Keamanan PBB.
KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : / / / PHB- TENTANG TATA CARA TETAP PELAKSANAAN TUNTUTAN PERBENDAHARAAN DAN TUNTUTAN GANTI RUGI DI LINGKUNGAN DEPARTEMEN PERHUBUNGAN MENTERI PERHUBUNGAN : Menimbang :a. Bahwa penyelesaian kekurangan perbendaharaan dan kerugian Negara mempunyai arti penting dalam rangka pengamanan Keuangan Negara ; b. Bahwa untuk penyelesaian kekurangan perbendaharaan dan Kerugian Negara di lingkungan Departemen Perhubungan perlu disusun Tata Cara Tetap Pelaksanaan Tuntutan Perbendaharaan dan Tuntutan ganti Rugi; Mengingat :1.Undang-UndangPerbendaharaanIndonesiaStbl.1925 No. 448 sebagaimana telah diubah dan ditambah, terakhir dengan Undang-Undang No.9 tahun 1968; 2. Undang-Undang No. 9 tahun 1969; 3. Undang-Undang No. 5 tahun 1973; 4. Undang-Undang No. 8 tahun 1974; 5. Peraturan Pengurusan Administrasi (RAB) Stbl. 1933 No. 381 6. Peraturan Pemerintah No. 20 tahun 1956 dan No. 21 tahun 1956 ; 7. Keputusan Presiden Republik Indonesia No 8. Keputusan Presiden Republik Indonesia No 9. Intruksi Badan Pemeriksaan Keuangan No 10. Intruksi Presiden No. MEMUTUSKAN : Menetapkan : KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN TENTANG CARA TETAP PELAKSANAAN TUNTUTAN PERBENDAHARAAN DAN TUNTUTAN GANTI RUGI DI LINGKUNGAN DEPARTEMEN PERHUBUNGAN BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam keputusan ini yang dimaksud dengan : Tuntutan perbendaharaan adalah dan atau pertanggung jawaban terhadap Bendaharawan jika dalam pengurusnya terjadi kekurangan perbendaharaan dan dilaksanakan dengan cara biasa dan cara khusus. Tuntutan ganti rugi adalah suatu proses yang dilakukan terhadap pegawai Negeri bukan Bendaharawan atau pegawai Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan orang lain dengan tujuan untuk menuntut penggantian atas suatu kerugian yang diderita oleh Negara sebagai akibat langsung ataupun tidak langsung dari suatu perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh mereka tersebut di atas atau kelalaian dalam melaksanakan tugas kewajibannya. Badan Usaha Milik Negara disingkat BUMN adalah badan usaha yang dibentuk berdasarkan peraturan perundangan-undangan yang modalnya seluruh atau sebagian dimiliki oleh Negara dengan bentuk Perusahaan Jawatan dan Perusahaan Umum (PERUM). Kekayaan negara adalah kekayaan yang berasal dan atau dibeli dari sumber Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan atau dana dari bantuan luar negeri. Pegawai Negeri adalah mereka yang setelah memenuhi syarat-syarat yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku, diangkat oleh pejabat yang berwenang dan diserahi tugas dalam sesuatu jabatan Negeri atau diserahi tugas Negara lainnya yang ditetapkan berdasarkan sesuatu peraturan perundangan-undangan dan digaji menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Bendaharawan adalah semua orang dan badan yang oleh Negara ditugaskan menerima, menyimpan, membayar dan atau mengeluarkan uang dan atau surat berharga atau barang-barang termaksud dalam Pasal 55 ICW dan dengan demikian berkewajiban memberikan perhitungan pertanggung jawaban kepada Badan Pemeriksa Keuangan mengenai pengurusan yang dilakukan olehnya. Orang lain adalah mereka yang bukan pegawai Negeri dan bukan pegawai BUMN. Kerugian Negara adalah berkurangnya kekayaan Negara yang disebabkan oleh suatu perbuatan melanggar hukum dan atau kelalaian seseorang dan atau disebabkan suatu keadaan di luar dugaan dan di luar kemampuan manusia (force majeure). Perbuatan melawan hukum adalah perbuatan yang melanggar hak orang lain atau berlawanan dengan kewajiban hukum dari orang yang berbuat. Departemen adalah Departemen Perhubungan. Menteri adalah Menteri Perhubungan. Pejabat yang ditunjuk adalah para pejabat eselon I di lingkungan Departemen Perhubungan. BAB II RUANG LINGKUP DAN PELAPORAN Bagian Pertama RUANG LINGKUP Pasal 2 Keputusan ini berlaku untuk melaksanakan Tuntutan Perbendaharaan dan Tuntutan Ganti Rugi bagi Bendaharawan, Pegawai Negeri bukan Bendaharawan dan Pegawai BUMN di lingkungan Departemen. Keputusan ini berlaku pula untuk melaksanakan Tuntutan Ganti Rugi terhadap orang lain yang langsung atau tidak langsung merugikan Negara di lingkungan Departemen. Bagian Kedua PELAPORAN Pasal 3 Apabila di lingkungan Kantor dan atau Satuan Kerja dan atau Proyek dan Bagian Proyek dan atau BUMN diketahui adanya kejadian yang mengakibatkan kerugian Negara yang dilakukan baik langsung maupun tidak langsung oleh Bendaharawan, pegawai Negeri bukan Bendaharawan, pegawai BUMN atau orang lain, maka pejabat yang melaksanakan tugas verivikasi atau pejabat yang berwenang melakukan pemeriksaan selambat-lambatnya dalam waktu satu minggu setelah kejadianitu diketahui tanpa menunggu kelengkapan datanya, wajib melaporkan kepada Menteri melalui pejabat yang ditunjuk untuk itu dengan tembusan disampaikan kepada : Ketua Badan Pemeriksa Keuangan ; Kepala Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan ; Inspektur Jenderal Departemen Perhubungan ; Pasal 4 Menteri setelah menerima laporan sebagaimana tersebut pada Pasal 3 menugaskan beberapa pejabat yang terdiri dari Inspektorat Jenderal, Sekretariat Jenderal dan Instansi yang bersangkutan menyelidiki lebih lanjut tentang kebenaran laporan. Jika kerugian Negara tersebut Pasal 3 menyangkut beberapa bagian dan atau anggaran Departemen, oleh Menteri dan atau Instansi yang bersangkutan dapat dibentuk Tim Gabungan untuk melakukan penyelidikan. Apabila dalam kejadian tersebut pada Pasal 3 terdapat unsur tindak pidana khusus maka Menteri melaporkan kepada Kejaksaan Agung dan bila terdapat unsur tindak pidana umum, dilaporkan kepada Kepolisian setempat oleh atasan langsung yang bersngkutan. Laporan hasil penyelidikan tersebut pada ayat (1) dan (2) dilampiri daftar pertanyaan seperti contoh I dan atau II lampiran Keputusan ini. BAB III TUNTUTAN PERBENDAHARAAN Bagian Pertama TUNTUTAN PERBENDAHARAAN BIASA Pasal 8 Jika Bendaharawan yang seharusnya membuat perhitungan Surat Pertanggung Jawaban (SPJ) lalai atau karena sebab lain tidak dapat membuat perhitungan Surat Pertanggung Jawaban, maka Menteri menunjuk seorang atau beberapa pejabat untuk membuat Surat Pertanggung Jawaban dan atau perhitungan secara ex-officio. Jika dari perhitungan ex-officio ternyata terdapat kekurangan perbendaharaan dan atau kerugian Negara, maka terhadap Bendaharawan tersebut dilakukan Tuntutan Perbendaharaan. Pasal 9 Jika Bendaharawan dibebaskan dari kewajiban untuk menyampaikan Surat Pertanggun Jawaban kepada Badan Pemeriksa Keuangan berdasarkan ketentuan-ketentuan yang berlaku maka tuntutan perbendaharaan dilakukan berdasarkan berita acara pemeriksa atau berdasarkan laporan hasil pemeriksaan yang menyatakan adanya kekurangan perbendaharaan. Pasal 12 Jika upaya untuk memperoleh penggantian kekurangan perbendaharaan tersebut pada Pasal 11 tidak dapat terlaksana secara damai kepada Bendaharawan yang bersangkutan dapat dilakukan pembebanan penggantian sementara dengan Surat Keputusan Menteri sesuai contoh V lampiran Keputusan ini. Keputusan pembebanan penggantian sementara tersebut pada ayat (1) merupakan dasar untuk dapat dilakukan pemotongan atas gaji dan atau penghasilan lain dari yang bersangkutan. Jika dianggap perlu dapat pula Keputusan tersebut pada ayat (1) dilaksanakan sebagai dasar untuk melakukan penyitaan penjagaan atas harta kekayaan milik yang bersangkutan dengan perantaraan pihak yang berwajib. Pasal 13 Tindakan-tindakan yang telah dilakukan oleh Menteri tersebut pada pasal-pasal terdahulu diberitahukan kepada Badan Pemeriksa Keuangan. Pasal 14 Atas pertimbangan Badan Pemeriksa Keuangan terhadap pemberitahuan Menteri tersebut pasal 13, Menteri dapat melakukan tindakan sesuai dengan tugas dan wewenangnya. Pasal 17 Bendaharawan yang berdasarkan Surat Keputusan Batas Waktu tidak mempergunakan kesempatan untuk mengajukan keberatan atau sanggahan tidak dapat mengajukan permohonan naik banding. Jika Bendaharawan yang bersangkutan telah mengajukan keberatan atau sanggahan dan Badan Pemeriksa Keuangan tetap berpendapat bahwa Bendaharawan yang bersangkutan salah, lalai dan atau alpa dengan demikian telah membebankan penggantian kekurangan, yang bersangkutan dapat mengajukan permohonan peninjauan kembali atau banding kepada Badan Pemeriksa Keuangan dalam waktu satu bulan setelah menerima Surat Keputusan Pembebanan itu. Pasal 18 Terhadap permohonan peninjauan kembali yang diajukan Bendaharawan seperti dimaksud pada Pasal 17 ayat (2) diadakan pemeriksaan peninjauan kembali oleh Badan Pemeriksa Keuangan. Jika dalam pemeriksaan peninjauan kembali diputuskan bahwa Bendaharawan yang bersangkutan bebas dari tanggung jawab atas seluruh atau sebagian kekurangan perbendaharaan maka Surat Keputusan Pembebanan tingkat pertama dinyatakan dicabut untuk seluruh atau sebagian. Keputusan tersebut pada ayat (2) diberitahukan kepada Menteri sebagai dasar mengeluarkan keputusan penghapusan atau pembebanan tagihan Negara sesuai ketentuan yang berlaku. Pasal 19 Permohonan peninjauan kembali atau banding dapat diajukan selain oleh Bendaharawan yang bersangkutan dapat pula dilakukan oleh Badan Pemeriksaan Keuangan sendiri jika ternyata bahwa keputusan pembebanan pada tingkat pertama diambil atas dasar bukti-bukti yang tidak benar. Pasal 20 Jika oleh Badan Pemeriksa Keuangan telah diputuskan bahwa kekurangan perbendaharaan harus diganti oleh Bendaharawan yang bersangkutan maka pelaksanaannya dilakukan oleh Menteri. Bagian Kedua TUNTUTAN PERBENDAHARAAN KHUSUS Pasal 21 Jika Bendaharawan melarikan diri atau berada dibawah pengampunan atau meninggal dunia dan tidak dapat segera dilakukan pengujian dan atau pemeriksaan kas atau persediaan barang-barang di gudang maka untuk menjamin kepentingan Negara, atasan langsung melakukan tindakan sebagai berikut : Buku-buku yang berkaitan dengan pengurusan uang atas barang diberi garis penutup ; Semua buku, uang, surat-surat dan barang-barang berharga serta bukti-bukti dimasukkan ke dalam almari besi dan atau almari lainnya dan disegel ; Gudang tempat menyimpan barang-barang disegel. Tindakan-tindakan untuk menjamin kepentingan Negara tersebut pada ayat (1) dilakukan dengan Berita Acara penyegelan yang ditanda tangani oleh atasan langsung, Bendaharawan dan saksi-saksi. Pasal 22 Jika telah tiba saatnya, segera dilakukan pengujian kas dan atau persediaan barang-barang di gudang dengan membuka segel dan dibuat Berita Acara Pembukaan Segel. Dalam melakukan pengujian dan atau pemeriksaan kas atau persediaan barang-barang di gudang semua uang atau barang berharga dan barang-barang di gudang dihitung dan dituangkan dalam Berita Acara Pemeriksaan kas atau Persediaan Pasal 23 Penutupan buku, pembukaan segel dan pengujian dan atau pemeriksaan kas atau persediaan tersebut pada Pasal 22 disaksikan oleh keluarga terdekat, pengampu, atau ahli waris dari Bendaharawan yang bersangkutan dan sekurang-kurangnya dua pejabat setempat, atas permintaan atasan langsung. Pasal 25 Tanggung jawab atas kekurangan perbendaharaan yang terdapat dalam pengurusan Bendaharawan yang melarikan diri atau berada dibawah pengampunan atau meninggal dunia dianggap gugur apabila : 3 (tiga) tahun setelah lewat sejak Bendaharawan yang bersangkutan melarikan diri berada di bawah pengampunan atau meniggal dunia dan kepada keluarga terdekat, pengampu atau ahli waris Bendaharawan yang bersangkutan atau mereka yang memperoleh hak dari padanya, tidak diberitahukan tentang perhitungan yang dibuat secara ex-officio ; 3 (tiga) tahun sejak batas waktu untuk mengajukan pembelaan telah lewat dan Badan Pemeriksa Keuangan tidak mengambil suatu Keputusan. Pasal 26 Jumlah yang dapat dibebankan kepada keluarga terdekat pengampu atau ahli waris dan atau keluarga terdekat Bendaharawaan yang melarikan diri atau berada di bawah pengampuan, meninggal dunia atau mereka yang memperoleh hak dari padanya tidak diperlakukan Undang-undang perbendaharaan Indonesia (ICW) karena itu diberlakukan ketentuan-ketentuan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata atau Hukum Perdata Adat dan atau Hukum Islam. Pasal 28 Jika Bendaharawan melarikan diri atau meninggal dunia setelah ia membuat SPJ sendiri dan ternyata setelah diperiksa terdapat kekurangan perbendaharaan maka Badan Pemeriksa Keuangan akan menetapkan secara tersendiri cara penuntutannnya. Pasal 29 Jika Bendaharawan terlambat atau lalai membuat dan menyampaikan perhitungannya, kepada yang bersangkutan diberikan surat peringatan oleh pejabat yang ditunjuk dengan menetapkan batas waktu untuk segera memenuhi kewajibannya kepada instansi yang bersangkutan. Jika dalam batas waktu yang telah ditetapkan Bendaharawan yang bersangkutan masih juga melalaikan kewajibannya, oleh Menteri ditunjuk seorang atau beberapa pejabat untuk membuat perhitungan ex-officio. Kelalaian Bendaharawan tersebut pada ayat (1) diberitahukan kepada Badan Pemeriksa Keuangan dan jika terdapat alasan yang kuat, Bendaharawan