Nusakambangan
Nusakambangan adalah sebuah pulau di Jawa Tengah yang lebih dikenal sebagai tempat terletaknya beberapa Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) berkeamanan tinggi di Indonesia. Secara Geografis, pulau ini masuk dalam wilayah administratif Kabupaten Cilacap dan tercatat dalam daftar pulau terluar Indonesia.
Geografi | |
---|---|
Lokasi | Asia Tenggara |
Koordinat | 7°45′S 108°55′E / 7.750°S 108.917°E |
Luas | 121 km2 |
Pemerintahan | |
Negara | Indonesia |
Provinsi | Jawa Tengah |
Kabupaten | Cilacap |
Kependudukan | |
Penduduk | ~3.000 jiwa |
Sejarah
Pulau itu dinyatakan terlarang pada tahun 1905 oleh Belanda. Pulau ini dijadikan pulau penjara pada masa pemerintahan Belanda. Pemerintah kolonial membangun penjara di pulau itu untuk para penjahat.
Penjara di Nusa Kambangan dibuka pada pertengahan 1920-an oleh penguasa kolonial Belanda di Indonesia. [1]
Penggunaannya sebagai pulau penjara berlanjut setelah kemerdekaan. Selama pemerintahan mantan Presiden Suharto, ratusan pembangkang politik dipenjarakan di pulau itu. Sebagian besar tahanan politik, anggota Partai Komunis Indonesia yang dilarang atau simpatisan. Para tahanan ini tidak pernah diadili, dan banyak dari mereka meninggal karena kelaparan atau sakit.
Pada tahun 1996, pulau ini dibuka untuk umum sebagai tujuan wisata. Pulau ini juga terlibat dalam penanganan pengungsi. Sekitar 140 pengungsi Afganistan ditahan di pulau itu setelah perahu mereka, yang sedang dalam perjalanan menuju Pulau Christmas, Australia, tenggelam di laut lepas pada 17 Agustus 2001. Namun, lebih dari 90 pengungsi ini kemudian melarikan diri pada 19 September 2001, berlayar dengan perahu nelayan kecil dan diyakini menuju Australia.
Pulau ini terkena dampak gempa bumi dan tsunami Pangandaran 2006, ketika gempa bawah laut berkekuatan 7,7 terjadi di lepas pantai Jawa Barat. Sedikitnya 11 penduduk desa hilang dan 8 orang tewas dalam tsunami berikutnya, dua di antaranya adalah tahanan di salah satu penjara Permisan. Setidaknya lima belas narapidana di Nusa Kambangan juga hilang.
Demografi
Populasi pulau adalah 3.000, tidak termasuk narapidana dan staf penjara; sebagian besar penduduknya adalah orang Jawa, tetapi suku aslinya disebut suku Pejagan.[2]
Pekerjaan utama mereka adalah nelayan dan sebagian bekerja di perkebunan karet dan jati. Namun, kegiatan penebangan liar yang sebagian besar dilakukan oleh pihak luar mengancam lingkungan pulau.
Untuk fasilitas umum, Nusakambangan sudah tersedia pembangkit listrik dan air. Sinyal tower juga telah disediakan oleh Telkomsel.[3]
Lokasi
Untuk mencapai pulau ini orang harus menyeberang dengan kapal feri dari pelabuhan khusus yang dikelola oleh Kementerian Hukum dan HAM yaitu dari Pelabuhan Sodong menyebrang ke Cilacap, Jawa Tengah selama kurang-lebih lima menit dan bersandar di Pelabuhan feri Wijayapura di Cilacap. Feri penyeberangan khusus ini juga diawaki oleh petugas pemasyarakatan (pegawai Lapas), khusus untuk kepentingan transportasi pemindahan narapidana dan juga melayani kebutuhan tranportasi pegawai Lapas beserta keluarganya.
Pulau Nusakambangan berstatus sebagai cagar alam, merupakan habitat bagi pohon-pohon langka, tetapi banyak yang telah ditebang secara liar. Saat ini yang tersisa kebanyakan adalah tumbuhan perdu, nipah, dan belukar. Kayu plahlar (Dipterocarpus litoralis) yang hanya dapat ditemukan di pulau ini banyak dicuri karena setelah dikeringkan, mempunyai kualitas yang setara dengan kayu meranti dari Kalimantan.
