Imam Samudera

Teroris Asal Indonesia
(Dialihkan dari Imam Samudra)

Imam Samudera (bahasa Arab: الإمام سامودرة, translit. al-Imām Sāmūdirah, 14 Januari 1970 – 9 November 2008) juga dikenal sebagai Abdul Aziz,[3] Qudama/Kudama, Fatih/Fat, Abu Umar atau Heri,[4] adalah seorang teroris terpidana mati karena perannya dalam Bom Malam Natal 2000 dan Bom Bali 2002.[1] Dia dieksekusi bersama dengan Huda bin Abdul Haq (dikenal sebagai Mukhlas) dan Amrozi bin Nurhasyim (dikenal sebagai Amrozi) setelah ditangkap pasca Bom Bali.[2] Abdul Aziz merupakan anak ke-8 dari sebelas bersaudara. Ayahnya, Sihabuddin, dan ibunya, Embay Badriani, bercerai sewaktu Abdul Aziz masih anak-anak.

Imam Samudra
Imam Samudra
LahirAbdul Aziz
(1970-01-14)14 Januari 1970
Serang, Jawa Barat (sekarang Banten), Indonesia
Meninggal9 November 2008(2008-11-09) (umur 38)
Nusakambangan, Jawa Tengah, Indonesia
Sebab meninggalDieksekusi regu tembak
KebangsaanIndonesia
Nama lain
  • Abdul Aziz
  • Qudama
  • Fatih
  • Abu Umar
  • Heri
Dikenal atasPengeboman Malam Natal Indonesia 2000 dan Bom Bali 2002
Hukuman kriminalMati
Status kriminalDieksekusi
Kesetiaan
AlasanMelakukan aksi terorisme
Rekan
Perincian
Tanggal12 Oktober 2002 (2002-10-12)
23:05 CIT (UTC+08:00)
LokasiBali, Indonesia
TargetDua klub malam dengan pengunjung turis, kantor Konsuler AS
Tewas202
Luka209
SenjataBom bunuh diri, bom mobil, dan bom ikat pinggang menggunakan kalium klorat
Ditangkap
21 November 2002 (2002-11-21)
Catatan

Masa kecil dan tinggal di Afghanistan dan Malaysia

sunting

Masa kecilnya dilalui dengan hidup sederhana. Keluarganya adalah orang taat beragama. Sang ibu adalah perias pengantin yang kadang-kadang berjualan kue jika sedang sepi order atau menjahit baju muslim serta membuka warung kelontong di rumahnya. Aziz tumbuh sebagai anak yang super bergaul dan banyak teman. Ketika diasuh kakaknya, Aziz kecil bukan anak yang pemberani alias sangat cengeng. Dia gampang sekali menangis dan akan susah dihentikan meski dia sudah digendong. Kakaknya, Ny Aliyah, menuturkan, meski hidup dalam kesederhanaan, Aziz berotak encer. Di kalangan teman sekampungnya, dia dikenal sebagai anak pintar. Sekolahnya selalu peringkat satu. Dia menonjol dalam pelajaran IPA dan Kerajinan Tangan. Tapi, Aziz tidak terlalu pintar dalam pelajaran Matematika. Menurut Lulu Jamaludin, adik Aziz ke-10, Aziz tidak pernah berkelahi dan tidak suka kekerasan.

Berperang di Afganistan

sunting

Setelah lulus dari Madrasah Aliyah Negeri, dengan uang dari hasil menjual perhiasan ibunya tahun 1990 Aziz pergi ke Malaysia untuk transit menuju Pakistan dengan tujuan akhir Afganistan. Di sana dia mengikuti kegiatan bersama tim yang beranggota tujuh orang. "Kegiatannya untuk melawan pasukan asing," tutur Kapolri Da'i Bachtiar (waktu itu) dalam jumpa pers. Di Afganistan Aziz sempat tinggal selama 2,5 tahun. Lalu diperkirakan pada 1992 dia kembali ke Malaysia dan bermukim selama 6,5 tahun di Johor. Kontak hubungan dengan keluarga sempat terputus beberapa tahun. Tapi, pada tahun 1998 keluarga Aziz kemudian sempat mengenalinya kembali. Pada saat itu Aziz menjalani bisnis jual-beli kurma. Aziz berdagang dengan memasok dua kontainer kurma via Jakarta kemudian diedarkan kepada pedagang di beberapa kota, termasuk dipasarkan ke Serang. Kiprah pedagang kurma itu, namanya tiba-tiba melambung tinggi ketika terjadi banyak peristiwa pengeboman.