yang bersangkutan akan dikenakan denda. Denda yang dibebankan kepada Bendaharawan yang bersangkutan adalah sebanyak-banyaknya seperdua belas bagian dari gaji satu tahun jika yang bersangkutan memperoleh penghasilan dari Negara. Jika Bendaharawan yang bersangkutan memperoleh upah, denda tersebut berjumlah sebanyak-banyaknya seperdua belas bagian dari penghasilan rata-rata dalam setahun. Bagi mereka yang tidak memperoleh pendapatan dari Negara, jumlah denda yang dikenakan sekali-kali tidak boleh lebih dari Rp. 25.000,00- (dua puluh lima ribu Rupiah) untuk tiap kelalaian. BAB IV TUNTUTAN GANTI RUGI Bagian Pertama TUNTUTAN GANTI RUGI TERHADAP PEGAWAI NEGERI DAN PEGAWAI BADAN USAHA MILIK NEGARA Pasal 30 Tuntutan Ganti Rugi dilakukan terhadap pegawai Negeri bukan Bendaharawan dan Pegawai BUMN yang pada waktu menjalankan tugas jabatannya telah melakukan perbuatan melawan hukum atau karena kelalaiannya langsung atau tidak langsung mengakibatkan kerugian Negara. Pasal 31 Tuntutan Ganti Rugi dapat dilakukan bila semua persyaratan berikut dipenuhi : Negara telah dirugikan atau terdapat kekurangan perbendaharaan Negara ; Kerugian Negara harus telah pasti ; Kerugian Negara sebagai akibat tindakan langsung atau tidak langsung dari pegawai Negeri bukan Bendaharawan dan pegawai BUMN ; Perbuatan yang dilakukan oleh pegawai Negeri bukan Bendaharawan dan pegawai BUMN karena tugas jabatannya ; Kerugian Negara harus benar-benar akibat perbuatan melawan hukum atau karena kelalaian pegawai Negeri bukan Bendaharawan dan pegawai BUMN. Pasal 32 Untuk dapat dilaksanakan Tuntutan Ganti Rugi sebagaimana tersebut pada Pasal 30 diperlakukan adanya laporan sebagaimana dimaksud pada Pasal 3 Keputusan ini. Laporan tersebut pada ayat (1) memuat penjelasan tentang perbuatan melawan hukum atau kelalaian dari pegawai Negeri yang bukan Bendaharawan atau yang ada hubungannya dengan tugas jabatan dan jumlah yang pasti dari pada kerugian yang diderita oleh Negara. Pasal 33 Pejabat yang ditunjuk dapat mengusulkan kepada Menteri untuk tidak melakukan Tuntutan Ganti Rugi jika kerugian yang diderita Negara tersebut pada Pasal 31 tidak melampaui Rp. 25.000,00- (dua puluh lima ribu Rupiah) dan kecil sekali kemungkinannya tuntutan akan memberikan hasil. Usulan untuk tidak melakukan Tuntutan Ganti Rugi jika kerugian yang diderita Negara melebihi Rp. 25.000,00- (dua puluh lima ribu Rupiah) perlu dimintakan pertimbangan lebih dahulu dari Badan Pemeriksa Keuangan. Pasal 34 Apabila dari hasil penyelidikan tersebut pada Pasal 4 ayat (1) diperoleh bukti-bukti yang kuat untuk melaksanakan Tuntutan Ganti Rugi maka Menteri sepakat dengan Menteri Keuangan, untuk melaksanakan Tuntutan Ganti Rugi itu kepada yang bersangkutan setelah mendapat pertimbangan dari Badan Pemeriksa Keuangan. Pasal 35 Menteri memberitahukan Surat Pemberitahuan yang dibuat seperti contoh VI lampiran Keputusan ini kepada pegawai yang bersangkutan atau ahli waris atau mereka yang memperoleh hak dari padanya tentang : Jumlah kerugian yang diderita Negara yang harus diganti ; Sebab dan alasan ia dibebani ganti rugi tersebut ; Tenggang waktu untuk mengajukan keberatan atau pembelaan diri yaitu 14 (empat belas) hari setelah menerima surat pemberitahuan. Pasal 36 Apabila setelah pemberitahuan tersebut pada Pasal 35 yang bersangkutan menyatakan menerima Tuntutan Ganti Rugi yang dibebankan kepadanya dan bersedia untuk membayar dengan sukarela, kepada yang bersangkutan diminta untuk membuat pernyataan yang dibuatkan dengan Surat Keterangan Tanggung Jawab Mutlak dengan Jaminan yang kuat sesuai contoh IV lampiran keputusan ini. Pasal 37 Jika pembayaran ganti rugi yang dijanjikan itu cukup terjamin dan akan lunas dalam batas waktu paling lama 2 (dua) tahun, maka pembebanan ganti rugi itu tidak perlu dilanjutkan. Pasal 38 Jika pembayaran ganti rugi itu tidak terjamin pelaksanaannya dan akan melebehi batas waktu 2 (dua) tahun, maka pembebanan ganti rugi tersebut harus dilanjutkan, agar supaya Negara dengan demikian mendapat suatu tagihan dengan hak eksekusi. Pasal 39 Pasal 40 Pasal 41 Pasal 42 Atas keputusan Menteri sebagaimana tersebut pada Pasal 41 yang bersangkutan dalam tenggang waktu 30n (tiga puluh) hari setelah menerima keputusan dapat mengajukan permohonan peninjauan kembali kepada Presiden dalam hal ini Menteri Keuangan. Presiden dalam hal ini Menteri Keuangan dapat memeriksa kembali dan memutuskan dalam tingkat banding keputusan Menteri dimaksud pada Pasal 41. Jika permohonan peninjauan kembali diterima Presiden dalam hal ini Menteri Keuangan maka oleh Menteri dilakukan penghapusan sesuai dengan keputusan seperti contoh III lampiran Keputusan ini. Pasal 43 Keputusan pembebanan oleh Menteri tersebut pada Pasal 41 ayat (1) baru dapat dilaksanakan setelah tenggang waktu dilampaui tanpa ada permohonan peninjauan kembali dari yang bersangkutan kepada Presiden dalam hal ini Menteri Keuangan atau permohonan peninjauan kembali ditolak, kecuali jika dalam keputusan dimaksud ditetapkan bahwa pembebanan harus segera dijalankan untuk sementara. Keputusan Menteri tersebut dilaksanakan dan atau dieksekusi dengan perantaraan Badan Usaha Piutang Negara bila terjadi kemacetan dalam pelaksanaannya.
Pasal 48 Jika terdapat kekurangan barang karena keadaan yang terjadi di luar kemampuannya dan bukan karena kesalahan Bendaharawan, dan sama sekali tidak dapat dicegah olehnya maka Bendaharawan dibebaskan dari pertanggung jawaban atas kekurangan barang tersebut. Penghapusan dari perhitungan Bendaharawan tersebut pada ayat (1) dilakukan untuk kekurangan barang-barang karena rusak, busuk, dicuri atau hilang dan karena lain-lain sebab, sehingga tidak dapat dipakai. Menteri melakukan penghapusan setelah terbukti bahwa Bendaharawan yang bersangkutan bebas dari segala kesalahan, kelalaian dan atau kealpaan. Penghapusan dilakukan atas jumlah seluruh barang-barang yang pada suatu pemeriksaan terdapat kurang, terlepas dari penyusutan yang diperkenankan, dengan harga yang termuat dalam daftar harga faktur, harga pembelian atau ongkos pembuatan, harga debet dan atau harga penjualan setempat dari barang yang akan dihapuskan. Jika nilai jumlahnya tersebut ayat (3) lebih dari Rp. 25.000,00- (dua puluh lima ribu Rupiah) maka diperlukan persetujuan lebih dahulu dari Menteri Keuangan untuk menghapuskannya. Penghapusan yang dilakukan oleh Menteri diberitahukan kepada Badan Pemeriksa Keuangan. BAB VI PENUTUP Pasal 49 Hal-hal yang belum diatur dalam Keputusan ini akan diatur lebih lanjut oleh masing-masing Pejabat yang ditunjuk setelah mendapat persetujuan lebih dahulu dari Menteri Perhubungan. Pasal 50 Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
MEMUTUSKAN: Menetapkan: PERATURAN PEMERINTAH TENTANG KEGIATAN USAHA HILIR MINYAK DAN GAS BUMI BAB XV PEMANFAATAN BARANG, JASA, KEMAMPUAN REKAYASA DAN RANCANG BANGUN DALAM NEGERI SERTA PENGGUNAAN TENAGA KERJA Pasal 81 Penggunaan barang dan peralatan dalam Kegiatan Usaha Hilir wajib memenuhi standar yang berlaku sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pasal 82 (1) Badan Usaha yang melaksanakan Kegiatan Usaha Hilir Wajib mengutamakan pemanfaatan barang, peralatan, jasa, teknologi serta kemampuan rekayasa dan rancang bangun dalam negeri secara transparan dan bersaing. (2) Pengutamaan pemanfaatan barang, peralatan, jasa, teknologi serta kemampuan rekayasa dan rancang bangun dalam negeri sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilaksanakan apabila barang, peralatan, jasa, teknologi serta kemampuan rekayasa rancang bangun tersebut telah dihasilkan atau dipunyai dalam negeri serta memenuhi kualitas, mutu, waktu penyerahan, dan harga yang bersaing. Pasal 83 (1) Dalam memenuhi kebutuhan tenaga kerjanya, Badan Usaha yang melaksanakan Kegiatan , Usaha Hilir wajib mengutamakan penggunaan tenaga kerja Warga Negara Indonesia dengan memperhatikan pemanfaatan tenaga kerja setempat sesuai dengan standar kompetensi yang dipersyaratkan. (2) Badan Usaha yang melaksanakan Kegiatan Usaha Hilir dapat menggunakan tenaga kerja asing untuk jabatan dan keahlian tertentu yang belum dapat dipenuhi tenaga kerja Warga Negara Indonesia sesuai dengan kompetensi jabatan yang dipersyaratkan. (3) Tata cara penggunaan tenaga kerja asing sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pasal 84 Ketentuan mengenai hubungan kerja, perlindungan kerja, dan syarat-syarat kerja, serta penyerahan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada pihak lain diatur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku di bidang ketenagakerjaan. Pasal 85 Untuk mengembangkan kemampuan tenaga kerja Warga Negara Indonesia agar dapat memenuhi standar kompetensi kerja dan kualifikasi jabatan, Badan Usaha wajib melaksanakan pembinaan dan program pendidikan dan pelatihan bagi tenaga kerja Warga Negara Indonesia. Pasal 86 Pembinaan dan pengembangan tenaga kerja Warga Negara Indonesia dilaksanakan sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. BAB XVI PEMBINAAN DAN PENGAWASAN Pasal 87 Menteri melakukan pembinaan dan pengawasan atas pelaksanaan kegiatan usaha Pengolahan, Pengangkutan,Penyimpanan dan Niaga sesuai Peraturan Pemerintah ini. Pasal 88 Pengawasan yang terkait dengan penyediaan dan pendistribusian Bahan Bakar Minyak dan pengangkutan Gas Bumi Melalui Pipa dilaksanakan oleh Badan Pengatur. Pasal 89 (1) Ketentuan mengenai pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 87 diatur lebih lanjut oleh Menteri. (2) Ketentuan mengenai pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 88 diatur lebih lanjut oleh Badan Pengatur. BAB XVII SANKSI Pasal 90 (1) Menteri memberikan teguran tertulis terhadap Badan Usaha yang melakukan pelanggaran terhadap salah satu persyaratan dalam Izin Usaha Pengolahan, Izin Usaha Pengangkutan, Izin Usaha Penyimpanan,dan/atau Izin Usaha Niaga yang dikeluarkan oleh Menteri. (2) Dalam hal Badan Usaha setelah mendapatkan teguran tertulis sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tetap melakukan pengulangan pelanggaran, Menteri dapat menangguhkan kegiatan usaha Pengolahan,Pengangkutan, Penyimpanan, dan/atau Niaga. (3) Dalam hal Badan Usaha tidak menaati persyaratan yang ditetapkan oleh Menteri selama masa penangguhan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), Menteri dapat membekukan kegiatan usaha Pengolahan, Pengangkutan, Penyimpanan, dan/atau Niaga. (4) Badan Pengatur menetapkan dan memberikan sanksi yang berkaitan dengan pelanggaran Hak Khusus kegiatan usaha pengangkutan Gas Bumi melalui pipa. (5) Badan Pengatur menetapkan dan memberikan sanksi yang berkaitan dengan pelanggaran kewajiban Badan Usaha dalam penyediaan dan pendistribusian Bahan Bakar Minyak. (6) Sanksi sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) dan ayat (5) berupa teguran tertulis, denda, penangguhan, pembekuan, dan pencabutan Hak dalam penyediaan dan pendistribusian Bahan Bakar Minyak serta pencabutan Hak Khusus pengangkutan Gas Bumi melalui pipa. (7) Ketentuan mengenai pengenaan sanksi sebagaimana dimaksud dalam ayat (6) diatur lebih lanjut oleh Badan Pengatur. Pasal 91 (1) Dalam hal setelah diberikannya teguran tertulis, penangguhan, dan pembekuan kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 90, kepada Badan Usaha diberikan kesempatan untuk meniadakan pelanggaran yang dilakukan atau memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam jangka waktu paling lama 6O (enampuluh) hari sejak ditetapkannya pembekuan. (2) Dalam hal setelah berakhirnya jangka waktu 60 (enam puluh) hari sebagaimana dimaksud dalam ayat (1),Badan Usaha tidak melaksanakan upaya peniadaan pelanggaran dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan, Menteri dapat mencabut Izin Usaha yang bersangkutan. Pasal 92 Menteri dapat memberikan sanksi teguran tertulis, penangguhan, dan pembekuan serta pencabutan Izin Usaha terhadap Badan Usaha yang melakukan pelanggaran kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 90. Pasal 93 Segala kerugian yang timbul sebagai akibat diberikan teguran tertulis, denda, penangguhan, dan pembekuan serta pencabutan Izin Usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 90, Pasal 91 dan Pasal 92 menjadi beban Badan Usaha yang bersangkutan. Pasal 94 (1) Setiap orang atau Badan Usaha yang melakukan Pengolahan, Pengangkutan, Penyimpanan, dan/atau Niaga tanpa Izin Usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 dipidana sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang Minyak dan Gas Bumi. (2) Setiap orang yang meniru atau memalsukan Bahan Bakar Minyak, Bahan Bakar Gas, Hasil Olahan, dan/atau Bahan Bakar Lain dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling tinggi Rp 60.000.000.000,00 (enam puluh miliar rupiah). (3) Setiap orang atau Badan Usaha yang menyalahgunakan Pengangkutan dan/atau Niaga Bahan Bakar Minyak yang disubsidi oleh Pemerintah dipidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling tinggi Rp 60.000.000.000,00 (enam puluh miliar rupiah).
