Partai Sosialis Indonesia

Bekas partai politik di Indonesia
Revisi sejak 4 Desember 2017 01.20 oleh Medelam (bicara | kontrib) (←Suntingan 139.0.75.168 (bicara) dibatalkan ke versi terakhir oleh HsfBot)

Partai Sosialis Indonesia, disingkat PSI, adalah sebuah partai politik yang pernah ada di Indonesia. Partai ini berhaluan kiri dan menganut ideologi sosialisme.

Partai Sosialis Indonesia
Ketua umumSutan Syahrir
Dibentuk12 Februari 1948 (1948-02-12)
Dibubarkan1960
Kantor pusatJl. Cisadane No. 6, Jakarta
Surat kabarPedoman
Sayap pemudaGerakan Pemuda Sosialis
IdeologiSosialisme
Afiliasi internasionalKonferensi Sosialis Asia
WarnaMerah
Lambang pemilu
Bintang merah

Sejarah

Cikal bakal PSI adalah Partai Sosialis Indonesia (PARSI) yang didirikan dan diketuai oleh Amir Syarifuddin di Yogyakarta pada 12 November 1945 dan Partai Rakyat Sosialis (PARAS) yang didirikan oleh Sutan Syahrir pada 19 November 1945 yang kemudian bergabung dengan nama Partai Sosialis. Penggabungan atau fusi partai ini terjadi pada 16-17 Desember 1945, dengan mengadakan kongres fusi di Cirebon.[1] Kongres fusi pada 17 Desember 1945, dihadiri sekitar 57 anggota pimpinan dari kedua partai menyepakati penggabungan partai. “Berdasarkan front rakyat, antikapitalisme, dan antiimperialisme, sekali lagi di Cirebon, Parsi dan Paras bergabung menjadi satu, Partai Sosialis. Sjahrir kini menjadi ketua partai yang baru, sedangkan Amir Sjarifuddin menjadi wakil ketua,” tulis Mrazek.[2] Partai Sosialis ini populer di kalangan intelektual muda, sebagian besar pelajar dan mahasiswa serta anggota gerakan bawah tanah yang dipimpin oleh kedua pria tersebut selama pendudukan Jepang di Indonesia.[3] Pada akhir tahun 1945, Partai Sosialis memperoleh lima dari 25 kursi di komite kerja Komite Nasional Indonesia Pusat, lembaga legislatif de facto sebelum adanya DPR.[4]

 Partai Sosialis inilah yang sejak bulan November 1945 sampai pertengahan tahun 1947 menguasai kabinet, yaitu Kabinet Syahrir I, II, dan III serta Kabinet Amir Syarifuddin I dan II. Bahkan beberapa anggota Partai Sosialis ini banyak duduk di kabinet sebagai menteri kala itu. Di Masa Revolusi Nasional Indonesia tersebut, dengan berkuasanya Syahrir dan Syarifuddin, Partai Sosialis tampak kuat. Bahkan punya laskar bernama Pesindo yang terkenal solid persenjataannya ketimbang yang lain.[5] Pesindo ini di kemudian hari pasca Pemberontakan PKI 1948 menjadi Pemuda Rakyat.

Ketika terjadi keretakan antara kelompok Syahrir dengan kelompok Amir Syarifuddin sesudah jatuhnya Kabinet Amir Syarifuddin II, Syahrir memilih untuk membentuk partai baru, yaitu Partai Sosialis Indonesia (PSI), pada tanggal 12 Februari 1948 dan memberikan dukungan kepada Kabinet Hatta I. Sedangkan kelompok Amir Syarifuddin mempertahankan Partai Sosialis yang kemudian menjadi oposisi bersama Sayap Kiri dan kelak dalam Pemberontakan PKI 1948, menggabungkan diri ke dalam Front Demokrasi Rakyat.

Asas

Ideologi dan filosofi PSI didasarkan pada Fabianisme dengan unsur-unsur analisis sosial Marxis. Ketika mengadopsi posisi ideologis, PSI berbicara tentang tujuan sosialisme, menggunakan bahasa Marxis. Namun, di lain waktu, para pemimpinnya menekankan bahwa mereka memiliki Marxisme sebagai metode analisis sosial daripada panduan untuk bertindak. Dan kenyataannya, orientasi kebijakan mereka lebih banyak mengandung Fabianisme ketimbang Marxisme. Penekanannya adalah pada modernisasi, pembangunan ekonomi, dan perencanaan dan organisasi yang rasional.[6]

