Gunung Merapi
Gunung Merapi (ketinggian puncak 2.930 mdpl, per 2010) (Hanacaraka: ꦒꦸꦤꦸꦁꦩꦼꦫꦥꦶ) adalah gunung berapi di bagian tengah Pulau Jawa dan merupakan salah satu gunung api teraktif di Indonesia. Lereng sisi selatan berada dalam administrasi Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, dan sisanya berada dalam wilayah Provinsi Jawa Tengah, yaitu Kabupaten Magelang di sisi barat, Kabupaten Boyolali di sisi utara dan timur, serta Kabupaten Klaten di sisi tenggara. Kawasan hutan di sekitar puncaknya menjadi kawasan Taman Nasional Gunung Merapi sejak tahun 2004.
Gunung Kembar Janda ea budjank.. | |
---|---|
Jawa: ꦒꦸꦤꦸꦁꦩꦼꦫꦥꦶ | |
Titik tertinggi | |
Ketinggian | 2.968 m (9.738 ft) |
Puncak | 1.356 m (4.449 ft) |
Isolasi | 85 km (53 mi) |
Puncak induk | Puncak Anyar |
Penamaan | |
Nama terjemahan | gunung berapi (Jawa Kuno) |
Geografi | |
Letak | (Jawa Tengah) Kabupaten Sleman (Daerah Istimewa Yogyakarta) |
Geologi | |
Usia batuan | 400.000 tahun |
Jenis gunung | Gunung berapi kerucut |
Sabuk vulkanik | Cincin Api Pasifik |
Letusan terakhir | 1 Juni 2018 (erupsi freatik) |
Pendakian | |
Rute termudah | New Selo |
Rute normal |
|
Gunung ini sangat berbahaya karena menurut catatan modern mengalami erupsi setiap dua sampai lima tahun sekali dan dikelilingi oleh permukiman yang sangat padat. Sejak tahun 1548, gunung ini sudah meletus sebanyak 68 kali.[butuh rujukan] Kota Magelang dan Kota Yogyakarta adalah kota besar terdekat, berjarak kurang dari 30 km dari puncaknya. Di lerengnya masih terdapat permukiman sampai ketinggian 1700 m dan hanya berjarak empat kilometer dari puncak. Oleh karena tingkat kepentingannya ini, Merapi menjadi salah satu dari enam belas gunung api dunia yang termasuk dalam proyek Gunung Api Dekade Ini (Decade Volcanoes).[1]
Geologi
Nama "Merapi" berasal dari penyingkatan "meru" (= gunung) dan "api", sehingga nama "merapi" sebenarnya sudah berarti "gunung api".
Gunung ini adalah gunung termuda dalam rangkaian gunung berapi yang mengarah ke selatan dari Gunung Ungaran, Gunung Merbabu, dan Gunung Merapi. Gunung ini terbentuk karena aktivitas di zona subduksi Lempeng Indo-Australia yang bergerak ke bawah Lempeng Eurasia menyebabkan munculnya aktivitas vulkanik di sepanjang bagian tengah Pulau Jawa. Puncak yang sekarang ini tidak ditumbuhi vegetasi karena aktivitas vulkanik yang tinggi. Puncak ini tumbuh di sisi barat daya puncak Batulawang yang lebih tua.[2]
Proses pembentukan Gunung Merapi telah dipelajari dan dipublikasi sejak 1989 dan seterusnya.[3] Berthomier, seorang sarjana Prancis, membagi perkembangan Merapi dalam empat tahap.[4] Tahap pertama adalah Pra-Merapi (sampai 400.000 tahun yang lalu), yaitu Gunung Bibi yang bagiannya masih dapat dilihat di sisi timur puncak Merapi. Tahap Merapi Tua terjadi ketika Merapi mulai terbentuk namun belum berbentuk kerucut (60.000 - 8000 tahun lalu). Sisa-sisa tahap ini adalah Bukit Turgo dan Bukit Plawangan di bagian selatan, yang terbentuk dari lava basaltik. Selanjutnya adalah Merapi Pertengahan (8000 - 2000 tahun lalu), ditandai dengan terbentuknya puncak-puncak tinggi, seperti Bukit Gajahmungkur dan Batulawang, yang tersusun dari lava andesit. Proses pembentukan pada masa ini ditandai dengan aliran lava, breksiasi lava, dan awan panas. Aktivitas Merapi telah bersifat letusan efusif (lelehan) dan eksplosif. Diperkirakan juga terjadi letusan eksplosif dengan runtuhan material ke arah barat yang meninggalkan morfologi tapal kuda dengan panjang 7 km, lebar 1–2 km dengan beberapa bukit di lereng barat. Kawah Pasarbubar (atau Pasarbubrah) diperkirakan terbentuk pada masa ini. Puncak Merapi yang sekarang, Puncak Anyar, baru mulai terbentuk sekitar 2000 tahun yang lalu. Dalam perkembangannya, diketahui terjadi beberapa kali letusan eksplosif dengan VEI 4 berdasarkan pengamatan lapisan tefra.