BAB XVIII KETENTUAN LAIN Pasal 95 Pada kegiatan usaha Pengolahan, Pengangkutan, Penyimpanan dan Niaga, yang berkaitan dengan Kegiatan Usaha Hilir, Badan Usaha wajib menggunakan sistem alat ukur yang ditetapkan Menteri. Pasal 96 (1) Dalam hal terjadi Kelangkaan Bahan Bakar Minyak yang diakibatkan adanya gangguan keamanan dan/atau keadaan kahar (force majeure), Menteri mengambil tindakan yang diperlukan untuk mengatasi keadaan Kelangkaan Bahan Bakar Minyak. (2) Dalam keadaan harga Bahan Bakar Minyak dan Bahan Bakar Gas jenis LPG menjadi tidak stabil atau bergejolak yang mengakibatkan beban yang sangat berat bagi konsumen, Pemerintah dapat melakukan tindakan untuk menstabilkan harga dengan mempertimbangkan kepentingan pemakai, konsumen, dan Badan Usaha. Pasal 97 Setiap orang dan/atau Badan Usaha yang mengetahui telah terjadi atau patut diduga telah terjadi pelanggaran oleh Badan Usaha yang berkaitan dengan pelaksanaan Izin Usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 dapat melaporkan secara tertulis kepada Badan Pengatur. Pasal 98 Tata cara penyampaian laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 97 diatur dan ditetapkan lebih lanjut oleh Badan Pengatur. BAB XIX KETENTUAN PENUTUP Pasal 99 Dengan berlakunya Peraturan Pemerintah ini segala peraturan pelaksanaan yang berkaitan dengan Kegiatan Usaha Hilir, dinyatakan tetap berlaku sepanjang belum diganti dan/atau tidak bertentangan dengan Peraturan Pemerintah ini. Pasal 100 Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
UMUM Undang-undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi yang telah disahkan dan diundangkan pada tanggal 23 Nopember 2001 merupakan tonggak sejarah dalam memberikan landasan hukum bagi langkah-langkah pembaharuan dan penataan kembali Kegiatan Usaha Minyak dan Gas Bumi yang terdiri dari Kegiatan Usaha Hulu dan Kegiatan Usaha Hilir. Kegiatan Usaha Hilir dituntut untuk lebih mampu mendukung kesinambungan pembangunan nasional dalam rangka peningkatan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat. Dalam pengusahaan Kegiatan Usaha Hilir Minyak dan Gas Bumi bertujuan antara lain untuk mendukung dan menumbuhkembangkan kemampuan nasional untuk lebih mampu bersaing, menciptakan lapangan kerja, memperbaiki lingkungan, meningkatnya kesejahteraan dan kemakmuran rakyat. Dalam rangka menciptakan Kegiatan Usaha Hilir Minyak dan Gas Bumi yang mandiri, handal, transparan, berdaya saing, efisien dan berwawasan pelestarian fungsi lingkungan serta mendorong perkembangan potensi dan peranan nasional, perlu diberikan landasan hukum bagi Kegiatan Usaha Hilir yang terdiri dari Pengolahan, Pengangkutan, Penyimpanan dan Niaga berdasarkan mekanisme persaingan usaha yang wajar, sehat dan transparan. Bertitik tolak dari landasan perlunya dasar hukum dalam pengusahaan Kegiatan Usaha Hilir, maka diperlukan pengaturan dalam suatu Peraturan Pemerintah dengan memperhatikan dampak yang dapat ditimbulkannya. Peraturan Pemerintah ini mengatur mengenai Kegiatan Usaha Hilir Minyak dan Gas Bumi, yang antara lain meliputi pengaturan mengenai pembinaan dan pengawasannya, mekanisme pemberian Izin Usaha, kegiatan Pengolahan, Pengangkutan termasuk Pengangkutan Gas Bumi Melalui Pipa, Penyimpanan dan Niaga, Cadangan Strategis Minyak Bumi, Cadangan Bahan Bakar Nasional, Standar dan Mutu, ketersediaan dan pendistribusian jenis Bahan Bakar Minyak tertentu, Harga Bahan Bakar Minyak dan Harga Gas Bumi,Penyaluran Bahan Bakar Minyak pada Daerah Terpencil, Keselamatan dan Kesehatan Kerja dan Pengelolaan Lingkungan Hidup serta Pengembangan Masyarakat Setempat, Pemanfaatan Barang, Jasa, dan Kemampuan Rekayasa dan Rancang Bangun Dalam Negeri serta Penggunaan Tenaga Kerja dan Sanksi dalam Kegiatan Usaha Hilir. PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Cukup jelas Pasal 2 Pasal 2 Kegiatan Usaha Hilir dilaksanakan dengan Izin Usaha dan hanya diberikan kepada Badan Usaha setelah memenuhi persyaratan administratif dan teknis yang diperlukan. Badan Usaha yang melaksanakan Kegiatan Usaha Hulu dilarang melakukan Kegiatan Usaha Hilir dan Badan Usaha Hilir tidak dapat melaksanakan Kegiatan Usaha Hulu kecuali dengan membentuk badan hukum yang terpisah atau secara Holding Company. Pasal 3 Cukup jelas Pasal 4 Huruf a Cukup jelas Huruf b Cukup jelas Huruf c Cukup jelas Huruf d Cukup jelas Huruf e Cukup jelas Huruf f Cukup jelas Huruf g Cukup jelas Huruf h Cukup jelas Huruf i Yang dimaksud dengan jenis Bahan Bakar Minyak tertentu antara lain Bensin, Minyak Solar dan Minyak Tanah dan/atau Bahan Bakar Minyak jenis lain.
Pasal 17 Cukup jelas Pasal 18 Cukup jelas Pasal 19 Cukup jelas Pasal 20 Cukup jelas Pasal 21 Cukup jelas Pasal 22 Cukup jelas Pasal 23 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan pertimbangan teknis adalah bahwa terhadap fasilitas Pengolahan yang mempunyai kapasitas lebih dapat dimanfaatkan pihak lain tanpa mengganggu kegiatan operasional pemilik fasilitas. Sedangkan yang dimaksud dengan pertimbangan ekonomis adalah bahwa pihak lain yang akan memanfaatkan fasilitas Pengolahan tersebut harus mempertimbangkan kepentingan keekonomian pemilik fasilitas antara lain mengenai tingkat pengembalian investasi (rate of return). Pasal 24 Cukup jelas Pasal 25 Berdasarkan ketentuan ini, untuk bidang pelumas diberlakukan peraturan perundang-undangan yang berlaku yaitu bahwa berkaitan dengan pemberian izin usaha pabrikasi (blending) pelumas dan/atau pengolahan pelumas bekas diberikan oleh menteri yang bertanggung jawab di bidang perindustrian setelah mendapatkan pertimbangan tertulis dari Menteri. Sedangkan mengenai penetapan standar dan mutu pelumas serta pembinaan dan pengawasannya dilakukan oleh Menteri. Pasal 26 Yang dimaksudkan dengan Izin Usaha Pengangkutan dari Menteri adalah Izin Usaha yang diberikan Menteri kepada Badan Usaha untuk melakukan kegiatan pemindahan, penyaluran dan/atau pendistribusian Minyak Bumi, Gas Bumi, Bahan Bakar Minyak, Bahan Bakar Gas, Bahan Bakar Lain dan/atau Hasil Olahan baik melalui darat, air dan/atau udara termasuk Pengangkutan Gas Bumi Melalui Pipa dari suatu tempat ke tempat lain untuk tujuan komersial mengingat bahwa komoditas tersebut mempunyai sifat strategis dan vital yang mempunyai dampak secara langsung terhadap kepentingan masyarakat banyak. Terhadap Badan Usaha yang bersangkutan tetap diwajibkan untuk melengkapi perizinan usahanya sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang transportasi. Pasal 27 Cukup jelas Pasal 28 Cukup jelas Pasal 29 Pengangkutan yang dapat dilaksanakan oleh koperasi, usaha kecil dan/atau badan usaha swasta nasional adalah pengangkutan yang menggunakan sarana angkutan darat di luar kereta api, dengan tujuan memberdayakan kemampuan koperasi, usaha kecil dan/atau badan usaha swasta nasional untuk ikut serta dalam kegiatan pengangkutan Bahan Bakar Minyak di tingkat pengecer yang penunjukannya dilaksanakan oleh Badan Usaha melalui seleksi. Dalam melakukan seleksi dan menentukan kriteria badan usaha swasta nasional didasarkan pada perusahaan lokal, setempat atau perseorangan dengan keseluruhan kepemilikan modal atau sahamnya adalah dalam negeri 100% (seratus per seratus). Pasal 30 Cukup jelas Pasal 31 Ayat (1) Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan pertimbangan teknis adalah bahwa terhadap fasilitas Pengangkutan Gas Bumi Melalui Pipa yang mempunyai kapasitas lebih dapat dimanfaatkan pihak lain tanpa mengganggu kegiatan operasional pemilik fasilitas. Sedangkan yang dimaksud dengan pertimbangan ekonomis adalah bahwa pihak lain yang akan memanfaatkan fasilitas Pengangkutan Gas Bumi Melalui Pipa tersebut harus mempertimbangkan kepentingan keekonomian pemilik fasilitas antara lain mengenai tingkat pengembalian investasi (rate of return). Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Cukup jelas Pasal 32 Cukup jelas Pasal 33 Cukup jelas Pasal 34 Cukup jelas Pasal 35 Cukup jelas Pasal 36 Cukup jelas Pasal 37 Cukup jelas Pasal 38 Cukup jelas Pasal 39 Cukup jelas Pasal 40 Ayat (1) Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan pertimbangan teknis adalah bahwa terhadap fasilitas Penyimpanan yang mempunyai kapasitas lebih dapat dimanfaatkan pihak lain tanpa mengganggu kegiatan operasional pemilik fasilitas. Sedangkan yang dimaksud dengan pertimbangan ekonomis adalah bahwa pihak lain yang akan memanfaatkan fasilitas Penyimpanan tersebut harus mempertimbangkan kepentingan keekonomian pemilik fasilitas antara lain mengenai tingkat pengembalian investasi (rate of return). Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Cukup jelas