Dalam pasal 1 (asas-tujuan) Peraturan Dasar PSI tertera: "PSI berdasarkan faham sosialisme yang disandarkan pada ajaran ilmu pengetahuan Karl Marx dan Friedrich Engels untuk menuju masyarakat sosialis yang berdasarkan kerakyatan".[7] Partai ini menentang sistem diktatur proletariat yang diterapkan di Uni Soviet dan negara-negara sosialis lainnya. Sosialisme kerakyatan yang dimaksudkan PSI adalah sosialisme yang menjunjung tinggi derajat kemanusiaan dengan mengakui dan menjunjung persamaan derajat setiap manusia yang menghargai pribadi seseorang dalam pikiran serta dalam pelaksanaan sosialisme.[8]

Tokoh

PSI juga memiliki pengaruh di kalangan pejabat tinggi pemerintahan dan mempunyai pendukung di kalangan tentara pusat.[14] Di antara tokoh militer yang memiliki hubungan yang kuat atau bahkan menjadi simpatisan PSI adalah T.B. Simatupang yang pernah menjadi Kepala Staf Angkatan Perang.[15] Bahkan T.B. Simatupang adalah salah seorang dari empat orang delegasi (Soebadio Sastrosatomo, Soepeno, L.M. Sitorus) yang diutus Sutan Sjahrir saat pertemuan di Cirebon pada 19 November 1945 untuk mendukung Kabinet Sutan Sjahrir-Amir Sjarifuddin yang telah dilantik lima hari sebelumnya serta pembahasan berdirinya Partai Rakyat Sosialis (PARAS) yang merupakan nama baru untuk Partai PNI-Pendidikan.[16] Kemudian ada Sultan Hamengkubuwana IX dan Jenderal A. H. Nasution yang bukan anggota PSI, tapi mereka memiliki hubungan informal yang kuat dengan partai berlambang bintang ini. 

Pimpinan Partai dan Organisasi Sayap Partai

Partai Sosialis Indonesia yang telah memisahkan diri dari Partai Sosialis-nya Amir Syarifuddin, kemudian menyusun kembali kekuatannya dengan mereka yang pro-Sjahrir. Pada Februari tahun 1952, PSI mengadakan kongres pertamanya di Bandung. Kongres PSI pertama di Bandung berhasil memilih 45 orang anggota Dewan Pimpinan Partai. Dari 45 anggota Dewan Pimpinan Partai PSI, selain Syahrir ada lima orang berasal dari tanah Minang, yakni Djohan Sjahroezah, Djoeir Muhammad, Tamimi Usman, dan Athos Auserie, Leon Salim[17]. Selain 45 orang anggota Dewan Partai, kongres tersebut juga memilih enam orang anggota Politbiro. Mereka adalah: Sutan Syahrir, Djohan Syahroezah, Soebadio Sastrosatomo, L.M. Sitorus, Sugondo Djojopuspito, dan T.A. Murad.[18] Beberapa bulan kemudian, pada bulan Mei 1952, PSI mengadakan Konferensi Dewan Partai untuk menyusun program kerja nasional.[19]

Susunan Fraksi PSI di DPR-Konstituante hasil Pemilu 1955 yang beranggotakan 15 orang (lima kursi di DPR, sepuluh kursi di Konstituante) adalah Soebadio Sastrosatomo, Hamid Algadri, Lukman Wiriadinata, Andi Zaenal Abidin, Basri, Nyonya Sunaryati Sukemi, Tan Boen An, Mohamad Nuh, Djuir Mohammad, Sumartojo, Tan Po Goan, Nyonya Suwarni Pringgodigdo, Mayor Polak, Nyonya Susilowati Rikerk, dan Djohan Syahroezah.[20] Sama halnya dengan partai-partai lain yang memiliki berbagai organisasi sayap partai dalam berbagai golongan, PSI juga memiliki beberapa organisasi sayap/onderbouw yang berafiliasi dengan partai berlambang bintang ini. Di kalangan mahasiswa ada Gerakan Mahasiswa Sosialis dipimpin oleh Hersubeno dan Sudjono Jali, dan kemudian diganti Maruli Silitonga dan Hakim Simamora. Salah satu tokoh Gerakan Mahasiswa Sosialis yang terkenal adalah alumni Sejarah Fakultas Sastra UI Jakarta, Soe Hok Gie. Sayap pemuda PSI bernama Gerakan Pemuda Sosialis, dipimpin oleh Suwandi Citut dan Gatot Kusumohadi. Sedangkan sayap wanita PSI bernama Gerakan Wanita Sosialis (GWS), dipimpin oleh Siti Wahjunah, istri Sutan Syahrir. Dia adalah kakak Soedjatmoko  dan Prof. Miriam Budiardjo.[21] Minarsih Wiranatakusumah dan Ny. K. Tauchid (Istri Moch. Tauchid) merupakan tokoh dari organisasi perempuan PSI tersebut.[22] Sebelum berdirinya GWS,  PSI mengandalkan kontak politik yang erat dengan organisasi wanita lain, Isteri-Sedar . Namun setelah pemilihan 1955 , PSI merasa bahwa Isteri-Sedar telah gagal memobilisasi pemilih perempuan untuk partai ini dan oleh karena itu partai memutuskan untuk membentuk sayap perempuannya sendiri yakni GWS.[23] Sedangkan untuk sayap buruh, partai membentuk Kongres Buruh Seluruh Indonesia (KBSI) dan membentuk sayap tani bernama Gerakan Tani Indonesia (GTI). Semua organisasi sayap partai ini didirikan sepanjang bulan Mei 1953 hingga September 1955.[24] Pada kongres kedua di Jakarta pada bulan Juni 1955, terpilih 50 orang anggota Dewan Pimpinan Partai PSI, salah satunya adalah Koeswari.

