Wali Sanga

Pendakwah Islam di Nusantara pada Abad 15 dan 16

Walisongo atau walisanga dikenal sebagai penyebar agama Islam di tanah Jawa pada abad ke-17. Ada beberapa pendapat mengenai arti Walisongo. Pertama adalah wali yang sembilan, yang menandakan jumlah wali yang ada sembilan, atau sanga dalam bahasa Jawa. Pendapat lain menyebutkan bahwa kata songo/sanga berasal dari kata tsana yang dalam bahasa Arab berarti mulia. Pendapat lainnya lagi menyebut kata sana berasal dari bahasa Jawa, yang berarti tempat.

Pendapat lain yang mengatakan bahwa Walisanga ini adalah sebuah dewan yang didirikan oleh Raden Rahmat (Sunan Ampel) pada tahun 1474. Saat itu dewan Walisanga beranggotakan Raden Hasan (Pangeran Bintara), Makhdum Ibrahim (Sunan Bonang, putra pertama dari Sunan Ampel), Qosim (Sunan Drajad, putra kedua dari Sunan Ampel), Usman Haji (Pangeran Ngudung, ayah dari Sunan Kudus), Raden Ainul Yaqin (Sunan Giri, putra dari Maulana Ishak), Syekh Suta Maharaja, Raden Hamzah (Pangeran Tumapel) dan Raden Mahmud.

Mereka tinggal di pantai utara, di tiga wilayah penting. Yakni Surabaya-Gresik-Lamongan di Jawa Timur, Demak-Kudus-Muria di Jawa Tengah, serta Cirebon di Jawa Barat. Mereka adalah para intelektual yang menjadi pembaharu masyarakat pada masanya. Mereka mengenalkan berbagai bentuk peradaban baru: mulai dari kesehatan, bercocok tanam, niaga, kebudayaan, kesenian dan kemasyarakatan hingga pemerintahan.

Silsilah Walisongo

Para Walisongo tidak hidup pada saat yang persis bersamaan. Namun satu sama lain mempunyai keterkaitan erat, bila tidak dalam ikatan darah juga karena pernikahan atau dalam hubungan guru-murid.

Maulana Malik Ibrahim adalah yang tertua. Sunan Ampel bernama asli Raden Rahmat putra Syekh Ibrahim Akbar, Muballigh yang bertugas dakwah di Champa (Delta Sungai Mekong, Kampuchea yang sampai sekarang masih ada perkampungan Muslim).

Syekh Ibrahim Akbar adalah putra Syekh Jamaluddin Akbar yang juga banyak disebut sebagai Syekh Mawlana Akbar dari Gujarat. Syekh Jamaluddin Akbar putra Ahmad Jalal Syah putra Abdullah Khan putra Abdul Malik putra Alwi putra Syekh Muhammad Shahib Mirbath Ulama besar Hadramawt di abad 12.

Sunan Gunung Jati putra Syarif Abdullah putra Nurul Alam putra Syekh Jamaluddin Akbar. Di titik ini (Syekh Jamaluddin Akbar Gujarat) bertemu garis nasab Sunan Ampel dan Sunan Gunung Jati. Sunan Bonang dan Sunan Drajat adalah putra Sunan Ampel. Maulana Malik Ibrahim yang paling senior diantara Walisongo hingga sekarang belum diketahui silsilahnya kecuali disebut datang dari Maghribi. Sunan Giri adalah putra Syekh Mawlana Ishaq yang nampaknya adalah kerabat Syekh Mawlana Akbar karena hubungan pernikahan. Sunan Kudus adalah putra Sunan Ngudung putra Raden Usman Haji yang juga belum bisa dilacak silsilahnya.

Pada dasarnya ada beberapa Tokoh di abad 14-15 yang dianggap pelopor penyebaran Islam di tanah Jawa. Yang pertama adalah Syekh Jamaluddin Akbar dari Gujarat yang lebih sering disebut Syekh Mawlana Akbar oleh kaum Sufi di tanah air. Dari beliaulah tampaknya sebagian besar Walisongo berasal seperti yang telah disebut diatas.

Di dalam Muqqadimah kitab Tarjamah Risalatul Muawanah (Thoriqoh Menuju Kebahagiaan), Muhammad Al-Baqir penulis asal Bandung setelah memasukkan beragam catatan kaki dari riwayat-riwayat lama tentang kedatangan para Muballigh Arab ke Asia Tenggara, berkesimpulan bahwa Syekh Mawlana Akbar sempat mengunjungi Nusantara dan wafat di Wajo, Makasar satu hal yang belum dapat dikonfirmasi sumber sejarah lain. Sementara riwayat turun-temurun kaum Sufi di Jawa Barat menyebutkan Syekh Mawlana Akbar wafat dan dimakamkan di Cirebon, satu klaim yang juga belum bisa diperkuat sumber sejarah lain.

Yang bisa dipastikan adalah tiga orang putra beliau meneruskan dakwah di Asia Tenggara hingga Nusantara yaitu Ibrahim Akbar (ayahanda Sunan Ampel) bermarkas di Campa, Ali Nuralam Akbar (kakek Sunan Gunung Jati) bermarkas di Pasai dan Zainal Alam Barakat.

Selain keluarga Syekh Mawlana Akbar Gujarat, ada lagi Syekh Quro, Muballigh asal Mekah bernama asli Hasanuddin yang bermarkas di Karawang makamnya ada di Pulo Bata, Rawamerta (arah utara dari kota Karawang). Syekh Quro ini kemudian menjadi sangat terkenal karena menjadi Guru bagi Nyai Subang Larang di masa gadisnya. Nyai Subang Larang yang terkenal karena kehalusan budi dan kecantikannya kemudian dinikahi Raden Manahrasa dari dinasti Siliwangi yang kemudian hari setelah menjadi Raja mendapat gelar Sri Baduga Maharaja.