Pasal 46 Ayat (1) Izin Usaha wajib dimiliki oleh Badan Usaha yang melaksanakan kegiatan usaha Niaga Terbatas (Trading) yang tidak mempunyai fasilitas dan sarana Niaga. Persyaratan untuk mendapatkan Izin Usaha Niaga Terbatas (Trading) dibedakan dengan persyaratan untuk mendapatkan Izin Usaha Niaga Umum (Wholesale) yang mempunyai fasilitas dan sarana Niaga. Ayat (2) Cukup jelas Pasal 47 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Yang dimaksud dengan penetapan kapasitas dalam ketentuan ini adalah fasilitas penyimpanan minimum yang harus disediakan Badan Usaha untuk kegiatannya dengan mengacu pada kewajiban kapasitas fasilitas penyimpanan minimum Bahan Bakar Minyak yang ditetapkan. Ayat (3) Cukup jelas Ayat (4) Cukup jelas Pasal 48 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Cukup jelas Ayat (4) Cukup jelas Ayat (5) Tanggung jawab atas standar dan mutu tidak hanya dibebankan pada Badan Usaha pemegang Izin Usaha Niaga Umum (Wholesale) tetapi secara tanggung renteng juga merupakan tanggung jawab penyalur sampai ke tingkat konsumen. Ayat (6) Cukup jelas Pasal 49 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Cukup jelas Ayat (4) Yang dimaksud dengan pengoperasian oleh koperasi, usaha kecil dan/atau badan usaha swasta nasional adalah bahwa pengoperasiannya dilaksanakan melalui seleksi dan terintegrasi dengan Badan Usaha Niaga skala besar yang telah mempunyai Izin Usaha Niaga Umum (Wholesale). Ayat (5) Cukup jelas Pasal 50 Cukup jelas Pasal 51 Cukup jelas Pasal 52 Cukup jelas Pasal 53 Cukup jelas Pasal 54 Cukup jelas Pasal 55 Cukup jelas Pasal 56 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan penugasan untuk menyediakan Cadangan Strategis Minyak Bumi hanya dapat ditugaskan atau diwajibkan terhadap Badan Usaha yang melaksanakan kegiatan usaha Pengolahan yang memiliki dan/atau menguasai fasilitas dan sarana kilang. Ayat (3) Cukup jelas Ayat (4) Cukup jelas Pasal 57 Cukup jelas Pasal 58 Cukup jelas Pasal 59 Ayat (1) Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan jenis Cadangan Bahan Bakar Minyak adalah Bahan Bakar Minyak yang selalu tersedia dalam jumlah dan jenis tertentu yang dapat digunakan setiap saat dan apabila tidak tersedia dan/atau terlambat digunakan akan mengakibatkan gangguan dan sangat mempengaruhi perekonomian Nasional. Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Cukup jelas Ayat (4) Cukup jelas Ayat (5) Cukup jelas Pasal 60 Cukup jelas Pasal 61 Cukup jelas Pasal 62 Cukup jelas Pasal 63 Cukup jelas Pasal 64 Cukup jelas Pasal 65 Dengan memperhatikan kebutuhan masyarakat, keselamatan dan kesehatan kerja serta pengelolaan lingkungan dan untuk melindungi konsumen Bahan Bakar Minyak, Bahan Bakar Gas, Bahan Bakar Lain dan/atau Hasil Olahan, Pemerintah melalui Menteri mengatur dan menetapkan standar dan mutunya termasuk tatacara pengawasannya. Menteri dalam menetapkan standar dan mutu juga memperhatikan perkembangan teknologi permesinan serta standar dan mutu internasional. Pasal 66 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Yang dimaksud dengan pengaturan secara bertahap dalam Keputusan Presiden ini adalah aturan mengenai pentahapan yang berkaitan dengan pelaksanaan kegiatan usaha Niaga jenis Bahan Bakar Minyak tertentu meliputi perencanaan penjualan Badan Usaha yang didasarkan pada kebutuhan tahunan setiap Wilayah Usaha Niaga Bahan Bakar Minyak dan mekanisme. pengalihan hak penjualan kepada Badan Usaha lain serta ketentuan tatacara ekspor dan impor termasuk rekomendasinya dengan memperhatikan kepentingan masyarakat konsumen. ayat (3) Yang dimaksud dengan perencanaan penjualan adalah jumlah jenis Bahan Bakar Minyak tertentu yang diajukan untuk diusahakan Badan Usaha dalam penyediaan dan pendistribusian Bahan Bakar Minyak di Wilayah Usaha Niaga jenis Bahan Bakar Minyak tertentu dan mendapat penetapan dan persetujuan Badan Pengatur. Ayat (4) Cukup jelas Ayat (5) Cukup jelas Pasal 67 Ayat (1) Wilayah Usaha Niaga Bahan Bakar Minyak adalah wilayah tertentu berdasarkan batasan geografis yang diberikan kepada Badan Usaha pemegang Izin Usaha Niaga Umum Bahan Bakar Minyak untuk melaksanakan penyediaan dan pendistribusian jenis Bahan Bakar Minyak tertentu. Ayat (2) Dalam menetapkan pembagian Wilayah. Usaha Niaga jenis Bahan Bakar Minyak tertentu didasarkan pada pertimbangan kebutuhan, lokasi, kesiapan pembentukan pasar dan nilai strategis dari wilayah yang bersangkutan. Ayat (3) Cukup jelas Pasal 68 Cukup jelas Pasal 69 Cukup jelas Pasal 70 Cukup jelas Pasal 71 Cukup jelas Pasal 72 Ayat (1) Ketentuan terhadap harga Bahan Bakar Gas jenis sekurang-kurangnya terdapat 2 (dua) Badan Usaha/pelaku usaha yang melaksanakan kegiatan usaha Niaga LPG diserahkan pada mekanisme pasar dilakukan setelah adanya persaingan/terbentuknya dalam pasar LPG atau LPG Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Pengawasan atas harga jual Bahan Bakar Minyak dan Gas Bumi berpedoman pada tingkat harga yang wajar, harga yang sesuai dengan keekonomiannya dengan mempertimbangkan keuntungan yang layak bagi Badan Usaha dan tidak memberatkan konsumen. BAB XVI. PERUBAHAN UNDANG-UNDANG DASAR
UNDANG-UNDANG NOMOR 01 Menimbang : Sebelum diadakan pemilihan umum perlu diadakan aturan buat sementara waktu untuk menetapkan kedudukan Komite Nasional Daerah : Mengingat : Pasal 20 Undang-Undang Dasar dan Maklumat Wakil Presiden no. 10, tanggal 16 Oktober 1945.
Pasal 1. Komite Nasional Daerah diadakan kecuali di daerah Surakarta dan Yogyakarta- dikeresidenan, di Kota Otonomi, Kabupaten dan lain-laindaerah yang dianggap perlu oleh Menteri Dalam Negeri. Pasal 2. Komite Nasional Daerah menjadi Badan perwakilan Rakyat Daerah, yang bersama-sama dengan dan dipimpin oleh Kepala Daerah menjalankan pekerjaan mengatur rumah tangga daerahnya, asal tidak bertentangan dengan Peraturan Pemerintah Daerah yang lebih luas dari padanya. Pasal 3. Oleh Komite Nasional Daerah dipilih beberapa orang, sebanyak-banyaknya 5 orang sebagai Badan Exsekutif, yang bersama-sama dengan dan dipimpin oleh Kepala Daerah menjalankan Pemerintahan sehari-hari dalam daerah itu Pasal 4. Ketua Komite Nasional Daerah yang lama harus diangkat sebagai Wakil Ketua Badan yang dimaksudkan dalam pasal 2 dan 3. Pasal 5. Biaya untuk keperluan Komite Nasional Daerah disediakan oleh Pemerintah Daerah. Pasal 6. Undang-Undang ini mulai berlaku pada hari diumumkan dan perubahan dalam daerah-daerah harus selesai dalam waktu selambat-lambatnya.
Presiden Republik Indonesia Ir. Soekarno. BAB II MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT Pasal 2. Maksudnya ialah, supaya seluruh rakyat, seluruh golongan, seluruh daerah akan mempunyai wakil dalam Majelis, sehingga Majelis itu akan betul-betul dapat dianggap sebagai penjelmaan Rakyat. Yang disebut “golongan-golongan” ialah badan-badan seperti koperasi, serikat pekerja dan lain-lain badan kolektif. Aturan demikian memang sesuai dengan aliran zaman. Berhubung dengan anjuran mengadakan sistem koperasi dalam ekonomi, maka ayat ini mengingat akan adanya golongan-golongan dalam badan-badan ekonomi. Ayat (2) Badan yang akan besar jumlahnya bersidang sedikit-sedikitnya sekali dalam 5 tahun. Sedikit-sedikitnya, jadi kalau perlu dalam 5 tahun tentu boleh bersidang lebih dari sekali dengan mengadakan persidangan istimewa. Pasal 3.
O M E N T U M Oleh karena Majelis Permusyawaratan Rakyat memegang kedaulatan negara, maka kekuasaannya tidak terbatas, mingingat dinamika masyarakat sekali dalam 5 tahun Majelis memperhatikan segala yang terjadi dan segala aliran-aliran pada waktu itu dan menentukan haluan-haluan apa yang hendaknya dipakai untuk dikemudian hari. BAB IV. DEWAN PERTIMBANGAN AGUNG. PASAL 16. Dewan inilah sebuah Council of State yang berwajib memberi pertimbangan-pertimbangan kepada Pemerintah. Ia sebuah Badan Penasihat belaka.
KEMENTERIAN NEGARA. PASAL 17. BAB III PASAL 4 dan PASAL 5. Ayat (2) BAB VI. PEMERINTAH DAERAH. PASAL 18 Oleh karena negara Indonesia itu suatu “negara kesatuan”, maka Indonesia tak akan mempunyai daerah di dalam lingkungan yang bersifat “staat” juga. Daerah Indonesia akan dibagi dalam daerah propinsi, dan daerah propinsi akan dibagi pula dalam daerah yang lebih kecil. Di daerah yang bersifat otonom atau bersifat daerah administrasi belaka, semuanya menurut aturan yang akan ditetapkan dengan Undang-Undang. Di daerah-daerah yang bersifat otonom akan diadakan badan perwakilan daerah oleh karena di daerah pu, pemerintahah akan bersendi atas dasar permusyawaratan. Dalam teritori negara Indonesia terdapat ± 250 “daerah otonomi” “TREATRY of” seperti desa di Jawa dan Bali, negeri di Minangkabau, dusun dan marga di Palembang dsb. Daerah-daerah itu mempunyai susunan asli, dan oleh karenanya dapat dianggap sebagai daerah yang bersifat istimewa. Negara Republik Indonesia menghormati kedudukan daerah-daerah istimewa tersebut dan segala peraturan negara yang mengenai daerah itu akan mengingati hak-hak asal-usul daerah tersebut.
