Persamaan Schrödinger
Dalam mekanika kuantum, persamaan Schrödinger adalah persamaan matematika yang menjelaskan perubahan tiap waktu dari sebuah sistem fisika dimana efek kuantum, seperti dualitas gelombang-partikel, menjadi signifikan. Persamaan ini merupakan perumusan matematis untuk mempelajari sistem mekanika kuantum. Persamaan ini diajukan oleh fisikawan Erwin Schrödinger pada tahun 1925 dan mempublikasikannya pada tahun 1926. Erwin Schrödinger sendiri memperoleh Hadiah Nobel Fisika pada tahun 1933 berkat karyanya ini.[1][2] Persamaan ini berbentuk persamaan diferensial dengan tipe persamaan gelombang, yang digunakan sebagai model matematika dari pergerakan gelombang.
Dalam mekanika klasik, hukum kedua Newton (F = ma) digunakan untuk membuat prediksi matematika dimana jalur sebuah sistem akan mengikuti sejumlah kondisi awal yang diketahui. Dalam mekanika kuantum, analogi dari hukum Newton adalah persamaan Schrödinger untuk sistem kuantum (biasanya atom, molekul, dan partikel subatomik yang bebas, terikat, maupun terlokalisasi). Persamaan ini bukan persamaan aljabar, melainkan secara umum adalah persamaan diferensial parsial linear, menjelaskan perubahan waktu dari fungsi gelombang sistem (juga disebut "fungsi keadaan").[3]
Konsep fungsi gelombang adalah dasar bagi postulat mekanika kuantum. Menggunakan postulat ini, persamaan Schrödinger dapat diturunkan berdasarkan fakta bahwa operator perubahan waktu haruslah kesatuan dan oleh karena itu harus dihasilkan oleh eksponensial dari sebuah operator self-adjoint, dimana itu adalah Hamiltonian kuantum.
Dalam interpretasi Kopenhagen mekanika kuantum, fungsi gelombang adalah penjelasan paling lengkap untuk berbagai sistem fisik. Penyelesaian persamaan Schrödinger tidak hanya dapat menjelaskan sistem molekular, atomik, dan subatomik, tapi juga sistem makroskopik, mungkin juga seluruh alam semesta.[4] Persamaan Schrödinger adalah rumusan inti bagi semua aplikasi mekanika kuantum termasuk teori medan kuantum yang menggabungkan relativitas khusus dengan mekanika kuantum. Teori gravitasi kuantum, seperti teori dawai, juga dapat diselesaikan dengan persamaan Schrödinger.
Persamaan Schrödinger bukanlah satu-satunya cara untuk mempelajari sistem mekanika kuantum dan membuat prediksi, karena formulasi mekanika kuantum lainnya seperti mekanika matriks yang dikenalkan oleh Werner Heisenberg, dan formulasi integral lintasan, dikembangkan oleh Richard Feynman. Paul Dirac menggabungkan mekanika matriks dan persamaan Schrödinger menjadi satu formulasi tunggal.
Dengan menggunakan notasi bra-ket Dirac, definisi persamaan Schrödinger adalah:
adalah bilangan imaginer, adalah waktu, ∂ / ∂ adalah turunan parsial terhadap , ħ adalah konstanta Planck dibagi 2π, ψ() adalah fungsi gelombang, dan H() adalah Hamiltonian.
Persamaan
Persamaan bergantung-waktu
Bentuk persamaan Schrödinger tergantung dari kondisi fisiknya (lihat dibawah untuk contoh-contoh khusus). Bentuk paling umumnya adalah persamaan tergantung-waktu yang menjelaskan sebuah sistem berkembang dengan waktu:[5]
Persamaan Schrödinger tergantung-waktu (umum)
dengan i adalah satuan imajiner, ħ adalah konstanta Planck tereduksi yang sama dengan : , lambang ∂∂t menunjukkan turunan parsial terhadap waktu t, Ψ (huruf Yunani psi) adalah fungsi gelombang sistem kuantum, r dan t adalah posisi vektor dan waktu, dan Ĥ adalah operator Hamiltonian (yang mengkarakterisasi total energi sistem).