Karakteristik letusan sejak 1953 adalah desakan lava ke puncak kawah disertai dengan keruntuhan kubah lava secara periodik dan pembentukan awan panas (nuée ardente) yang dapat meluncur di lereng gunung atau vertikal ke atas. Letusan tipe Merapi ini secara umum tidak mengeluarkan suara ledakan tetapi desisan. Kubah puncak yang ada sampai 2010 adalah hasil proses yang berlangsung sejak letusan gas 1969.[2]
Pakar geologi pada tahun 2006 mendeteksi adanya ruang raksasa di bawah Merapi berisi material seperti lumpur yang "secara signifikan menghambat gelombang getaran gempa bumi". Para ilmuwan memperkirakan material itu adalah magma.[5] Kantung magma ini merupakan bagian dari formasi yang terbentuk akibat menghunjamnya Lempeng Indo-Australia ke bawah Lempeng Eurasia[6].
Letusan-letusan kecil terjadi tiap 2-3 tahun, dan yang lebih besar sekitar 10-15 tahun sekali. Letusan-letusan Merapi yang dampaknya besar tercatat pada tahun 1006 (dugaan), 1786, 1822, 1872, dan 1930. Letusan pada tahun 1006 membuat seluruh bagian tengah Pulau Jawa diselubungi abu, berdasarkan pengamatan timbunan debu vulkanik.[7] Ahli geologi Belanda, van Bemmelen, berteori bahwa letusan tersebutlah yang menyebabkan pusat Kerajaan Medang (Mataram Kuno) harus berpindah ke Jawa Timur. Letusan pada tahun 1872 dianggap sebagai letusan terkuat dalam catatan era modern geologi dengan skala VEI mencapai 3 sampai 4. Letusan besar terbaru, 2010, diperkirakan juga memiliki kekuatan yang mendekati atau sama. Letusan tahun 1930, yang menghancurkan tiga belas desa dan menewaskan 1400 orang, merupakan letusan dengan catatan korban terbesar hingga sekarang.[butuh rujukan]
Letusan bulan November 1994 menyebabkan luncuran awan panas ke bawah hingga menjangkau beberapa desa dan memakan korban 60 jiwa manusia.
Letusan 19 Juli 1998 cukup besar namun mengarah ke atas sehingga tidak memakan korban jiwa.
Pada tahun 2001 sampai 2003 tercatat aktivitas tinggi yang berlangsung terus-menerus.
Pada tahun 2006 Gunung Merapi kembali beraktivitas tinggi dan sempat menelan dua nyawa sukarelawan di kawasan Kaliadem karena terkena terjangan awan panas meskipun keduanya berlindung di dalam bunker bawah tanah.