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT PASAL-PASAL 19, 20,21 DAN 23. V E R T I C A L L I M I T BAB IX. KEKUASAAN HAKIM PASAL 24 DAN 25. Kekuasaan Kehakiman ialah kekuasaan yang merdeka, artinya terlepas dari pengaruh kekerasan pemerintah. Berhubung dengan itu harus diadakan jaminan dalam undang-undang tentang kedudukan para hakim. BAB X. WARGA NEGARA. PASAL 26. Ayat (1) Cukup Jelas Ayat (2) PASAL 27, 30, 31. AYAT I Telah Jelas Pasal- pasal ini mengenai hak-hak warga negara. Pasal-pasal 28,29. Ayat (1), (34)
Selain itu, euphoria nuansa politik begitu terasa sampai pada tingkat desa dengan dibentuknya kelompok penyelenggara Pemungutan suara (KPPS), Panitia Pendaftaran Pemilihan yang diresmikan dengan keputusan Bupati/Walikotamadya Kepala daerah TK II selaku unsur Pemerintah. Sedangkan keikutsertaan bagi partai pendukung maupun organisasi peserta Pemilu (Golkar, PDI, dan Partai Persatuan) diberikan kesempatan mengirimkan seorang wakil untuk menjadi saksi dalam pemungutan dan perhitungan suara di tiap TPS. Dalam hal ini ditingkat kecamatan juga unsur pemerintah (LPU) dibentuk panitia khusus Panitia Pemungutan Suara (PPS) dengan ketentuan sebagai berikut. 1) PPS dibentuk dengan keputusan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I selaku ketua panitia di PPD I, beranggotakan unsur pemerintah, Golkar, PDI, Partai Persatuan dan ABRI dan diketuai oleh Camat. 2) Tugas PPS adalah (a) Membantu tugas PPD I (b) Menyelenggarakan pemungutan suara 3) Dalam PPS dibentuk panitia pengawas tingkat kecamatan panitia pengawas tingkat kecamatan yang diketuai oleh unsur Pemerintah, Tingkat Kecamatan, beranggotakan unsur Pemerintah, Golkar, PDI, Partai Persatuan dan ABRI. Dan bertugas melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan PEMILU anggota DPR, DPRD I dan DPRD II dalam tiap wilayah kerja PPS, selanjutnya melakukan pengawasan terhadap pendaftaran pemilih dan penyampaian surat Pemberitahuan/panggilan untuk memberikan suara. Hal ini tentunya untuk menjamin keberlangsungan PEMILU dengan tertib dan berlangsung jujur bersih dan adil. Untuk menyemarakkan Pemilu dengan penuh hikmat, maka diadakanlah sebuah kampanye Pemilu yang di lakukan oleh tiap-tiap organisasi yang bersangkutan agar dapat memperoleh suara sebanyak-banyaknya dalam pemungutan suara. Dalam kampanye terdapat beberapa ketentuan yang harus ditaati serta aturan agar kampanye mencapai tujuan yang diharapkan. Di dalam setiap daerah Pemilihan untuk pemilihan anggota DPR, DPRD I, DPRD II disusunlah satu daftar calon oleh Dewan Pimpinan organisasi. Calon yang diajukan harus memenuhi persyaratan seperti telah disebutkan dari tiap-tiap daerah. Setelah panitia peneliti menyelesaikan tugasnya maka disusunlah Daftar Calon dengan penentuan Nomor urut calon dari setiap organisasi. Daftar calon sementara diumumkan melalui harian/surat kabar, televisi dan papan pengumuman, agar diketahui masyarakat secara luas. Dengan tersebarnya daftar calon Sementara itu diharapkan masyarakat dapat memberikan tanggapan/ keberatan dengan alasannya. Setelah itu Daftar Calon Tetap segera diumumkan dalam Berita Lembaran Negara/Lembaran Daerah dan melalui media pengumuman lainnya. Sementara itu dalam rangka pencalonan, kampanye, pembuatan surat-surat dan formulir keperluan Pemilu, organisasi peserta Pemilu mengajukan Nama dan Tanda Gambar organisasi. Setelah nama, tanda gambar dan nomor ditetapkan oleh Mendagri selaku Ketua Umum, maka : Organisasi dapat memasangnya di kantor organisasi. Organisasi dapat memuatnya dalam surat kabar Organisasi dapat menyebarkannya kepada anggota. Setiap organisasi peserta Pemilu akan memperoleh sejumlah wakil seimbang dengan banyaknya suara yang diperoleh dari kampanye dan pemungutan suara. Organisasi peserta Pemilu diberi kesempatan untuk mengikuti jalannya perhitungan suara bersama-sama para pemilih asalkan mereka tidak mengganggu ketertiban dan lancarnya perhitungan suara. Dan hal ini tentu dibawah atau ditetapkan dengan keputusan Presiden (Keppres). Yang kemudian dilakukan secara serentak dalam satu hari pada tanggal yang sama di seluruh wilayah Indonesia secara langsung, umum bebas dan rahasia. Sebelum anggota MPR/DPR/DPRD I/DPRD II memangku jabatan masing-masing, diadakan upacara pengambilan sumpah/janji secara bersama-sama terhadap anggota MPR/DPR/DPRD I/DPRD II. Upacara pengambilan sumpah/janji DPR dilaksanakan dalam Rapat Paripurna DPR. Sesudah pengambilan sumpah/janji anggota DPR dilanjutkan dengan pengambilan sumpah/janji anggota MPR. Yang mengambil sumpah/janji anggota DPR/MPR adalah Ketua Mahkamah Agung. Pengambilan sumpah/janji anggota DPRD I oleh Ketua Pengadilan Tinggi atas nama Ketua Mahkamah Agung dilakukan dalam Rapat Paripurna Terbuka DPRD I. Pengambilan sumpah/janji anggota DPRD II oleh Ketua Pengadilan Negeri atas nama Ketua Mahkamah Agung dilakukan dalam Rapat Paripurna Terbuka DPRD II. ... Susunan dan Kedudukan anggota MPR, DPR, DPRD I, dan DPRD II di atur dalam UU No 16 Tahun 1969 yang telah diperbaharui dengan UU Nomor 5 Tahun 1975 dan terakhir dengan UU Nomor 2 Tahun 1985. Untuk dapat melaksanakan fungsinya, MPR mempunyai hak-hak yang tercantum dalam UUD 1945 : Menetapkan UUD Menetapkan GBHN Memilih Presiden dan Wakil Presiden Adapun Jumlah anggota MPR adalah dua kali jumlah anggota DPR yaitu 2 x 500 orang = 1000 orang yang terdiri atas : 500 orang anggota DPR. 150 orang utusan Daerah, dengan perhitungan sekurang-kurangnya 4 orang dan sebanyak-banyaknya 8 orang untuk setiap Daerah Tingkat I (DT I) yang dipilih oleh DPRD I masing-masing. 247 orang utusan organisasi peserta Pemilu dan golongan Karya ABRI berdasarkan imbangan susunan anggota DPR. 100 orang utusan golongan yang ditetapkan oleh Presiden. Masa jabatan keanggotaan MPR adalah 5 tahun. Mereka berhenti bersama-sama setelah masa keanggotaan berakhir. Selain itu sebelum masa jabatannya berakhir, anggota MPR dapat berhenti antara lain karena meninggal dunia, atas permintaan sendiri, tidak memenuhi lagi persyaratan, terkena larangan perangkapan jabatan dan alasan-alasan lain. Untuk hal itu tempatanya diisi oleh anggota baru. Sebelum memangku jabatan anggota MPR diambil sumpah/janjinya secara bersama-sama oleh Ketua Mahkamah Agung dalam Rapat Paripurna. Pimpinan MPR terdiri dari atas seorang Ketua dan beberapa orang Wakil Ketua yang diperoleh dan di antara anggota MPR. Selama Pimpinan MPR belum ditetapkan, musyawarah dipimpin oleh anggota yang tertua dan dibantu oleh anggota yang termuda usianya. Anggota MPR tidak dapat dituntut di muka Pengadilan karena pernyataan-pernyataan yang dikemukan dalam rapat Badan Permusyawaratan Rakyat, baik terbuka maupun tertutup, yang diajukan secara lisan maupun tertulis, kecuali jika mereka mengumumkan apa yang disepakati dalam rapat tertutup untuk dirahasiakan atau hal-hal yang dimaksud oleh ketentuan mengenai pengumuman rahasia negara. Pimpinan MPR tidak dapat dirangkap dengan jabatan Presiden, Wakil Presiden, Menteri, Jaksa Agung, Jaksa Agung Muda, Ketua, Wakil Ketua, Ketua Muda dan Hakim Anggota pada Mahkamah Agung yang, Ketua, Wakil Ketua dan anggota Badan Pemeriksa Keuangan, Ketua, Wakil Ketua Sentral, Gubernur Tk I, Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II, dan Jabatan-jabatan lain yang tidak mungkin dirangkap yang diatur dalam peraturan perundang-undangan. Susunan anggota DPR berjumlah 500 orang, yang terdiri dari atas : 400 orang anggota dari organisasi peserta Pemilu (Golkar, Partai Persatuan dan PDI) yang dipilih dalam pemilu, dengan perhitungan sebagai berikut : Sekurang-kurangnya 400.000 orang WNRI dalam DT I memperoleh seorang wakil Tiap-tiap DT II mendapat sekurang-kurangnya seorang wakil. 100 orang anggota yang diangkat dari Golongan Karya ABRI Masa keanggotaan DPR adalah lima tahun. Mereka berhenti bersama-sama setelah masa keanggotannya berakhir. Sebelum masa jabatannya berakhir, anggota DPR dapat pula berhenti dengan alasan-alasan yang sama dengan pemberhentian yang berlaku bagi anggota MPR, seperti telah dikemukan di atas. Pimpinan DPR terdiri dari seorang Ketua dan beberapa Wakil Ketua yang dipilih oleh dan di antara anggota DPR selama pimpinan DPR belum ditetapkan, musyawarah-musyawarah yang mereka adakan untuk sementara waktu dipimpin oleh anggota tertua dan dibantu oleh anggota yang termuda usianya. Selain itu, untuk dapat melaksanakan fungsinya sebagaimana yang dimaksud dalam UUD 1945, DPR mempunyai hak : Meminta keterangan kepada Presiden Mengadakan penyelidikan Mengadakan perubahan atas RUU Mengajukan pernyataan pendapat. Mengajukan/menganjurkan seseorang jika ditentukan oleh suatu peraturan perundang-undangan. Hak mengajukan rancangan Undang-Undang. Syarat-syarat untuk menjadi anggota DPR/DPRD I/DPRD II/MPR Warga negara Republik Indonesia yang telah berusia 21 tahun serta bertaqwa kepada Tuhan YME Dapat berbahasa Indonesia dan cakap menulis dan membaca huruf latin. Setia kepada Pancasila, Proklamasi 17 Agustus 1945, UUD 1945, Revolusi Kemerdekaan Bangsa Indonesia untuk mengemban tanggung jawab dan amanah penderitaan rakyat serta peduli pada tiap anggota. Bukan bekas anggota organisasi terlarang Tidak sedang dicabut hak pilihnya Tidak sedang menjalani hukuman pidana. Nyata-nyata tidak sedang terganggu jiwanya. Dan harus bertempat tinggal di dalam wilayah Republik Indonesia. Selain itu, DPR mempunyai hak : Mengajukan pertanyaan, pernyataan, sikap dan ketegasan untuk menyelamatkan nilai pancasila dan etika moral bangsa. Protokol Keuangan/administratif. Dan DPR mempunyai kekebalan yang sama seperti anggota MPR yang telah dikemukan di atas.Keanggotaan DPR tidak dapat dirangkap dengan jabatan-jabatan yang tidak dapat dirangkap oleh Pimpinan MPR seperti yang telah dikemukan di atas. Keanggotan DPRD I selain tidak dapat dirangkap dengan jabatan-jabatan yang tidak boleh dirangkap Pimpinan MPR dan anggota DPR tersebut di atas, juga tidak boleh dirangkap dengan jabatan Kepala Daerah, Wakil Kepala Daerah, atau anggota DPRD dari daerah lain, Sekretaris Wilayah Daerah, Kepala Dinas Daerah, Sekretaris Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, dan Pegawai yang bertanggung jawab tentang keuangan kepala Daerah yang bersangkutan. Untuk dapat menjadi anggota DPRD I harus dipenuhi syarat-syarat yang sama dengan persyaratan yang harus dipenuhi oleh Calon anggota MPR/DPR. Sedangkan susunan yang resmi keluar setiap 2 tahun sekali atau 5 tahun sekali adalah sebagai berikut : Jumlah anggota Jumlah anggota DPRD I ditetapkan sekurang-kurangnya 45 orang dan sebanyak-banyaknya 100 orang, yang terdiri atas wakil-wakil dari : Organisasi peserta PEMILU (GOLKAR, partai Persatuan, PDI) Golongan Karya ABRI yang diangkat, yang banyaknya ditetapkan 1/5 dari jumlah anggota DPRD I. Masa Jabatan Masa keanggotaan DPRD I adalah lima tahun. Mereka berhenti bersama-sama setelah masa keanggotaannya berakhir. Sebelum masa jabatan berakhir, anggota DPRD I dapat berhenti dengan alasan-alasan yang sama dengan pemberhentian yang berlaku bagi anggota DPR/MPR. Pimpinan Pimpinan DPRD I terdiri atas seorang Ketua dan beberapa orang Wakil Ketua yang dipilih oleh dan di antara anggota DPRD I. Selama Pimpinan DPRD I belum ditetapkan musyawarah-musyawarah yang mereka adakan sementara waktu dipimpin oleh anggota tertua atau majelis kehormatan dan dibantu oleh anggota yang termuda usianya atau dewan kehormatan. Adapun susunan serta kedudukan anggota DPRD II adalah sebagai berikut : Jumlah anggota. Jumlah anggota DPRD II ditetapkan sekurang-kurangnya 20 orang dari sebanyak-banyaknya 45 orang, yang terdiri dari atas wakil-wakil : Organisasi peserta Pemilu (Golkar, Partai Persatuan, PDI) Golongan Karya ABRI yang diangkat, yang banyaknya ditetapkan 1/5 dari jumlah anggota DPRD II. Syarat-syarat keanggotaan Untuk dapat menjadi anggota DPRD II harus dipenuhi syarat-syarat yang sama dengan persyaratan yang harus dipenuhi oleh Calon anggota DPR/MPR. Masa Jabatan Masa keanggotaan DPRD II adalah lima tahun. Mereka berhenti bersama-sama setelah masa keanggotaannya berakhir. Selam masa jabatannya, anggota DPRD II dapat berhenti dengan alasan-alasan yang sama dengan pemberhentian yang berlaku bagi anggota DPR/MPR. Pimpinan Pimpinan DPRD II terdiri atas seorang Ketua dan beberapa Wakil Ketua yang dipilih oleh dan di antara anggota-anggota DPRD II. Selama pimpinan DPRD II belum ditetapkan musyawarah-musyawarah yang mereka adakan dipimpin oleh anggota yang tertua dan dibantu oleh anggota yang termuda usianya. Kedudukan anggota DPRD II tidak dapat dirangkap dengan Jabatan – jabatan yang tidak boleh dirangkap oleh anggota DPRD I seperti yang telah diutarakan di atas.