Kemudian datanglah Syekh Datuk Kahfi, Muballigh asal Baghdad memilih markas di Pelabuhan Muara Jati (kota Cirebon sekarang). Beliau bernama asli Idhafi Mahdi. Makam beliau ada di Gunung Jati satu komplek dengan makam Sunan Gunung Jati. Majelis pengajian beliau menjadi sangat terkenal karena didatangi Nyai Rara Santang dan Kiyan Santang (Pangeran Cakrabuwana) yang merupakan putra-putri Nyai Subang Larang dari pernikahan dengan Raja Pajajaran dari dinasti Siliwangi. Di tempat pengajian inilah tampaknya Nyai Rara Santang bertemu (dipertemukan) dengan Syarif Abdullah cucu Syekh Mawlana Akbar Gujarat. Yang setelah mereka menikah, lahirlah Raden Syarif Hidayatullah kemudian hari dikenal sebagai Sunan Gunung Jati.

Kurang lebih sama dengan kedatangan Syekh Datuk Kahfi, di Jepara mendaratlah seorang Muballigh Parsi yang riwayat turun temurun bagi orang Sunda dan Jawa dipanggil Syekh Khaliqul Idrus. Setelah kami mengadakan penelitian bertahun-tahun, beliau adalah Syekh Abdul Khaliq dengan laqob Al-Idrus putra Syekh Muhammad Al-Alsiy yang wafat di Isfahan, Parsi. Syekh Khaliqul Idrus di Jepara menikahi salah seorang cucu Syekh Mawlana Akbar yang kemudian melahirkan Raden Muhammad Yunus. Raden Muhammad Yunus kemudian menikahi salah seorang Putri Majapahit hingga mendapat gelar Wong Agung Jepara. Pernikahan Raden Muhammad Yunus dengan Putri Majapahit di Jepara ini kemudian melahirkan Raden Abdul Qadir yang dikemudian hari menjadi menantu Raden Patah, dengan gelar Adipati Bin Yunus yang masyarakat lebih mudah memnggil dengan Pati Unus yang setelah gugur di Malaka 1521, dipanggil dengan sebutan Pangeran Sabrang Lor.

Bagaimana keterusan silsilah mereka ? Penelitian kami baru bisa menyimpulkan silsilah Syekh Mawlana Akbar dan Syek Khaliqul Idrus.

Silsilah Syekh Mawlana Akbar Gujarat yang bernama asli Jamaluddin Akbar ini putra Ahmad Jalal Syah putra Abdullah Khan putra Abdul Malik putra Alwi putra Syekh Muhammad Shahib Mirbath seorang Ulama besar Hadramawt, Yaman.

Sementara silsilah Syekh Khaliqul Idrus yang bernama asli Abdul Khaliq Al-Idrus adalah putra Muhammad Al Alsiy putra Abdul Muhyi Al Khoyri putra Muhammad Akbar Al Ansari putra Abdul Wahhab putra Yusuf Al Mukhrowi putra Muhammad Al Faqih Al Muqaddam seorang Ulama sangat terkenal di abad 13 di Hadramawt, Yaman yang merupakan putra Ali putra Muhammad Shahib Mirbath.

Di titik Muhammad Shahib Mirbath bertemulah silsilah Syekh Mawlana Akbar Gujarat (yang merupakan kakek-buyut bagi sebagian besar Walisongo dan cikal bakal Keraton Cirebon-Banten dan leluhur bagi para Kyai pesantren di seluruh pesisir Pulau Jawa) dengan silsilah Syekh Khaliqul Idrus (kakek buyut Pangeran Sabrang Lor dan cikal bakal beberapa dinasti di Jawa Barat seperti dinasti Muhammad Wangsa (Bogor), dinasti Kusumahdinata (Sumedang) dan dinasti Wiradadaha (Tasikmalaya)). Lihat tulisan kami dalam artikel Pangeran Sabrang Lor.

Syekh Muhammad Shahib Mirbath seorang Ulama besar di Hadramawt Yaman di abad 12M adalah putra Ali putra Alwi putra Muhammad putra Alwi putra Ubaidillah putra Ahmad Al Muhajir putra Isa Al Rumi putra Muhammad An Naqib putra Ali Uraidhi putra Imam Jafar Shadiq putra Imam Muhammad Al Baqir putra Imam Ali Zaynal Abidin putra Sayyidina Husayn putra Sayyidina Ali Karromallohu Wajhah dari pernikahan dengan Sayyidah Fatimah Az Zahra putri kesayangan Nabi Muhammad SAW.

Era Walisongo adalah era berakhirnya dominasi Hindu-Budha dalam budaya Nusantara untuk digantikan dengan kebudayaan Islam. Mereka adalah simbol penyebaran Islam di Indonesia, khususnya di Jawa. Tentu banyak tokoh lain yang juga berperan. Namun peranan mereka yang sangat besar dalam mendirikan Kerajaan Islam di Jawa, juga pengaruhnya terhadap kebudayaan masyarakat secara luas serta dakwah secara langsung, membuat para Walisongo ini lebih banyak disebut dibanding yang lain.

Nama-nama Walisanga yang terkenal

Tercatat ada 9 nama yang dikenal orang sebagai anggota walisanga:

Sumber Tertulis Tentang Walisanga

Ada beberapa sumber tertulis tentang walisanga ini, antara lain Serat Walisanga karya Ranggawarsita pada abad ke-19, Kitab Walisana karya Sunan Giri II yang merupakan anak dari Sunan Giri dan juga diceritakan cukup banyak dalam Babad Tanah Jawi.