Secara tradisional, penerus dinasti Kesultanan Mataram sering melakukan ritual di pulau ini dan menjadikannya sebagai "hutan ritual". Di bagian barat pulau, di sebuah gua yang terletak di areal hutan bakau, ada semacam prasasti peninggalan zaman VOC[butuh rujukan]. Di ujung timur, di atas bukit karang, berdiri mercu suar Cimiring dan benteng kecil peninggalan Portugis. Berbagai macam tumbuhan khas ritual budaya Jawa ditanam di sini. Nusakambangan tercatat sebagai pertahanan terakhir dari tumbuhan wijayakusuma yang sejati. Dari sinilah nama pulau ini berasal: Nusakambangan, yang berarti "pulau bunga-bungaan".
Penjara di Nusakambangan
Istilah "Penjara Nusakambangan" adalah sebuah kerancuan dalam pengertian khalayak ramai. Karena secara fakta tidak satu pun nama penjara yang ada di sini yang bernama demikian.
Semula terdapat sembilan Lapas di Nusakambangan (untuk narapidana dan tahanan politik), tetapi kini yang masih beroperasi hanya tinggal empat, yaitu Lapas Batu (dibangun 1925), Lapas Besi (dibangun 1929), Lapas Kembang Kuning (tahun 1950), dan Lapas Permisan (tertua, dibangun 1908). Lima lainnya, yaitu Nirbaya, Karang Tengah, Limus Buntu, Karang Anyar, dan Gleger, telah ditutup. Wilayah selatan pulau menghadap langsung ke Samudra Hindia dengan pantai berkarang dan berombak besar. Wilayah utara menghadap Kota Cilacap dan dikelilingi kampung-kampung nelayan sepanjang hutan bakau, antara lain Kampung Laut dan Jojog.
Pelabuhan feri utama yang ada di Nusakambangan adalah Pelabuhan Sodong, khusus untuk kepentingan transportasi keluarga dan pegawai serta narapidana.
Narapidana penting
- Amrozi, Mukhlas, dan Imam Samudra terpidana mati kasus Bom Bali
- Abu Bakar Ba’asyir, terpidana Bom Bali II, sekarang bebas murni
- Andrew Chan dan Myuran Sukumaran, anggota Bali Nine (kasus penyelundupan narkoba) yang dieksekusi mati di Nusakambangan dari Lapas Kerobokan
- Bob Hasan, terpidana kasus penyalahgunaan dana reboisasi Kementerian Kehutanan
- Johny Indo, terpidana kasus perampokan era 1970-an
- Kusni Kasdut, terpidana kasus perampokan
- John Kei, terpidana pembunuhan pengusaha Tan Hari Tantono
- Umar Patek, terpidana Bom Bali I
- Tommy Soeharto, terpidana otak pembunuhan Hakim Agung Syafiuddin Kartasasmita
- Pramoedya Ananta Toer, sastrawan, dituding berkaitan dengan PKI
Pranala luar
- (Indonesia) "Mencari Makna Kemerdekaan Manusia dari Nusakambangan", Sinar Harapan
- (Indonesia) "Penebangan Liar di Pulau Nusakambangan Marak" Diarsipkan 2007-03-13 di Wayback Machine., KOMPAS, 16 Januari 2006
- (Indonesia) "Kementerian Hukum dan HAM Republik Indonesia, Kantor Wilayah Jawa Tengah"
- (Jawa) Sastra Jawa: Serat Centhini yang mengisahkan sejarah Mataram, khususnya suatu sejarah tempat -- yang dilihat dari Ujung Alang, Gunung Ciwiring oleh Mas Cebolang dan para santrinya dan Ajar Naradhi -- bernama Pulo Bandhung dengan mitologi Kresna yang melabuhkan bunga Wijayakusuma yang selanjutnya menjadi sebuah pulau -- sesuai dengan gambaran posisinya dan kisahnya di dalam teks tersebut, kemungkinan tempat tersebut sekarang dikenal sebagai pulau Nusakambangan-- [1] Diarsipkan 2017-03-31 di Wayback Machine..