Belajar merakit bom

sunting

Selama di Malaysia maupun di Afghanistan, Samudera belajar mengenai jihad dan menggunakan senjata api, merangkai bom, serta menggunakan ranjau. Di Malaysia, dia menjalani kehidupan normal dengan berdagang baju dan usaha kecil. Dia juga mengikuti pengajian dan selalu mencari informasi dari internet, terutama informasi soal jihad dan juga berita soal ketidakadilan. Dia juga bertukar informasi dengan orang-orang melalui internet yang disebut sebagai pemimpinnya. Dia ingin berjihad ke Indonesia dengan cara dia sendiri. Dan itu dibuktikannya dengan kembali ke Indonesia tahun 2000, dan berniat meledakkan bom di Indonesia dengan cara yang sudah diajarkan oleh Dr. Azahari dan Noordin M. Top padanya. Untuk melaksanakan niatnya, di Indonesia dia melakukan pengamatan selama satu bulan. Observasi dilakukan di Jakarta dan Batam. Bahkan untuk lebih memuluskan aksinya, pada akhir tahun 2000 dia tinggal di Batam.

Memakai nama Imam Samudera

sunting

Pada malam Natal 2000 Aziz melakukan pengeboman gereja di Batam. Nama Imam Samudera muncul pertama kali dari beberapa tersangka yang berhasil diciduk sejak peledakan bom di malam Natal tahun 2000 serta peledakan Plaza Atrium Senen Jakarta tahun 2001. Kelak setelah berhasil ditangkap, dia juga mengaku bertanggung jawab atas pengeboman gereja Santa Anna dan HKBP di Jakarta. Sedangkan pada gereja lainnya Aziz tidak mengakui, namun dia menyebutkan mungkin kelompok lainnya. Setelah melakukan pengeboman tersebut, Samudera alias Abdul Aziz pergi ke Malaysia dan bertemu dengan mentornya, Dr. Azahari dan Noordin M. Top. Menurut Embay, pada Lebaran 2000 Imam sempat kembali. Tapi setelah itu, dia menghilang bersama istri dan ketiga anaknya. Pada tahun 2002 kembali lagi ke Indonesia. Kemudian terlibat dalam pengeboman Bali. Dalam kasus peledakan bom Bali, Amrozi sang tersangka peledakan dan juga rekan satu tim Imam Samudera juga menyebut nama dia sebagai aktor intelektual. Amrozi mengaku dirinya dipertemukan dengan Imam Samudera pada 6 Oktober 2001 di Bali. Baik Amrozi, Umar Al Faruq maupun sejumlah tersangka lainnya dan saksi-saksi semua mengarah kepada Imam Samudera.

Nama Alias

sunting

Bukan hanya di Indonesia nama Abdul Aziz alias Imam Samudera dikenal sejak tahun 2000. Tapi juga di Malaysia. Di negara jiran ini, dia dikenal sebagai salah satu pendiri Jamaah Islamiyah (JI) bersama dengan Abdullah Sungkar dan Abu Bakar Ba'asyir seperti yang diungkap Menko Polkam (waktu itu) Susilo Bambang Yudhoyono. Di berbagai media massa, Imam Samudera mempunyai banyak nama alias. Ada yang menyebut Imam Samudera dengan Kudama. Ada juga Qudamah, ada pula yang menulis Hudama. Bahkan, dalam dokumen pengakuan Umar Al Faruq kepada aparat Polri, Imam Samudera disebut sebagai Abu Omar. Kepolisian Diraja Malaysia pun menyebut Imam Samudera merupakan target operasi untuk segera ditangkap, karena berbagai aktivitas yang meresahkan. Di Indonesia sendiri, Imam Samudera ditetapkan Polda Metro Jaya sebagai salah satu tokoh pelaku teror di Indonesia. Nama Imam Samudera disandingkan dengan Hambali alias Encep Nurjaman, yang juga diburu dalam kasus peledakan bom selama ini, baik bom di malam Natal maupun bom lainnya.

Konseptor

sunting

Keterlibatan Imam Samudera juga diungkap Dani, pelaku peledakan bom di Plaza Atrium Senen. Samudera disebut bertanggung jawab dan memimpin pengeboman yang dilakukan oleh Dani. Atas aksi ini, Dani diberi imbalan oleh Samudera sebesar RM 10.000. Dani yang kini telah divonis penjara seumur hidup oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, menyebut Samudera sebagai konseptor, sekaligus pemasok bom dalam peledakan itu. Di mata Abbas alias Edi Setiono, tersangka peledakan Atrium lainnya, Samudera dikenal sebagai seorang insinyur, lancar dalam bahasa Inggris dan Arab. Sempat lama tinggal di Malaysia dan beristrikan orang Malaysia serta tinggal sekitar dua bulan di rumah kontrakan. Dalam beberapa pemberitaan media asing, Imam Samudera disebut sebagai agen Al Qaeda di Asia Tenggara.

Referensi

sunting
  1. ^ a b "The 12 October 2002 Bali bombing plot". BBC News Asia. BBC. 11 October 2012. Diakses tanggal 20 January 2015. 
  2. ^ a b "Timeline: Bali bomb trials". BBC News. 8 November 2008. Diakses tanggal 20 January 2015. 
  3. ^ a b "The Bali bomb 'commander'". BBC News. 8 November 2008. Diakses tanggal 20 January 2015. 
  4. ^ a b "Imam Samudra profile". CNN. Diarsipkan dari versi asli tanggal 11 October 2003. Diakses tanggal 8 November 2008.