Parlemen

 
Sutan Syahrir tengah berkampanye untuk Pemilu 1955 di Bali. Juga terlihat lambang partai yang digunakan untuk Pemilu 1955 di mimbar.

Setelah pembubaran Republik Indonesia Serikat (RIS) dan kembali ke bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia, pada tahun 1950 partai ini memiliki 17 kursi (7,3% kursi parlemen) dari 232 kursi di Dewan Perwakilan Rakyat Sementara (DPRS).[25] Pada Pemilihan Umum 1955 PSI berada pada peringkat delapan dengan hanya memenangkan 2% suara dengan memperoleh lima kursi (1,9% kursi parlemen) di DPR[26][27][28] Sedangkan untuk pemilihan anggota Konstituante (lembaga yang dibentuk untuk menyusun konstitusi pengganti UUDS 1950) yang diikuti 35 peserta dari partai dan perorangan/independen pada 15 Desember 1955, PSI hanya memperoleh sepuluh kursi (1,84% kursi parlemen) dari 514 kursi Konstituante.

PSI mengadakan kongres partai pertamanya di Bandung pada tahun 1952. Hanya tiga bulan sebelum pemilihan umum, PSI menggelar kongres kedua di Jakarta, tepatnya pada bulan Juni 1955.[29] Kongres yang di kemudian hari disebut Syahrir dalam sebuah artikel sebagai ajang tamasya dan pesta bagi para peserta.[30] Dalam kongres pertama di tahun 1952 tersebut, PSI hanya memiliki 3.049 anggota tetap dan 14.480 calon anggota. Ketika kongres kedua pada Juni 1955, anggota PSI bertambah menjadi 50.000 orang.[31]

Pembubaran

Pada tahun 1950-an, PSI melalui salah seorang anggotanya, Soemitro Djojohadikusumo, memberi penekanan pada program pembangunan daerah, industri kecil, dan koperasi. Akan tetapi, karena Soemitro mendukung PRRI, PSI dianggap turut serta melawan pemerintah.[27] Pada bulan Agustus 1960, PSI bersama Masyumi dibubarkan oleh Presiden Soekarno atas pertimbangan Mahkamah Agung melalui Penetapan Presiden No. 7/1960.