Semua catatan ini membentuk apa yang disebut sebagai letusan "tipe Merapi", yaitu aktivitas tinggi yang cukup lama disertai dengan hembusan awan panas (diistilahkan sebagai wedhus gèmbèl (bahasa Jawa untuk domba) berulang-ulang yang biasanya ke arah bawah, sehingga membahayakan warga di lereng gunung tersebut.
Rangkaian letusan pada bulan Oktober dan November 2010 dievaluasi sebagai yang terbesar sejak letusan 1872[8] dan memakan korban nyawa 273 orang (per 17 November 2010)[9], meskipun telah diberlakukan pengamatan yang intensif dan manajemen pengungsian yang cukup tertata. Letusan 2010 juga teramati sebagai penyimpangan dari letusan "tipe Merapi" karena bersifat eksplosif disertai suara ledakan dan gemuruh yang terdengar hingga jarak 20–30 km.
Karena potensi bahayanya, gunung ini dimonitor tanpa jeda oleh Pusat Pengamatan Gunung Merapi di Kota Yogyakarta menggunakan berbagai instrumen geofisika telemetri yang sensornya ditempatkan di sekitar puncak gunung, dibantu enam (hingga 2019) pos pengamatan visual dan pencatat kegempaan (Pengamatan Gunung Merapi, PGM):
- Ngepos (sisi barat daya; Kec. Srumbung, Magelang)
- Babadan (sisi barat laut; Desa Krinjing, Dukun, Magelang)
- Jrakah (sisi utara–barat laut; Desa Jrakah, Selo, Boyolali)
- Selo (sisi utara; Desa Selo, Kecamatan Selo, Boyolali)
- Kaliurang (sisi selatan; Desa Hargobinangun, Pakem, Sleman)
- Plawangan (sisi selatan).
Sisi timur gunung ini tidak diamati karena dianggap relatif aman akibat adanya punggungan puncak Bibi yang terbentuk di era pra-Merapi.
Erupsi 2006
Di bulan April dan Mei 2006, mulai muncul tanda-tanda bahwa Merapi akan meletus kembali, ditandai dengan gempa-gempa dan deformasi. Pemerintah daerah Jawa Tengah dan DI Yogyakarta sudah mempersiapkan upaya-upaya evakuasi. Instruksi juga sudah dikeluarkan oleh kedua pemda tersebut agar penduduk yang tinggal di dekat Merapi segera mengungsi ke tempat-tempat yang telah disediakan.
Pada tanggal 15 Mei 2006 akhirnya Merapi meletus. Lalu pada 4 Juni, dilaporkan bahwa aktivitas Gunung Merapi telah melampaui status awas. Kepala BPPTK Daerah Istimewa Yogyakarta, Ratdomo Purbo menjelaskan bahwa sekitar 2-4 Juni volume lava di kubah Merapi sudah mencapai 4 juta meter kubik - artinya lava telah memenuhi seluruh kapasitas kubah Merapi sehingga tambahan semburan lava terbaru akan langsung keluar dari kubah Merapi.
Tanggal 1 Juni, Hujan abu vulkanik dari luncuran awan panas Gunung Merapi yang lebat, tiga hari belakangan ini terjadi di Kota Magelang dan Kabupaten Magelang, Jawa Tengah. Muntilan sekitar 14 kilometer dari Puncak Merapi, paling merasakan hujan abu ini.[10]
Tanggal 8 Juni, Gunung Merapi pada pukul 09.03 WIB meletus dengan semburan awan panas yang membuat ribuan warga di wilayah lereng Gunung Merapi panik dan berusaha melarikan diri ke tempat aman. Hari ini tercatat dua letusan Merapi, letusan kedua terjadi sekitar pukul 09.40 WIB. Semburan awan panas sejauh 5 km lebih mengarah ke hulu Kali Gendol (lereng selatan) dan menghanguskan sebagian kawasan hutan di utara Kaliadem di wilayah Kabupaten Sleman.[11]
Erupsi 2010
Merapi tak pernah ingkar janji.
