Redenominasi
Redenominasi adalah pemotongan nilai mata uang akan merugikan rakyat ". Hal ini sudah terjadi tahun 1960 dimana harga barang tetap Dan nilai uang menurun. Banyak rakyat akan menderita bila terjadi redominasi. Membawa uang dalam jumlah besar Dan kecil nolnya akan sama saja berbahaya bila tidak dilakukan pengamanan. Kegagàlan pemerintah masa lalu membuat inflasi tidak terkontrol, sehingga nilai uang berkurang dan terus dibiarkan oleh Bank Indonesia. Bank Indonesia gagal melakukan pengawasan mata uang , terbukti dengan terus mencetak mata uang dengan nominal yang lebih besar. Secara keseluruhan redominasi adalah sama dengan sanering.
Redenominasi di Indonesia
Berdasarkan Penetapan Presiden nomor 27 tahun 1965, pada tanggal 13 Desember 1965, Indonesia pernah melakukan redenominasi. Hal itu dilakukan dengan cara menerbitkan pecahan dengan desain baru Rp 1 dengan nilai atau daya beli setara dengan Rp 1.000. Tujuannya dilakukan redenominasi adalah untuk mewujudkan kesatuan moneter bagi seluruh wilayah Indonesia.[1]
Pengaruh terhadap catatan keuangan
Ketika terjadi redenominasi, data keuangan yang dipengaruhi oleh perubahan tersebut harus disesuaikan. Contohnya, produk domestik bruto (PDB) Bank Sentral Nikaragua yang didokumentasikan dengan baik.[2]
Redenominasi rupiah
Pemerintah berencana melakukan redenominasi rupiah karena inflasi yang cukup rendah.[3] Rencana redenominasi rupiah sempat meramaikan Indonesia sejak beberapa tahun terakhir.[4] Redenominasi merupakan langkah yang diambil dalam rangka menciptakan sistem pembayaran yang efisien, cepat, aman, dan handal, sehingga Bank Indonesia melakukan hal ini. Redenominasi rupiah menentukan salah satu kewenangan Bank Indonesia dalam rangka mengatur dan menjaga keselarasan sistem pembayaran di Indonesia. Redenominasi sebenarnya sudah diterapkan di sejumlah rumah makan dan penjual pulsa telepon seluler. Hal itu terbukti dengan harga yang tidak lagi menggunakan banyak angka nol, tapi sudah menggunakan harga tanpa tiga nol di belakangnya.[5]
Berikut ini alasan redenominasi rupiah.
- Uang pecahan Indonesia yang terbesar saat ini adalah Rp100.000 yang merupakan pecahan terbesar kedua di dunia setelah mata uang Dong Vietnam yang pernah mencetak 500.000 dong. Namun tidak memperhitungkan negara Zimbabwe yang pernah mencetak 100 triliun dolar Zimbabwe dalam 1 lembar mata uang.
- Munculnya keresahan atas status rupiah yang terlalu rendah dibandingkan mata uang lainnya, misalnya terhadap dolar, euro, dan uang global lainnya, bukan dalam hal substansi, melainkan identitas karena kekuatan mata uang Indonesia relatif stabil, cadangan devisa juga aman, inflasi terjaga (1 digit), investasi juga tidak ada persoalan, kinerja ekonomi Indonesia baik.
- Pecahan uang Indonesia yang selalu besar akan menimbulkan ketidakefisienan dan ketidaknyamanan dalam melakukan transaksi, karena diperlukan waktu yang banyak untuk mencatat, menghitung dan membawa uang untuk melakukan transaksi sehingga terjadi ketidakefisienan dalam transaksi ekonomi.
- Untuk mempersiapkan kesetaraan ekonomi Indonesia dengan kawasan ASEAN dalam memasuki era Masyarakat Ekonomi ASEAN pada tahun 2015.
- Untuk menghilangkan kesan bahwa nilai nominal uang yang terlalu besar seolah-olah mencerminkan bahwa pada masa lalu, suatu negara pernah mengalami inflasi yang tinggi atau pernah mengalami kondisi fundamental ekonomi yang kurang baik.
Daftar redenominasi mata uang
Satuan baru | Rasio | Satuan lama | Tahun | |
---|---|---|---|---|
Lira Turki Baru | 1.000.000 | Lira lama | 2005 | |
Metical Mozambik baru | 1.000 | Metical lama | 2006 | |
Dolar Zimbabwe II (ZWN) | 1.000 | ZWD (dolar pertama) | Agustus 2006 | |
Dolar Zimbabwe III (ZWR) | 10.000.000.000 | ZWN | Agustus 2008 | |
Dolar Zimbabwe IV (ZWL) | 1.000.000.000.000 | ZWR | Februari 2009 | |
Bagan ini bukanlah bagan yang dimaksudkan untuk lengkap. |
Perbedaan redenominasi dan sanering
Redenominasi adalah menerbitkan suatu nilai baru dan diikuti dengan perubahan harga-harga sehingga tidak menimbulkan gejolak di masyarakat. Sedangkan, sanering adalah memotong nilai uang di mana harga barang tetap bahkan cenderung meningkat, sehingga daya beli masyarakat menurun.[6]
Parameter | Redenominasi | Sanering |
---|---|---|
Aksi | Penyederhanaan denominasi (pecahan) mata uang menjadi pecahan lebih sedikit dengan cara mengurangi digit (angka 0) tanpa mengurangi nilai mata uang tersebut | Pemotongan daya beli masyarakat melalui pemotongan nilai uang |
Pengaruh terhadap harga barang | Berpengaruh | Tidak berpengaruh |
Daya beli | Tetap | Turun |
Nilai uang terhadap barang | ||
Kerugian | Tidak | Ya |
Tujuan | Mengefisienkan dan menyamankan transaksi | Mengurangi jumlah uang beredar |
Menyetarakan ekonomi dengan negara regional | ||
Kondisi saat pelaksanaan | Makrekonomi stabil, ekonomi bertumbuh, inflasi terkontrol | Makroekonomi labil, hiperinflasi |
Momentum pelaksanaan | Bertahap, persiapan matang dan terukur | Mendadak, tanpa persiapan |
Lihat pula
Referensi
- ^ Kustiani, Rini (2013-03-04). Kustiani, Rini, ed. "Indonesia Pernah Lakukan Redenominasi pada 1965". Tempo.co. Diakses tanggal 2020-10-13.
- ^ Bank Central Nicaragua
- ^ "Inflasi Rendah jadi Kunci Redenominasi di Indonesia". Republika Online. 2020-07-09. Diakses tanggal 2020-10-13.
- ^ "Pupusnya Rencana Redenominasi Rupiah pada Tahun 2020". Tirto.id. Diakses tanggal 2020-10-09.
- ^ Liputan6.com (2010-08-07). "Redenominasi, Kebijakan yang Tak Sederhana". Liputan6.com. Diakses tanggal 2020-10-13.
- ^ Ariyanti, Fiki (2017-07-25). Suhendra, Zulfi, ed. "Sri Mulyani: Redenominasi Rupiah Sangat Berbeda dengan Sanering". Liputan6.com. Diakses tanggal 2020-10-13.
Pranala luar
- Redenominasi dan sanering Diarsipkan 2010-05-26 di Wayback Machine.