A. Pendahuluan 2.1 WAWASAN NUSANTARA Wawasan Nusantara sebagai pancaran falsafah dan ideologi Pancasila serta UUD 1945, merupakan cara pandang bangsa Indonesia, mengenai diri yang serba Nusantara dan lingkungannya, baik arah pandang ke dalam, sebagai satu kesatuan, persatuan dan kebersamaan di dalam seluruh aspek kehidupan nasional, maupun arah pandang ke luar, yang menitik beratkan pada perdamaian, kemerdekaan dan keadilan sosial. Sedangkan konsepsi Ketahanan Nasional, yang menghasilkan kondisi sikap secara sadar dan ketangguhan yang mengandung kemampuan untuk mengembangkan kekuatan nasional secara riil sebagai wujud keinginan berwawasan Nusantara. Di dalam kondisi nyata berupa kekuatan nasional yang dijadikan sebagai doktrin Dasar Nasional dalam perumusan kebijaksanaan nasional dengan selalu memedomani asas-asas serta sifat-sifat yang merupakan nilai yang sudah disepakati, diyakini kebenarannya, serta satu keterpaduan dan keutuhan di dalam stabilitas ketahanan nasional itu sendiri. Implementasi Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional sebagai Ide Dasar Nasional, diwujudkan ke dalam politik dan strategi nasional dalam pembangunan nasional. Politik dan strategi nasional sebagai kebijaksanaan dasar nasional diwujudkan dalam bentuk GBHN di jabarkan dan dilaksanakan secara kreatif dan dinamis oleh pemangku kepentingan dan jabatan negara di tingkat pusat, daerah otonom dan desa serta tentunya oleh masyarakat berdasarkan semangat kekeluargaan, kebersamaan, persatuan dan kesatuan. Baik secara strategis dan operasionalnya suatu kebijaksanaan dasar nasional sesuai dengan kondisi geografi, demografi, serta kondisi sosial. Untuk mengetahui kedudukan Pancasila, UUD 1945, Wawasan Nusantara dan Ketahan Nasional, perlu disejajarkan ke dalam suatu bentuk hirarki atau Paradigma Nasional Indonesia yang urutannya sebagai berikut. Nilai Pancasila sebagai Ideologi bangsa, Falsafah, dan dasar negara, UUD 1945 sebagai konstitusi negara, Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional sebagai Doktrin dasar pengaturan kehidupan Nasional Politik dan Strategi Nasional sebagai suatu kebijaksanaan dasar nasional dalam bentuk GBHN yang dijabarkan lebih lanjut dalam kebijaksanaan dan strategi pada struktur di bagan bawah Paradigma nasional secara struktural dan fungsional mewujudkan keterkaitan hirarki piramidal dan secara instrumental mendasari kehidupan nasional yang terlefleksi melalui gagasan-gagasan dan ide-ide berkehidupan bermasyarakat dan berkebangsaan. 2.2 PERWUJUDAN WAWASAN NUSANTARA SEBAGAI SUATU KESATUAN EKONOMI, POLITIK DAN BUDAYA NASIONAL Wawasan Nusantara sebagai kehidupan Nasional dan Pembangunan Nasional Tata kehidupan nasional dan pembangunan nasional menuntut kesamaan pola pikir, sikap dan tindak dalam seluruh proses penyelenggaraan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Yang meliputi aspek semua lingkungan dan lapisan, baik secara ekonomi politik dan budaya nasional. Setiap perkembangan lingkungan yang strategis baik secara internasional maupun nasional dipertimbangkan melalui beberapa asas-asas wawasan nusantara dan diamati, dimanfaatkan sebagai antidosis pengaruh-pengaruh yang dapat menjadi kendala demi memperoleh hasil sebesar-besarnya kesejahteraan, keamanan seluruh rakyat, bangsa dan negara Indonesia. Di samping itu, setiap proses yang timbul pada suatu tahap pembangunan secara keseluruhan mesti ada penanggulangan secara integral dan mawas diri pada tahap berikutnya, agar suatu keberhasilan pembangunan sekaligus dapat terlaksana. Suatu kebijakan yang digariskan maka ditempuh dengan strategi-strategi dalam berbagai aspek kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang sama-sama saing mendukung satu sama lain, saling memperkuat serta keikutsertaan satu sama lain. Meskipun dirumuskan menurut berbagai aspek kehidupan, implementasinya tidaklah harus bersifat satu persatu atau bidang perbidang. Penerapan strategi itu haruslah bersifat menyeluruh (komprehensif) dan terpadu (integral). kepulauan Nusantara sebagai satu kesatuan politk Kedulatan wilayah nasional dengan segala isi dan kekayaannya merupakan suatu kesatuan wilayah, ruang hidup, dan kesatuan seluruh bangsa serta menjadi modal dan milik bersama bangsa.Bahwa bangsa Indonesia terdiri dari berbagai suku dan berbicara dalam berbagai bahasa daerah serta memeluk dan meyakini berbagai agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, dan menjadikan Pancasila satu-satunya falsafah serta ideologi bangsa dan bernegara. Serta mempunyai satu tekad dalam mencapai cita-cita bangsa. Kesatuan politik yang terselenggara berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, kesatuan sistem hukum nasional yang mengabdi kepada kepentingan nasional. Dan pergaulan internasional yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial melalui politk luar negeri bebas dan aktif serta diabadikan pada kepentingan nasional. Manajemen nasional yang mencerminkan keterbukaan, dengan mengarah pada kepentingan dan aspirasi hak orang banyak, pada semua aspek kehidupan bangsa, menumbuhkan dan meningkatkan rasa cinta tanah air dengan penugasan antar daerah dalam pembinaan karier aparatur pemerintah secara bersih dan berwibawa serta tanggap dalam mengayomi dan melayani aspirasi masyarakat. Supra struktur politik difungsikan secara tepat sehingga tiap-tiap lembaga negara dapat berfungsi dengan baik sesuai asas keseimbangan keserasian dan keselarasan. Serta pemberian otonomi daerah yang sedemikian rupa sehingga daerah dapat mengatur kehidupannya sendiri dalam keterkaitannya dengan daerah lain dan selalu berada dalam wadah kepentingan nasional. Karena semua warga negara berkedudukan sama di dalam hukum dan pemerintah dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan dengan tanpa ada pengecualian. kepulauan nusantara sebagai satu kesatuan ekonomi “Kekayaan wilayah nusantara baik ditinjau secara potensial maupun efektif adalah modal dan milik bersama bangsa, dan bahwa keperluan hidup sehari-hari harus tersedia merata di seluruh tanah air“Tingkat perkembangan ekonomi yang serasi dan seimbang diseluruh daerah, tanpa meninggalkan ciri khas yang dimiliki oleh daerah perkembangan kehidupan ekonominya. “setiap daerah didorong untuk berkembang sesuai keadaan sumber daya alam dan sumber daya manusia yang ada sehingga tercipta struktur ekonomi yang harmonis antar pusat, dan daerah secara terpadu dan berorientasi ke masa depan”. “Adanya suatu sistem pembinaan hubungan nasional yang dapat menjamin angkutan barang dan orang dari dan kesemua daerah dengan modal pengembangan daerah dan pertumbuhan ekonomi”, sehingga adanya hubungan antar daerah produsen dengan daerah pemasaran agar tercipta ketersediaan kebutuhan masyarakat dengan harga yang terjangkau (market oriented) di seluruh cakupan ekonomi di seluruh wilayah”.“Pembinaan sistem komunikasi dan informasi nasional yang menjamin kelancaran komunikasi dan ketersediaan informasi yang diperlukan dalam pembinaan persatuan dan kesatuan, pengembangan potensi daerah dan penyelenggaraan pemerintah. Kepulauan Nusantara sebagai satu kesatuan sosial dan budaya Masyarakat Indonesia adalah satu, berkehidupan berbangsa harus merupakan kehidupan yang mencerminkan keserasian dengan tidak adanya kesenjangan sosial tehadap tingkat produktivitas yang sama, merata dan seimbang serta adanya keselarasan kehidupan yang sesuai dengan tingkat kemajuan bangsa. Kebudayaan yang mempunyai corak ragam menggambarkan kekayaan budaya dan warisan tradisional budaya bangsa yang menjadi modal dan landasan pengembangan budaya bangsa seutuhnya, dengan tidak menolak nilai-nilai budaya bangsa yang kemudian hasilnya dapat dinikmati oleh bangsa. 2.3 Implementasi Pembangunan dalam Bidang Politik, sosial budaya, pertahanan keamanan dan lain-lain. Dengan menunjang kemajuan-kemajuan yang di capai oleh Pembangunan nasional. A. PENDAHULUAN Pasar bebas dan pelabuhan bebas dalam lingkungan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2016 mendatang, bukan hanya mengembangkan pusat pertumbuhan yang handal dan berdaya saing. Tapi juga sumber daya manusianya. Karena MEA 2016 juga membuka peluang masuk tenaga –tenaga kerja asing kewilayah INDONESIA. Provinsi KEPRI sebagai daerah terdepan tentu bisa menjadi sasaran serbuan itu. Karena itu, untuk menciptakan tenaga kerja berdaya saing, bukan hanya bisa mengandalkan kemampuannya saja. Melainkan turut dibekali dengan sertifikat sebagai pengakuan profesionalitasnya. Oleh karena itu untuk menciptakan peluang sumber daya manusia yang terdepan dalam daya saing, terdepan dalam infrastruktur, terdepan di bidang pendidikan dan kesehatan, terdepan dalam melestarikan lingkungan hidup, perlu penerapan teknis yang berwawasan pada sektor kemandirian yang bertujuan untuk menjadi ajang pertaruhan produk-produk lokal. Sebagai daerah yang mempunyai daya saing terhadap perdagangan bebas dan pelabuhan bebas serta ekonomi yang berbasis maritim dan infrastruktur tambang, oil dan gas, perlu adanya quality management system yang berstandar pada pengakuan nasional maupun internasional. Sehingga kebutuhan daerah akan berlanjut sesuai kelestarian lingkungan hidup yang optimal. Peningkatan sumber daya manusia dapat merealisasikan serta menjaga fungsi kelestarian lingkungan hidup. Oleh karena itu, untuk mengantisipasi menurunnya kelestarian dalam memenuhi permintaan pasar, tanpa merusak kelestarian tersebut, kegiatan masyarakat dalam menjawab tantangan khusus Masyarakat Ekonomi ASSEAN berbagai upaya dan usaha yang berwawasan ekonomi kemandirian akan ditingkatkan melalui aspek sosialisasi bahwa perlu adanya skema sertifikasi dalam rangka mewujudkan SDM yang mampu mengelola dan mengatur kawasan konservasi. Oleh karena itu penerapan teknis berwawasan pada standar kompetensi lingkungan merupakan suatu hal yang bijaksana demi mencapai keberlanjutan produksi dalam negeri maupun luar negeri. B. MAKSUD DAN TUJUAN, Maksud - Sebagai usaha alternatif dalam menciptakan masyarakat yang kompetitif, sehat, cerdas - Menunjang minat SDM dalam pemanfaatan SDA melalui infrastruktur yang telah ada - Meningkatkan produktivitas dan kualitas sumber daya maritim dan pertanian. - Menjadi penyedia/penyalur SDM yang siap bersaing di dalam industri dalam negeri maupun luar negeri Tujuan - Meningkatkan daya saing SDM sebagai bahan rujukan dalam menghadapi masyarakat ekonomi ASEAN (MEA) . - Menguatkan kapasitas dan eksistensi pengolaan SDA - Membantu pemerintah dalam penanganan kebutuhan lapangan kerja. - Pemberdayaan masyarakat karena banyaknya tenaga kerja yang terserap. - Meningkatkan pendapatan masyarakat sehingga tercipta kestabilan ekonomi maritim dan terutama bagi tenaga kerja dari dalam negeri maupun luar negeri - Meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD). - Meningkatkan struktur pelayanan yang optimal, profesional, dan bersih Sesuai dengan Pola Umum Pembangunan Jangka Panjang, maka dalam prioritas suatu sistem pembangunan yang berskla nasional mapun internasional. Pemerintah menggunakan kebijakan tersendiri pada sektor pembangunan bidang ekonomi dengan mentitik beratkan pada sektor pertanian untuk selanjutnya diusahakan segala upaya-upaya pemantapan swasembada pangan dan meningkatkan industri yang dapat menghasilkan mesin-mesin industri sendiri, baik industri berat maupun industri ringan yang akan terus dikembangkan dalam skala-skala selanjutnya. Dalam Pelita Keempat sebagai kelanjutan dan peningkatan dari Pelita Ketiga adanya ide maupun upaya-upaya untuk memperbaiki kesejahteraan rakyat, baik lahir maupun bathin, mendorong pembagian pendapatan yang makin merata dan lebih memperluas kesempatan kerja. Demikian pula akan ditingkatkan usaha untuk memecahkan masalah peningkatan laju pembangunan di daerah-daerah tertentu, peningkatan produksi pangan dan kebutuhan pokok lainnya, peningkatan kemampuan golongan ekonomi lemah, koperasi, kependudukan, pemilikan dan peningkatan mutu pendidikan, pelayanan kesehatan dan gizi, pembinaan hukum dan ketertiban masyarakat, kelestarian lingkungan hidup serta masalah-masalah lain ke berbagai bidang pembangunan.