Surono, 26 Oktober 2010, dari Mira Widjaja: Merpati Tak Pernah Ingkar Janji[12]
Peningkatan status dari "normal aktif" menjadi "waspada" pada tanggal 20 September 2010 direkomendasi oleh Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kegunungapian (BPPTK) Yogyakarta. Setelah sekitar satu bulan, pada tanggal 21 Oktober status berubah menjadi "siaga" sejak pukul 18.00 WIB. Pada tingkat ini kegiatan pengungsian sudah harus dipersiapkan. Karena aktivitas yang semakin meningkat, ditunjukkan dengan tingginya frekuensi gempa multifase dan gempa vulkanik, sejak pukul 06.00 WIB tangggal 25 Oktober BPPTK Yogyakarta merekomendasi peningkatan status Gunung Merapi menjadi "awas" dan semua penghuni wilayah dalam radius 10 km dari puncak harus dievakuasi dan diungsikan ke wilayah aman.
Erupsi pertama terjadi sekitar pukul 17.02 WIB tanggal 26 Oktober. Sedikitnya terjadi hingga tiga kali letusan. Letusan menyemburkan material vulkanik setinggi kurang lebih 1,5 km dan disertai keluarnya awan panas yang menerjang Kaliadem, Desa Kepuharjo, Kecamatan Cangkringan, Sleman.[13] dan menelan korban 43 orang, ditambah seorang bayi dari Magelang yang tewas karena gangguan pernapasan.
Sejak saat itu mulai terjadi muntahan awan panas secara tidak teratur. Mulai 28 Oktober, Gunung Merapi memuntahkan lava pijar yang muncul hampir bersamaan dengan keluarnya awan panas pada pukul 19.54 WIB.[14] Selanjutnya mulai teramati titik api diam di puncak pada tanggal 1 November, menandai fase baru bahwa magma telah mencapai lubang kawah.
Namun, berbeda dari karakter Merapi biasanya, bukannya terjadi pembentukan kubah lava baru, malah yang terjadi adalah peningkatan aktivitas semburan lava dan awan panas sejak 3 November. Erupsi eksplosif berupa letusan besar diawali pada pagi hari Kamis, 4 November 2010, menghasilkan kolom awan setinggi 4 km dan semburan awan panas ke berbagai arah di kaki Merapi. Selanjutnya, sejak sekitar pukul tiga siang hari terjadi letusan yang tidak henti-hentinya hingga malam hari dan mencapai puncaknya pada dini hari Jumat 5 November 2010. Menjelang tengah malam, radius bahaya untuk semua tempat diperbesar menjadi 20 km dari puncak. Rangkaian letusan ini serta suara gemuruh terdengar hingga Kota Yogyakarta (jarak sekitar 27 km dari puncak), Kota Magelang, dan pusat Kabupaten Wonosobo (jarak 50 km). Hujan kerikil dan pasir mencapai Kota Yogyakarta bagian utara, sedangkan hujan abu vulkanik pekat melanda hingga Purwokerto dan Cilacap. Pada siang harinya, debu vulkanik diketahui telah mencapai Tasikmalaya, Bandung,[15] dan Bogor.[16]
Bahaya sekunder berupa aliran lahar dingin juga mengancam kawasan lebih rendah setelah pada tanggal 4 November terjadi hujan deras di sekitar puncak Merapi. Pada tanggal 5 November Kali Code di kawasan Kota Yogyakarta dinyatakan berstatus "awas" (red alert).[17][butuh rujukan]
Letusan kuat 5 November diikuti oleh aktivitas tinggi selama sekitar seminggu, sebelum kemudian terjadi sedikit penurunan aktivitas, namun status keamanan tetap "Awas". Pada tanggal 15 November 2010 batas radius bahaya untuk Kabupaten Magelang dikurangi menjadi 15 km dan untuk dua kabupaten Jawa Tengah lainnya menjadi 10 km. Hanya bagi Kab. Sleman yang masih tetap diberlakukan radius bahaya 20 km.[18]
Erupsi 2018
Aktivitas vulkanik kembali ditunjukan gunung ini pada Jumat, 11 Mei 2018, pukul 07.30 WIB. Meski berstatus normal, Gunung Merapi mengeluarkan suara gemuruh disertai asap membumbung tinggi[19]. Letusan yang memunculkan asap setinggi hingga 5.500 meter ke udara tersebut diketahui merupakan letusan freatik. Saat terjadi letusan, sebagian pendaki masih berada di areal Pasar Bubrah. Tak ada laporan pendaki yang meninggal dunia maupun luka-luka. Kawasan Pasar Bubrah adalah tempat para pendaki Merapi biasa menginap dan memasang tenda. Hujan abu tipis jatuh di wilayah lereng barat.