Referensi

  1. ^ "Kongsi Kaum Soska-Soski". historia.id. Diakses tanggal 2017-09-05. 
  2. ^ Rudolf., Mrázek, (1994). Sjahrir : politics and exile in Indonesia. Ithaca, N.Y.: Southeast Asia Program, Cornell University. ISBN 0877277133. OCLC 30490125.  hlm. 286-287
  3. ^ Kahin, George McTurnan (1952). Nationalism and Revolution in Indonesia (dalam bahasa Inggris). SEAP Publications. ISBN 9780877277347.  hlm. 158
  4. ^ Kahin, George McTurnan (1952). Nationalism and Revolution in Indonesia (dalam bahasa Inggris). SEAP Publications. ISBN 9780877277347.  hlm. 171
  5. ^ "Nasib Suram Partai Gurem dalam Sejarah Politik Tanah Air". tirto.id. Diakses tanggal 2017-09-05. 
  6. ^ Herbert., Feith, (2007). The decline of constitutional democracy in Indonesia (edisi ke-1st Equinox ed). Jakarta: Equinox Pub. ISBN 9793780452. OCLC 86173008.  hlm. 129-130
  7. ^ Toer, Pramoedya Ananta; Toer, Koesalah Soebagyo; Kamil, Ediati (1999). Kronik revolusi Indonesia: 1948. Kepustakaan Populer Gramedia. ISBN 9789799023889.  hlm. 20
  8. ^ Ensiklopedi Umum. Kanisius. 1973. ISBN 9789794135228.  hlm. 800
  9. ^ Indonesia, Heyder Affan Wartawan BBC. "Ideologi politik keturunan Arab: Islamis, sosialis hingga komunis". BBC Indonesia. Diakses tanggal 2017-09-08. 
  10. ^ "Supeno – Pahlawan Center". pahlawancenter.com (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2017-09-06. 
  11. ^ Toer, Pramoedya Ananta; Toer, Koesalah Soebagyo; Kamil, Ediati (1999). Kronik revolusi Indonesia: 1948. Kepustakaan Populer Gramedia. ISBN 9789799023889.  hlm. 20
  12. ^ "Gerakan Wanita Sosialis". Wikipedia (dalam bahasa Inggris). 2017-07-18. 
  13. ^ Kahin, George McTurnan (1952). Nationalism and Revolution in Indonesia (dalam bahasa Inggris). SEAP Publications. ISBN 9780877277347.  hlm. 468
  14. ^ Ricklefs, M.C. 2008, Sejarah Indonesia Modern 1200-2008, Jakarta: PT. Serambi Ilmu Semesta, hlm.499
  15. ^ http://historia.id/historiografis/habitat-orang-kita-di-atas-panggung-politik
  16. ^ Mrázek, Rudolf (1994). Sjahrir: Politics and Exile in Indonesia (dalam bahasa Inggris). SEAP Publications. ISBN 9780877277132.  hlm. 285
  17. ^ Ia adalah tokoh asal Tiakar, Payakumbuh, yang sejak masa pergerakan nasional aktif terlibat sebagai tokoh pemuda pergerakan serta aktivis PNI-Pendidikan/PNI-Baru-nya Hatta bersama Chatib Sulaiman, Djoeir Muhammad, Djalil Jahja, dan Harun Junus. Pernah juga menjadi Ketua PNI-Pendidikan/PNI-Baru untuk Sumatera Barat tahun 1932. Ketika pembentukan Partai Rakyat Sosialis (PARAS, nama baru PNI-Pendidikan) di Cirebon tanggal 19 November 1945, yang juga pertemuan beberapa kader PNI-Pendidikan untuk sepakat mendukung Kabinet Sjahrir-Amir, ia menjadi perwakilan dari Sumatera. lihat Mrázek, Rudolf (1994). Sjahrir: Politics and Exile in Indonesia. SEAP Publications. ISBN 9780877277132. hlm. 285, juga lihat Zed, Mestika dkk. 1998. Sumatera Barat di Panggung Sejarah: 1945-1995, Jakarta: Sinar Harapan, hlm. 21 dan 34
  18. ^ "Prisma Jurnal". www.prismajurnal.com. Diakses tanggal 2017-09-08.  Tulisan ini ditulis oleh Imam Yudotomo, anak dari tokoh PSI, dan juga aktivis sayap tani PSI, GTI; Moch. Tauchid
  19. ^ Ensiklopedi Umum. Kanisius. 1973. ISBN 9789794135228.  hlm. 800
  20. ^ Untuk melihat daftar 45 anggota Dewan PSI serta susunan Sekretariat Dewan Partai, lihat "PARTAI SOSIALIS INDONESIA". enosocialist.blogspot.co.id. Diakses tanggal 2017-09-08. 
  21. ^ "Prisma Jurnal". www.prismajurnal.com. Diakses tanggal 2017-09-08. 
  22. ^ Historia No. 18 Tahun II 2014, hlm. 48-52
  23. ^ Wijono. The General Elections in Indonesia and the Partai Sosialis Indonesia, in Socialist Asia, Vol IV, November 1955/February 1956, Nos. 3-4. hlm. 16-17
  24. ^ "Habitat Orang Kita di Atas Panggung Politik". historia.id. Diakses tanggal 2017-09-08. 
  25. ^ Ricklefs, M.C. 2008, Sejarah Indonesia Modern 1200-2008, Jakarta: PT. Serambi Ilmu Semesta, hlm. 503
  26. ^ Ricklefs, M.C. 2008, Sejarah Indonesia Modern 1200-2008, Jakarta: PT. Serambi Ilmu Semesta, hlm. 520
  27. ^ a b Robert Cribb, Audrey Kahin Historical Dictionary of Indonesia, Metuchen, N.J.: Scarecrow Press, 1992
  28. ^ Alfian. 1975, Hasil Pemilihan Umum untuk Dewan Perwakilan Rakyat, Jakarta: LEKNAS LIPI, hlm. 9
  29. ^ Wijono. The General Elections in Indonesia and the Partai Sosialis Indonesia, in Socialist Asia, Vol IV, November 1955/February 1956, Nos. 3-4. hlm. 13
  30. ^ Sjahrir. Kepustakaan Populer Gramedia. 2010. ISBN 9789799102683.  hlm 110
  31. ^ Tim Buku TEMPO. 2010, Sjahrir: Peran Besar Bung Kecil, Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia (KPG), hlm. 53

Lihat Pula