Contoh paling umum adalah persamaan nonrelativistik untuk partikel tunggal yang bergerak dalam sebuah medan listrik (bukan medan magnet; lihat Persamaan Pauli):[6]
Persamaan Schrödinger tergantung waktu dalam basis posisi
(partikel nonrelativistik tunggal)
dimana μ adalah "massa tereduksi" partikel, V energi potensial, ∇2 adalah Laplasian (operator diferensial), dan Ψ adalah fungsi gelombang (lebih tepatnya dalam konteks ini adalah "fungsi gelombang ruang-posisi"). Dalam bahasa sederhana, persamaan ini berarti "total energi sama dengan energi kinetik ditambah energi potensial", namun dengan bentuk yang tidak umum.
Given the particular differential operators involved, this is a linear persamaan diferensial parsial. It is also a diffusion equation, but unlike the heat equation, this one is also a wave equation given the imaginary unit present in the transient term.
The term "Schrödinger equation" can refer to both the general equation, or the specific nonrelativistic version. The general equation is indeed quite general, used throughout quantum mechanics, for everything from the Dirac equation to quantum field theory, by plugging in diverse expressions for the Hamiltonian. The specific nonrelativistic version is a strictly classical approximation to reality and yields accurate results in many situations, but only to a certain extent (see relativistic quantum mechanics and relativistic quantum field theory).
To apply the Schrödinger equation, the Hamiltonian operator is set up for the system, accounting for the kinetic and potential energy of the particles constituting the system, then inserted into the Schrödinger equation. Hasil persamaan diferensial parsial The resulting partial differential equation is solved for the wave function, which contains information about the system.
Persamaan tak tergantung-waktu
The time-dependent Schrödinger equation described above predicts that wave functions can form standing waves, called stationary states (also called "orbitals", as in atomic orbitals or molecular orbitals). These states are particularly important as their individual study later simplifies the task of solving the time-dependent Schrödinger equation for any state. Stationary states can also be described by a simpler form of the Schrödinger equation, the time-independent Schrödinger equation (TISE).
Persamaan Schrödinger tak tergantung-waktu (umum)
where E is a constant equal to the total energy of the system. This is only used when the Hamiltonian itself is not dependent on time explicitly. However, even in this case the total wave function still has a time dependency.
In words, the equation states:
- When the Hamiltonian operator acts on a certain wave function Ψ, and the result is proportional to the same wave function Ψ, then Ψ is a stationary state, and the proportionality constant, E, is the energy of the state Ψ.
In linear algebra terminology, this equation is an eigenvalue equation and in this sense the wave function is an eigenfunction of the Hamiltonian operator.
As before, the most common manifestation is the nonrelativistic Schrödinger equation for a single particle moving in an electric field (but not a magnetic field):
Persamaan Schrödinger tak tergantung-waktu (partikel tunggal nonrelativistik)
with definitions as above.
The time-independent Schrödinger equation is discussed further below.
Referensi
- ^ "Physicist Erwin Schrödinger's Google doodle marks quantum mechanics work". The Guardian. 13 August 2013. Diakses tanggal 25 August 2013.
- ^ Schrödinger, E. (1926). "An Undulatory Theory of the Mechanics of Atoms and Molecules" (PDF). Physical Review. 28 (6): 1049–1070. Bibcode:1926PhRv...28.1049S. doi:10.1103/PhysRev.28.1049. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 17 December 2008.
- ^ Griffiths, David J. (2004), Introduction to Quantum Mechanics (2nd ed.), Prentice Hall, ISBN 0-13-111892-7
- ^ Laloe, Franck (2012), Do We Really Understand Quantum Mechanics, Cambridge University Press, ISBN 978-1-107-02501-1
- ^ Shankar, R. (1994). Principles of Quantum Mechanics (edisi ke-2nd). Kluwer Academic/Plenum Publishers. ISBN 978-0-306-44790-7.
- ^ "Schrodinger equation". hyperphysics.phy-astr.gsu.edu.
Pranala luar
- (Inggris) Linear Schrödinger Equation at EqWorld: The World of Mathematical Equations.
- (Inggris) Nonlinear Schrödinger Equation at EqWorld: The World of Mathematical Equations.
- (Inggris) The Schrödinger Equation in One Dimension.
- (Inggris) All about 3D schrodinger Equation
- (Inggris) Dispersive PDE Wiki.