Aktivitas Merapi terus meningkat hingga pada tanggal 21 Mei 2018, pukul 23.00 WIB status Merapi dinaikkan dari normal aktif menjadi waspada[20]. Pada Kamis, 24 Mei 2018 Merapi kembali erupsi dengan memuntahkan asap setinggi 6.000 meter. Hujan abu mengguyur wilayah barat gunung yaitu Kabupaten Magelang bahkan sampi ke Kabupaten Kebumen yang berjarak lebih dari 40 kilometer[21].
Gunung Merapi kembali meletus Jumat, 1 Juni 2018 pada pukul 08.20 WIB dengan durasi 2 menit. Menurut BPPTKG, kolom letusan gunung Merapi sekitar 6.000 meter dari puncak, atau sekitar 8.968 meter di atas permukaan laut arah barat laut dan teramati dari Pos Pengamatan Jrakah. Letusan tersebut menyebabkan hujan abu di Pos Pengamatan Gunung Merapi Jrakah dan Selo. Bahkan laporan hujan abu hingga ke Salatiga dan Kabupaten Semarang[22]. Masyarakat diimbau tetap tenang dan waspada atas hujan abu dan selalu mengenakan alat pelindung diri (APD), seperti kacamata, jaket, dan masker saat berada di luar rumah.[23]
Vegetasi
Gunung Merapi di bagian puncak tidak pernah ditumbuhi vegetasi karena aktivitas yang tinggi. Jenis tumbuhan di bagian teratas bertipe alpina khas pegunungan Jawa, seperti Rhododendron dan edelweis jawa. Agak ke bawah terdapat hutan bambu dan tetumbuhan pegunungan tropika. Hutan hujan tropis pegunungan di lereng selatan Merapi merupakan tempat salah satu forma anggrek endemik Vanda tricolor 'Merapi' yang langka[24].
Lereng Merapi sisi barat daya, khususnya di bawah 1.000 m, merupakan tempat asal dua kultivar salak unggul nasional, yaitu salak 'Pondoh' dan 'Nglumut'.
Rute pendakian
Gunung Merapi merupakan objek pendakian yang populer. karena gunung ini merupakan gunung yang sangat mempesona. Jalur pendakian yang paling umum dan dekat adalah melalui sisi utara dari Sélo, Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah, tepatnya di Desa Plalangan, Selo, Boyolali, Desa ini terletak di antara Gunung Merapi dan Gunung Merbabu. Pendakian melalui Selo memakan waktu sekitar 4-5 jam hingga ke puncak.
Jalur populer lain adalah melalui Kaliurang, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, Yogyakarta di sisi selatan. Jalur ini lebih terjal dan memakan waktu sekitar 6-7 jam hingga ke puncak. Jalur alternatif yang lain adalah melalui sisi barat laut, dimulai dari Sawangan, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah dan melalui sisi tenggara, dari arah Deles, Kecamatan Kemalang, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah.
Lihat pula
Galeri
'Foto-foto setelah erupsi 2006
-
Merapi dari arah Ketep, Magelang.
