Anyakrawati
Raden Mas Jolang (lahir: Kotagede, ? - wafat: Krapyak, 1613) adalah raja kedua Kesultanan Mataram yang memerintah tahun 1601-1613 bergelar Susuhunan Adi Prabu Hanyakrawati Senapati ing Alaga Mataram. Karena meninggal di Hutan Krapyak, ia pun mendapat gelar anumerta Panembahan Seda ing Krapyak.
Silsilah
Mas Jolang adalah putra Panembahan Senopati raja pertama Kesultanan Mataram yang lahir dari Ratu Mas Waskitajawi, putri Ki Ageng Panjawi penguasa Pati.
Ketika menjabat sebagai Adipati Anom, Mas Jolang menikah dengan Ratu Tulungayu putri Ponorogo, namun tidak juga dikaruniai anak. Padahal ia terlanjur berjanji jika kelak dirinya menjadi raja, kedudukan Adipati Anom akan diwariskan kepada putra yang dilahirkan Ratu Tulungayu.
Mas Jolang kemudian menikah lagi dengan Dyah Banowati putri Pangeran Benawa raja Pajang. Dyah Banowati kemudian bergelar Ratu Mas Hadi, melahirkan Mas Rangsang dan Ratu Pandansari (kelak menjadi istri Pangeran Pekik).
Empat tahun setelah Mas Jolang naik takhta, barulah Ratu Tulungayu melahirkan putra bernama Mas Wuryah alias Adipati Martopuro.
Peran Awal
Mas Jolang pernah dikirim ayahnya untuk menghadapi pemberontakan pamannya, yaitu Adipati Pragola dari Pati tahun 1600.
Pemberontakan itu dipicu oleh perkawinan Panembahan Senopati dengan Retno Dumilah putri Madiun sebagai permaisuri kedua. Adipati Pragola marah karena khawatir kedudukan kakaknya (Ratu Mas Waskitajawi) terancam. Ia pun memberontak menyatakan Pati lepas dari Mataram.
Panembahan Senopati menugasi Mas Jolang memadamkan pemberontakan Adipati Pragola. Namun ia tidak mampu mengalahkan kesaktian pamannya itu. Mas Jolang pun jatuh pingsan oleh luka-lukanya dan dibawa pasukannya mundur.
Pemberontakan Adipati Pragola Pati ini akhirnya ditumpas langsung oleh Panembahan Senopati sendiri.
Pemberontakan Sesama Saudara
Pengangkatan Mas Jolang sebagai Prabu Hanyokrowati membuat kakaknya (lain ibu) yang bernama Pangeran Puger merasa iri. Hanyokrowati yang menyadari hal itu segera mengangkat Pangeran Puger sebagai adipati Demak.
Meskipun demikian, Pangeran Puger tetap saja memberontak tahun 1602, menolak mengakui kedaulatan adiknya. Perang antara Demak dan Mataram meletus. Akhirnya pada tahun 1605 Pangeran Puger dapat ditangkap dan dibuang ke Kudus.
Pemberontakan selanjutnya terjadi tahun 1607 dilakukan oleh Pangeran Jayaraga (alias Raden Mas Barthotot), adik Hanyokrowati yang menjadi bupati Ponorogo. Pemberontakan ini dipadamkan oleh adik yang lain, yaitu Pangeran Pringgalaya (alias Raden Mas Julik putra Retno Dumilah). Jayaraga tertangkap dan dibuang ke Masjid Watu di Nusakambangan.
Menyerang Surabaya
Pada tahun 1610 Hanyokrowati melanjutkan usaha ayahnya, yaitu menaklukkan Surabaya musuh terkuat Mataram. Serangan-serangan yang dilakukannya sampai akhir pemerintahannya tahun 1613 hanya mampu memperlemah perekonomian Surabaya namun tidak mampu menjatuhkan kota itu.
Serangan tahun 1613 sempat menyebabkan pos-pos VOC di Gresik dan Jortan ikut terbakar. Sebagai permintaan maaf, Hanyokrowati mengizinkan VOC mendirikan pos dagang baru di Jepara. Ia juga mencoba menjalin hubungan dengan markas besar VOC di Ambon.
Kematian Prabu Hanyokrowati
Prabu Hanyokrowati meninggal dunia tahun 1613 karena kecelakaan sewaktu berburu kijang di Hutan Krapyak. Oleh karena itu, ia pun terkenal dengan gelar anumerta Panembahan Seda ing Krapyak.
Putra yang ditunjuk sebagai raja selanjutnya adalah Mas Rangsang. Namun karena pernah berjanji pada istri pertama (Ratu Tulungayu), maka Mas Wuryah lebih dahulu dijadikan raja bergelar Adipati Martopuro selama satu hari.
Kepustakaan
- Babad Tanah Jawi, Mulai dari Nabi Adam Sampai Tahun 1647. (terj.). 2007. Yogyakarta: Narasi
- H.J.de Graaf dan T.H. Pigeaud. 2001. Kerajaan Islam Pertama di Jawa. Terj. Jakarta: Pustaka Utama Grafiti
- M.C. Ricklefs. 1991. Sejarah Indonesia Modern (terj.). Yogyakarta: Gadjah Mada University Press
- Moedjianto. 1987. Konsep Kekuasaan Jawa: Penerapannya oleh Raja-raja Mataram. Yogyakarta: Kanisius
- Purwadi. 2007. Sejarah Raja-Raja Jawa. Yogyakarta: Media Ilmu
Didahului oleh Panembahan Senopati |
Raja Mataram Islam (1601-1613) |
Dilanjutkan: Adipati Martopuro |