Pelaksanaan Politik Luar Negeri Indonesia Republik Indonesia sebagai suatu negara yang memiliki ideologi Pancasila, berarti dalam setiap tindakan/sikap negara kita, baik ke dalam maupun ke luar negeri harus berlandaskan Pancasila. Dengan demikian ideologi Pancasila ini pulalah yang membedakan antara pandangan hidup kita dengan pandangan hidup negara lain, seperti Blok Barat dan Blok Timur. Poltik luar negeri Indonesia berpijak pada landasan-landasan seperti skema di bawah ini : Landasan ideal, yaitu Pancasila Landasan struktural, yaitu UUD 1945 Landasan operasional, yaitu : 1) Ketetapan MPR tentang GBHN 2) Kebijakan Presiden (Keppres) Keputusan Presiden 3) Kebijakan Menteri Luar Negeri yang berbentuk peraturan yang dibuat oleh Menteri luar Negeri Pekembangan dunia yang mengandung peluang untuk melaksanakan politik luar negeri Indonesia dalam sebuah cita-cita bangsa, dan tujuan nasional menentukan terselenggaranya politik luar negeri Indonesia. Selain dalam pembukaan, juga terdapat dalam batang tubuh UUD 1945 yang merupakan acuan dalam menunjang landasan politik luar negeri Indonesia. Dalam alinea pertama, yang berbunyi : “Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan keadilan”- Dalam alinea keempat, berbunyi : “Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu pemerintahan negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial”- Dari alinea pertama di atas dapat disimpulkan bahwa, Negara Republik Indonesia wajib membantu bangsa-bangsa lain di dunia yang masih dijajah oleh bangsa asing. Selanjutnya dari alinea keempat dapat disimpulkan juga bahwa Negara Republik Indonesia harus aktif di dalam perjuangan bangsa-bangsa untuk mencapaisuatu ketertiban dan keadilan di seluruh penjuru dunia.*) Selanjutnya di dalam batang tubuh UUD 1945, yaitu : Pasal 11. Presiden dengan persetujuan DPR menyatakan perang, membuat perdamaian dan perjanjian dengan negara lain. Pasal 13. Presiden mengangkat duta dan konsul. Presiden menerima duta negara lain. Pancasila dan UUD 1945 adalah landasan politik Luar Negeri NKRI yang bebas aktif. Selain bebas dan aktif Indonesia juga merupakan hasil perkembangan sejarah ketatanegaraan Indonesia selama ini.Walaupun negara kita diproklamirkan pada tanggal 17 agustus 1945 tetapi secara resmi baru pada tanggal 2 September 1948 kita dinyatakan dengan tegas tentang sikap politik luar negeri yang bebas dan aktif, yaitu ketika Pemerintah menyampaikan keterangan di depan Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat, antara lain : “Pemerintah berpendapat, bahwa pendirian yang harus kita ambil ialah pendirian supaya kita jangan menjadi obyek dalam pertarungan politik internasional, tetapi kita harus tetap menjadi subyek yang berhak menentukan sikap sendiri dan memperjuangkan tujuan kita sendiri, yaitu Indonesia merdeka seluruhnya...” Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa politik luar negeri yang bebas dan aktif itu dapat diabdikan kepada kepentingan nasional sendiri.Dalam sejarah negara kita, setiap kurun waktu kepentingan nasional yang menonjol dapat berbeda-beda, cotohnya : 1945-1950, Kemerdekaan dan Pengakuan kedaulatan 1950-1963, Pengembalian wilayah Irian Barat 1966-1969, Memurnikan nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945 1969-sekarang, Pembangunan Ekonomi Politik luar negeri yang bebas dan aktif yang kita anut bukanlah politik netral dan pasif, melainkan bebas mengadakan hubungan dengan negara manapun dalam arti bebas menentukan sendiri sikap dan keputusan-keputusan terhadap masalah-masalah internasional menurut nilai dan manfaatnya masing-masing tanpa campur tangan kepada sesuatu blok. Ruang lingkup dunia internasional yang dipimpin Amerika dan Blok Timur yang dipimpin Uni Sovyet. Negara-negara yang tidak mengikatkan diri itu menyebut dirinya sebagai negara-negara non blok. Walaupun negara-negara anggota non blok secara berkala mengadakan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) tidak berarti negara-negara tersebut membentuk satu blok baru di antara dua blok raksasa yang telah ada. Blok barat, seperti Amerika Serikat. Walaupun merupakan suatu negara adi daya, mereka juga memiliki pandangan hidup yang mengaggungkan kebebasan pribadi/individu yang seluas-luasnya. Atau suatu negara yang menganut paham liberalistis-individualistis. Hal ini tentunya bertolak belakang dengan keadaan di Indonesia, yaitu lebih mengutamakan kepentingan pribadi dengan kepentingan bersama/umum. Begitu juga Blok Timur, seperti Russia. Mereka mempunyai pandangan hidup sosialis (kolektif) atau lebih kurang sebagai objektif dari keterlibatan dunia internasional dalam rangka merefleksikan pendekatan khususnya secara hirarki yang sudah tentu bertolak belakang dengan kedaulatan baru dan memperlemah prinsip atas kedaulatan dari piagam PBB. Upaya keterlibatan organisasi-organisasi internasional dalam peran Institusi Internasional menjadi penghalang bagi pemerintahan dan pembangunan tata Ekonomi Dunia Baru yang berdampak pada komunitas internasional organisasi dunia, seperti NATO, Organization for Security and Cooperation in Europe (OSCE), PBB (united nation organization), World Bank dan IMF, yang malah menjadi medium baru bagi non Barat dan Barat untuk meregulasi secara eksternal melalui mekanisme, intervensi legitimasi dan penggunaan hak veto institusi-institusi internasional baik PBB,Bank Dunia, IMF, Peacekeeping Force dan sebagainya, sehingga memungkinan untuk negara-negara Blok Barat dan Blok Timur memberlakukan dominasi secara eksternal melalui operasi militer besar dan staf sipil dengan tujuan mengubah negara yang terbelah menjadi negara yang utuh dan berfungsi baik secara militer, dan juga menggawangi aspek-aspek mendasar sebuah konstitusi suatu negara melalui pemerintahan dan pembangunan institusi. Atas kepemilikan kedaulatan (sovereignty devidend) dari definisi ini sangat jelas bahwa negara-negara itu ada tanpa ada kedaulatan. “Sebuah sisi lain dari gerakan eksternal kampanye demokrasi yang digawangi oleh USA dan Eropa ke seluruh penjuru dunia. Salah satunya dengan strategi Penguasaan berupa kritik-kritik original, menggugat ideologi untuk menyelamatkan demokrasi dengan upaya independensi politik bilateral maupun non bilateral tentunya dengan menggunakan konsep tata informasi telekomunikasi dunia baru, dan intervensi dunia internasional berupa gerakan, refleksi, melaksanakan reformasi dan perubahan politik, namun karakter yang tidak demokratis itu telah membawa misi tersebut mengarah kepada masalah besar dan memarjinalkan institusi dan proses politik lokal, dengan menyingkirkan politisi yang tidak mereka sukai. Berkedok dengan intervensi rekonsiliasi fungsi kapasitas suatu negara dalam memenuhi kebutuhan fisik dan jaminan keamanan secara sosial dan ekonomi bagi rakyatnya hingga ke struktur terdalam bangsa Non Barat untuk membantu memerangi perilaku korupsi,dan mempromosikan pemerintah yang baik. Dilihat dari sudut pandang dan implementasi melalui media massa dan elektronik dalam keadaan keamanan internasional, konsep yang terdepan adalah kesadaran dan pengertian baru di balik imperialisme barat jauh lebih membahayakan daripada suatu negara yang dijajah. Karena negara lemah, maka dengan penetrate terorism (ancaman penetrasi), jaringan mafia obat dan jaringan kriminal internasional berpotensi mengancam stabilnya keadaan suatu kesadaran negara yang berdaulat, meningkatkan jumlah pengungsi, angka kejahatan dan teror. Imperiumisasi (membuat kerajaan) atas semua bangsa di muka bumi ini dan menjadi salah satu negara dari strategi baru negara-negara Barat untuk memaksakan pengaruhnya atas negara lain yang dianggap strategis untuk kepentingan jangka panjang mereka. Apabila program-program itu tidak berjalan dengan baik atau gagal, maka mereka justru menyalahkan negara yang mereka kontrol tersebut. Perlu peran yang lebih bijak agar administrator internasional tidak menjadi intervensi-intervensi dari negara-negara yang lemah atau gagal. Karena kedaulatan dalam bentuk kapasitas menciptakan struktur gradasi atau hirarki kedaulatan , dimana ada negara yang dianggap lebih berdaulat dibandingkan negara yang lain. Dengan mengasosiasikan bahwa kedaulatan adalah skala kapasitas, maka bukan hanya hirarki internasional baru yang ada, intervensipun dianggap sebagai pendukung kedaulatan, meskipun pada saat yang sama kedaulatan dari sisi hak untuk pemerintahan sendiri menjadi absurd. Akibat dari proses ini, kedaulatan akhirnya tidak lagi diterima sebagai sebuah hak untuk memerintah sendiri. Kedaulatan hanyalah sekedar suatu kapasitas yang dapat diperbaiki atau kebalikannya dilemahkan. Maksudnya secara kepentingan umum sehingga tidak mengakui adanya hak milik pribadi. Di samping itu menganut paham yang bersifat materialistis, artinya segala apa yang ada pada hakikatnya bersifat kebendaan (materi) sehingga membuat mereka tidak percaya tentang adanya Tuhan YME. Hal ini tentu sangat bertentangan dengan sila pertama Pancasila.” Berdasarkan kedua corak pandangan hidup tersebut di atas dan ditambah lagi dengan kita (Indonesia) yang menganut suatu sistem politik luar negeri yang bebas dan aktif, maka kita tidak dapat masuk ke dalam satu blok, baik blok Barat maupun blok Timur. Akan tetapi selanjutnya kita pun tidak ada maksud sama sekali untuk mengurung diri kita sendiri (menjalankan politik isolasi) tanpa berhubungan dengan negara lain. Berkembangnya negara-negara tersebut hanya atas dasar kesadaran untuk memberikan sumbangan pikiran dalam rangka meredakan ketegangan dunia yang disebabkan persaingan di antara kedua blok raksasa itu. Setiap negara dapat menyuarakan sumbangan pikirannya secara bebas sesuai dengan kepentingan nasionalnya masing-masing. KTT non blok tidak melahirkan pakta-pakta yang mengikat negara-negara anggotanya. Oleh karena itu walaupun Indonesia menjadi anggota negara non blok, jangan diartikan bahwa negara kita telah terikat pada blok baru secara multilateral. Unsur-unsur penting dalam politik luar negeri yang bebas dan aktif itu adalah : Kebebasan menentukan sendiri pendirian dalam masalah-masalah internasional. Keterlepasan dari ikatan-ikatan blok ideologi dan blok militer manapun Keaktifan dalam mewujudkan perdamaian dunia Menentang segala bentuk penjajahan Kerjasama internasional di bidang politik, ekonomi, dan sosial yang saling menguntungkan Hidup berdampingan secara damai dan bertetangga baik Menghormati kedaulatan negara masing-masing Ticak mencampuri urusan dalam negeri negara lain Dalam sejarah pelaksanaan politik luar negeri yang bebas dan aktif itu terdapat perkembangan yang menunjukkan corak sebagai berikut ; Sampai awal tahun 1960 dijalankan politik keseimbangan (balance politic). Pada saat itu Indonesia memberikan dukungan yang kurang lebih sama terhadap resolusi yang diajukan oleh blok Barat maupun blok Timur Tahun-tahun terakhir Presiden Soekarno memerintah, dijankan politik non Blok yang kekiri-kirian (condong ke kiri), lebih dekat kepada RRC dalam sikap ekstrim dan menentang negara-negara Barat Setelah Orde Baru negara kita menjalankan kebijakan politik Luar Negeri yang moderat dengan cara berupaya memelihara persahabatan negara-negara tetangga, terutama negara-negara yang mampu membantu kita dalam pembangunan ekonomi. Selain itu secara mendasar kita tetap membantu perjuangan bangsa-bangsa lain melawan penjajahan.