-
Dari arah Jrakah, Boyolali.
-
Dari arah Selo, Boyolali. Tampak puncak Batulawang (puncak Merapi tua) di sebelah kiri.
-
Dari arah depan
Dokumentasi Tropenmuseum
Foto-foto lain
Referensi
- ^ Laman Decade Volcanoes
- ^ a b DESCRIPTION:Indonesia Volcanoes and Volcanics. Laman USGeological Survey.
- ^ Sejarah Merapi menurut Badan Geologi
- ^ Berthommier, P., 1990. Etude volcanologique du Merapi (Centre-Java): Te´phrostratigraphic et Chronologie—produits eruptifs. PhD thesis, Universite´ Blaise Pascal, 216 pp.
- ^ Axel Bojanowski. Riesige Magmamenge. Geologen warnen vor Mega-Eruption des Merapi. Spiegel Online edisi 05 November 2010.
- ^ Diagram pola pembentukan ruang magma hipotetik di bawah Merapi
- ^ "A history of Merapi". Diakses tanggal 2007-02-20.
- ^ Laporan aktivitas Gn Merapi tanggal 5 November 2010 pukul 00:00 sampai dengan pukul 06:00 WIB. Jumat, 05 November 2010 08:05
- ^ Laporan situasi dari BPNB per 17 November 2010
- ^ [1]
- ^ [2] [3]
- ^ "Merapi Tak Pernah Ingkar Janji". detikcom. 2 November 2010. Diakses tanggal 23 April 2019.
- ^ [4]
- ^ [5]
- ^ Ismoko Widjaya. Abu Merapi di Bandung Berbahaya. vivanews.com. Jum'at, 5 November 2010, 20:45 WIB
- ^ Rachmadin Ismail. Hujan Abu Merapi Sampai Lido Bogor. detikNews. Jumat, 05/11/2010 19:29 WIB
- ^ Kali Code Kritis, Warga Diperintahkan Menyingkir. Tempointeraktif.com Jum'at, 05 November 2010 | 18:23 WIB
- ^ Fajar Pratama. BNPB: Jumlah Korban Tewas Merapi 275 Orang. detikNews. Edisi Kamis, 18/11/2010.
- ^ Merapi Bergemuruh dan Keluarkan Asap Putih Tinggi Pagi Ini
- ^ Status Gunung Merapi Dinaikkan Jadi Waspada
- ^ Hujan Abu Vulkanik Merapi Sampai ke Kebumen dan Purworejo
- ^ Hujan Abu Gunung Merapi Guyur Perbatasan Kabupaten Semarang
- ^ "Gunung Merapi Meletus, Masyarakat Diminta Waspadai Hujan Abu". Kompas. 1 Juni 2018. Diakses tanggal 1 Juni 2018.
- ^ Metusala D. Melirik Konservasi Anggrek Vanda tricolor di Merapi. Dirilis 20 Juli 2006. Diakses 9 Agustus 2015.
Pranala luar
Gambar pada pranala luar | |
---|---|
Klik pranala guna melihat gambar | |
(Inggris) Gambar satelit letusan 11 Mei 2006 | |
(Inggris) Galeri Letusan Merapi 2010 |
- (Indonesia) Peta gunung merapi Peta Merapi disertai keterangan desa dan dusun serta radius zona aman; 5 km, 10 km, 15 km dan 20 km.
- (Indonesia) Informasi gunung di situs web Direktorat Vulkanologi Indonesia
- (Indonesia) Jaringan Informasi Lingkar Merapi (JALIN Merapi)
- (Indonesia) Informasi gunung Merapi
- (Inggris) Film tahun 2010 letusan
- (Inggris) Informasi gunung di situs Institut Smithsonian
- (Inggris) Informasi dan gambar
- (Inggris) Informasi dan gambar
- (Indonesia) Merapi dalam bingkai pariwisata