PENDAHULUAN Dalam Kongres Wina yang diadakan pada tanggal 19 maret 1815 dan kemudian disempurnakan dalam Kongres Air-Lachapelle yang dikenal sebagai “Kongres Achen” pada tanggal 21 November 1818, ditentukan tingkat-tingkat perwakilan sebagai berikut : - Duta besar (ambassador) - Duta besar luar biasa dan berkuasa penuh (minister plannipotentiace and envoiceextraordinary) - Menteri residen (minister resident) - Kuasa usaha (Charge d’affairs) Perwakilan asing tersebut di atas termasuk perwakilan diplomatik (corp diplomatique). Untuk menjalin hubungan di antara negara-negara itu, biasanya negara tersebut saling menempatkan perwakilannya. Tujuan diadakan perwakilan itu pada dasarnya adalah : - Memelihara kepentingan negaranya di negara penerima, sehingga jika terjadi sesuatu urusan, perwakilan dapat mengambil langkah-langkah untuk menyelesaikan. - Melindungi warga negara sendiri yang bertempat tinggal di negara penerima - Menerima pengaduan-pengaduan untuk diteruskan kepada pemerintah negara penerima. Selain perwakilan diplomatik, terdapat juga perwakilan konsuler. Dalam Konvensi Wina 1963 ditentukan tingkat-tingkat perwakilan konsuler sebagai berikut : -Konsul Jenderal ; -Konsul ; -Wakil Konsul ; -Agen Konsul ; Dengan dipenuhi unsur konstitutif berarti suatu negara telah terbentuk atau berdiri, tetapi belum dapat diterima dalam pergaulan internasional atau mengadakan hubungan dengan negara lain. Untuk itu diperlukan unsur deklaratif atau pengakuan internasional. Pengakuan dari negara lain terhadap suatu negara menimbulkan terselenggaranya hubungan luar negeri (internasional). Adapun unsur-unsur negara terdiri atas unsur konstitutif (rakyat, kesatuan wilayah, dan pemerintah) deklaratif (pengakuan dari negara lain). Sebagai contoh ketika bangsa Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya pada tanggal 17 Agustus 1945, berarti sejak saat itu negara Republik Indonesia telah berdiri atau terwujud (mengdeklarasikan diri lewat delegasi yang sakral), walaupun Belanda baru mau mengakui pada tahun 1949. Negara yang pertama kali mengakui Negara Republik Indonesia secara deklaratif adalah Mesir., kemudian disusul oleh negara-negara lain. Pengakuan diwujudkan dalam bentuk perjanjian berupa hubungan kedua belah pihak, yaitu antara negara kita dan negara yang mengakuinya. Hubungan tersebut dapat berupa hubungan diplomatik (diplomacy) yang berarti sarana yang sah (legal), terbuka dan terang-terangan yang digunakan oleh sesuatu negara dalam melaksanakan politik luar negerinya. B. PERWAKILAN DIPLOMATIK DAN PERWAKILAN KONSULER a. Perwakilan diplomatik memelihara kepentingan negaranya dengan caramelakukan hubungan dengan pejabat-pejabat tingkat pusat dari negara penerima, sedangkan perwakilan konsuler melakukan hubungan dengan pembesar-pembesar setempat. b. Hanya perwakilan diplomatik yang berhak mengadakan hubungan yang bersifat politik. c. Sesuatu negara hanya mempunyai satu perwakilan diplomatik di dalam satunegara penerima, tetapi dapat mengirim beberapa orang konsul di dalam satu negara penerima. d. Anggota perwakilan diplomatik mempunyai hak ekstra teritorial, yaitu hak istimewa yang menyebabkan mereka tidak terkena pelaksanaan kekuasaan peradilan dari negara penerima, sedangkan anggota perwakilan konsuler tidak memiliki hak itu. Dalam zaman penjajahan Belanda dan Jepang bangsa kita hanya merupakan obyek dan bukan sebagai subyek hubungan internasional, sebab semua hubungan dengan dunia luar diatur oleh Pemerintah Jajahan Belanda dan Jepang. Baru sejak tanggal 17 Agustus 1945 kita mulai mengadakan hubungan internasional yang sesungguhnya. Yaitu sebagai bangsa yang merdeka dan berdaulat penuh. Sebagai subyek penuh dalam pergaulan internasional. Untuk menyelenggarakan hubungan tersebut, pemerintah Negara kita membentuk Departemen Luar Negeri. Penempatan perwakilan di negara asing diatur secara protokoler yang bersifat internasional. Apabila dua negara bermaksud hendak membuka perwakilan, kedua belah pihak pertama-tama saling menukar informasi, yang dilakukan melalui Departemen Luar Negeri masing-masing. Sementara itu penempatan seorang duta terlebih dahulu harus mendapat persetujuan secara agregat (demande I’agregation atau agreement) dari negara penerima. Berdasarkan persetujuan itu diplomat yang akan ditempatkan menerima surat kepercayaan (littre de creance) yang ditanda tangani oleh kepala negara pengirim, dalam suatu upacara. Biasanya bersamaan itu juga diplomat tersebut mengucapkan pidato yang kurang lebih berisi kata sambutan setelah mendapat persetujuan dari menteri luar negeri negara pengirim. Dengan demikian hubungan diplomatik antara kedua negara telah terjalin. Ketika hubungan diplomatik secara bilateral misalnya suatu negara yang telah terjalin itu menjadi renggang atau putus secara non bilateral, maka negara yang bersangkutan akan merujuk kepada perwakilan negara lain tertentu untuk selanjutnya megutus negara yang dipilh untuk mengurus kepentingan negaranya di negara penerima. Kadang-kadang terjadi hal yang menyebabkan seorang diplomat diminta untuk meninggalkan negara penerima dikarenakan kondisi intern maupun ekstern yang terjadi di Pemerintah negara penerima. Berdasarkan sejarah, hubungan internasional telah dikenal oleh nenek moyang bangsa Indonesia sejak zaman pra Hindu. Di zaman kerajaan Sriwijaya dan Majapahit, nenek moyang bangsa Indonesia telah menjalin hubungan internasional ke utara sampai ke Cina dan ke Barat sampai ke Madagaskar lewat kulturisasi melalui konstitusional dua emperor yang berkuasa sewaktu ekonomi, politik penguasa di kerajaan, dan adat istiadat yang dianut oleh nenek moyang kita dalam melakukan hubungan internasional di kala itu. Karena dua emperor ini yang memiliki tampuk kekuasaan di belahan barat nusantara maka pengaruh masuk nya sejarah Islam ke Indonesia cenderung di sebarkan melalui syiar yang dibawa oleh pedagang-pedagang dari gujarat, arab dan parsi. Kontribusi demikian dikarenakan dua kerajaan tersebut menguasai secara deklartif bahwa kekuasaan darat dan laut ditaklukkan dengan pengaturan sistem perdagangan di darat maupun laut sampai pada pertanian yang mengharuskan petani tunduk atas tuan tanah yang keuntungannya berupa imbalan atau upeti kepada raja-raja yang berkuasa pada saat itu. Hal ini tidak sejalan dengan Indonesia yang memiliki kultur budaya dan local wisdom sebagai negara yang memiliki rakyat “berbeda-beda namun tetap satu jua”. Asas- asas yang dianut nenek moyang kita dalam melaksanakan hubungan internasional antara lain dapat dibaca di dalam kitab Paraton, Negara Kertagama dan Surya Alam. Karangan sutasoma. Yang kebetulan memiliki kearifan budaya sehingga menjadi abdi dalem atau orang kepercayaan. Sebagai bangsa yang merdeka dan memiliki kedaulatan baik di darat, laut maupun udara. Pemerintah Indonesia memberikan wewenang kepada Departemen Luar Negeri yang telah dibentuk secara mandataris untuk menyelenggarakan sebagian tugas umum pemerintah dan pembangunan yang meliputi bidang politik dan hubungan luar negeri.
Perwakilan Indonesia di luar negeri dapat berupa : Perwakilan Diplomatik , yaitu perwakilan yang kinerjanya meliputi semua kepentingan negara Republik Indonesia dan wilayah kerjanya meliputi seluruh wilayah negara penerima atau kegiatannya meliputi bidang kegiatan suatu organisasi yang bersifat internasional. Di dalam negara-negara tertentu kepala Perwakilan Diplomatik mempunyai seorang Wakil Kepala Perwakilan (Deputy Chief of Mission). Biasanya dialah yang ditunjuk sebagai Kuasa Usaha Sementara jika Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh berhalangan.Selain itu Duta Luar Biasa dan Berkuasa Penuh dibantu oleh beberapa pejabat yang disebut atase, yaitu : a.) Atase Pertahanan ialah Perwira ABRI dari Departemen Pertahanan Keamanan yang diperbantukan pada Departemen Pertahanan Keamanan yang diperbantukan pada Departemen Luar Negeri dan ditempatkan di perwakilan dengan status diplomatik untuk melaksanakan tugas-tugas perwakilan di bidang pertahanan keamanan. b.) Atase Teknis ialah pegawai negeri suatu departemen di luar Departemen Luar Negeri dan Departemen Hankam atau pegawai negeri suatu Lembaga Pemerintahan non departemen, yang diperbantukan pada Departemen Luar Negeri untuk melaksanakan tugas-tugas teknis, sesuai dengan tugas pokok Departemen atau Lembaga Pemerintah Non Departemen yang bersangkutan. Contoh : Atase Kebudayaan, Atase Perdagangan dan lain sebagainya. Tugas pokok seorang Diplomat adalah mewakili negara Republik indonesia dalam melaksanakan hubungan diplomatik dengan negara penerima atau organisasi internasional serta melindungi kepentingan negara dan kepentingan warga negara Republik Indonesia di negara penerima, sesuai dengan kebijaksanaan pemerintah yang telah ditetapkan, yang didasarkan pada peraturan perundang-undangan yang berlaku. Untuk menyelenggarakan tugas pokoknya itu, perwakilan diplomatik memegang tugas fungsional sebagai berikut : 1. Mewakili Negara Republik Indonesia secara keselurahan di negara penerima atau organisasi internasional, 2. Melindungi kepentingan nasional Negara dan warga negara Republik Indonesia di negara penerima. 3. Melaksanakan usaha peningkatan hubungan persahabatan dan melaksanakan perundingan antar Negara Republik Indonesia dengan organisasi international serta memperkembangkan hubungan di bidang ekonomi, kebudayaan dan ilmu pengetahuan. 4. Melaksanakan pengamatan, penilaian dan penalaran. 5. Menyelenggarakan bimbingan dan pengawasan terhadap warga negara Republik Indonesia yang berada di wilayah kerjanya. 6. Menyelenggarakan urusan pengamanan, penerangan, konsuler,protokol, komunikasi dan persandian (kode etik). 7. Melaksanakan urusan tata usaha, kepegawaian, keuangan, perlengkapan dan urusan rumah tangga Perwakilan Diplomatik. Berdasarkan beberapa definsi tersebut di atas, dapatlah ditarik kesimpulan sekunder mengenai ciri-ciri hubungan kerjasama internasional antar negara, selaku subyek penuh dalam pergaulan internasional. Yaitu suatu usaha yang diadakan oleh dua negara atau lebih, yang bertujuan untuk mengadakan akibat-akibat tertentu dalam suatu hukum internasional maupun perjanjian internasional. Adanya keaneka ragaman prilaku dan kehidupan berkebangsaan menjadi suatu sumber hukum terpenting bagi bentuk kerjasama internasional demi terwujudnya urusan terhadap warga – warga negara maupun urusan ketata usahaan, kepegawaian, keuangan, perlengkapan, dan urusan rumah tangga masing-masing perwakilan diplomatik suatu negara. Perwakilan diplomatik negara Republik Indonesia, dapat berbentuk : a. Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) yang ditempatkan pada suatu atau beberapa negara tertentu. b. Perutusan Tetap Republik Indonesia yang ditempatkan pada suatu organisasi intenasional tertentu. Pada Piagam Hak-Hak Azasi Manusia (Convenant of Human Rights) istilah-istilah seperti arrangements,aggrements,accord, Compromis, General atc dan lain sebagianya yang kesemuaanya mengarah pada yuridisial klasifikasi perjanjian internasional, dapat ditemukan perjanjian internasional secara atau persetujuan yang di buat antara subyek-subyek hukum internasional yang satu sama lainnya saling menyetujui atau terjadi persesuaian kehendak antar kedua belah pihak sehingga dapat menimbulkan hak dan kewajiban-kewajiban dalam bidang internasional”. Contoh dalam sebuah studi : “ Malaysia dalam rangka meningkatkan kedirgantaraan, Malaysia bermaksud hendak membeli pesawat terbang Indonesia (c.q. I.P.T.N). Maka kewajiban Indonesia adalah mengirimkan pesawat terbang tersebut sesuai dengan pesananannya, sedangkan hak Indonesia adalah memperoleh pembayaran sejumlah uang sebesar harga yang telah disepakati. Begitu juga kewajiban Malaysia membayar harga pesawat yang dikirim itu. Sedangkan haknya adalah menerima pesawat terbang tersebut dalam keadaan baik/utuh. Atau Indonesia, Australia, Jerman, Perancis dan Jepang mengadakan perjanjian yang menyangkut kepentingan mereka bersama. Maka Indonesia, Australia, Jerman, Perancis dan Jepang masing-masing mempunyai hak dan kewajiban.” Dalam perkembangan sebuah konvensi walaupun hanya sebagai protokol yang bersifat tambahan dan teknis. Penting halnya sebuah persetujuan –persetujuan antara kedua belah pihak negara agar tidak memliki respawn negatif ,berwawasan sempit/kecil dan juga tidak menutup quota peserta yang menjadi anggota secara teknis.
Department of International Economic and Social Affairs, Doubling Development Finance : Meeting a Global Challenge, Views and Recommendations of The Committe on Development Planning. New York, US time street
cp : +621364086816 iman_muhajirin@yahoo.com BengkuluKepulauan Bangka BelitungLampungDKI Jakarta |
BantenJawa BaratJawa TengahDaerah Istimewa YogyakartaJawa TimurBaliNusa Tenggara BaratNusa Tenggara TimurKalimantan SelatanKalimantan TengahKalimantan Barat |
Kalimantan TimurSulawesi SelatanSulawesi UtaraSulawesi TenggaraGorontaloSulawesi TengahSulawesi BaratMalukuMaluku UtaraPapuaPapua Barat |
Komite dan komisi
DPR
DPD
Lihat pula
Pranala luar
- (Indonesia) Situs Resmi MPR
- (Indonesia) Situs Resmi DPR
- (Indonesia) Situs Resmi DPD