Halim Ambiya
Abdul Halim Ambiya atau biasa dikenal Halim Ambiya (lahir di Indramayu, Jawa Barat, 12 Juli 1974) adalah pendiri dan pengasuh Pondok Tasawuf Underground di Indonesia. Melalui gerakan dakwah yang merangkul dan membina kaum marjinal dari kalangan Punk dan jalanan ini, namanya mulai dikenal luas. Halim Ambiya menjadikan ilmu tasawuf dan psikoterapi sebagai pendekatan untuk mendidik anak-anak Punk dan jalanan di sekitar Jabodetabek agar terbebas dari bahaya Narkoba dan Psikotropika. Dia masuk ke kolong-kolong jembatan, stasiun, terminal, dan lokasi tempat mereka berhimpun untuk diajak mengaji dan meninggalkan sisi gelap jalanan.
Halim Ambiya | |
---|---|
Lahir | 12 Juli 1974 Indramayu, Jawa Barat, Indonesia |
Kebangsaan | Indonesia |
Pendidikan | Madrasah Ibtidaiyyah Tarbiyah wa Ta'lim, Bugis, Anjatan, Indramayu Madrasah Tsanawiyah GUPPI, Bugis, Anjatan, Indramayu Pondok Pesantren Modern Gading Kroya, Cilacap SMA Muhammadiyah Haurgelis, Indramayu Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta International Institute of Islamic Thought and Civilization, Kuala Lumpur, Malaysia |
Dikenal atas | Pengasuh Pondok Tasawuf Underground, Direktur Salima Publika |
Suami/istri | Herlina Kamba |
Anak | Mutiara Timur Baginda Saka Lintang Pangeran Fatih Bumi Paduka |
Penghargaan | People and Inspiration Awards 2022 |
Sebagai pengamal dan juru dakwah Thariqah Qadiriyah wa Naqsyabandiyah (TQN) Pondok Pesantren Suryalaya, Halim Ambiya mengaku menggunakan "Konsep Inabah" yang diajarkan Guru Mursyid Syekh Ahmad Shohibul Wafa Tajul Arifin (Abah Anom) dalam melakukan terapi ruhani terhadap santrinya. Halim Ambiya menggunakan metode dzikir, shalat, dan hidroterapi untuk menyadarkan anak-anak binaannya dan melepas ketergantungan mereka pada Narkoba dan Psikotropika.
Halim Ambiya menamakan program dakwahnya dengan istilah Pengenalan Peta Jalan Pulang. Melalui program ini, santri binaannya tak hanya diajarkan pendidikan ruhani melalui shalat, dzikir, pembacaan Al-Quran dan kitab-kitab, tetapi juga dengan melakukan pemberdayaan ekonomi dan sosial. Anak-anak Punk dan Jalanan binaannya diberi pembekalan dan pelatihan, serta praktik kewirausahaan. Kini, Pondok Tasawuf Underground telah memiliki lini usaha kafe, laundry, sablon, bengkel motor, cucian mobil, penjualan buah-buahan, dan penjualan motor custom.
Tokoh agama yang inspiratif ini mengawali kariernya sebagai wartawan dan dosen, bahkan dia pun dikenal dikenal sebagai penulis dan editor buku-buku keislaman. Di tengah kesibukannya berdakwah dan membina santri-santri Punk, Halim Ambiya hingga sekarang masih menggeluti dunia penerbitan buku.
Kehidupan Pribadi
Halim Ambiya, pendakwah yang mendedikasikan ilmu dan amalnya untuk merangkul, mendidik dan mengajar anak-anak Punk dan jalanan ini terlahir dari keluarga santri. Sejak belia, putra kedua pasangan Abdul Wahid dan Muslihah ini mendapat pendidikan agama langsung dari kakek dan paman-pamannya; KH Abdul Muin ZA, KH Zaenal Arifin Said, Kyai Hasan Basyari dan Kyai Tirmidzi.
Selain mengikuti pendidikan Sekolah Dasar (SD) di pagi hari di Desa Bugis, Kecamatan Anjatan, Kabupaten Indramyu, Halim kecil juga menempuh pendidikan agama di lembaga yang didirikan oleh sang kakek (KH Abdul Muin)--sebuah lembaga yang dikenal dengan "Yayasan Dewi Sartika." Di sore hari, dia pun mengikuti pelajaran agama di Madrasah Ibtidaiyah (MI) Tarbiyah wa Ta'lim yang didirikan keluarganya tersebut. Setelah menamatkan SD dan MI sekaligus, Halim melanjutkan Madrasah Tsanawiyah (MTs) GUPPI Bugis pada yayasan serupa.
Saat ditanya mengenai keberaniannya untuk berdakwah di kalangan preman bertato, Halim menyebut bahwa keberaniannya sudah didapat dari kakek dan pamannya. "Dulu di zaman Operasi Petrus, di sungai desa saya menjadi tempat pembuangan mayat para korban operasi itu, Hampir tiap minggu saya melihat mayat. Kebanyakan penjahat yang mati itu bertato. Maka, banyak preman bertato yang tidak ada sangkut pautnya dengan kejahatan berat merasa ketakutan. Nah, akhirnya ada saja preman bertato yang menjadi santri kakek saya. Jadi, saya sudah biasa bergaul dengan preman sejak kecil," aku Halim.
Kecintaannya terhadap ilmu agama pun kian berlanjut. Halim Ambiya melanjutkan pendidikannya di Pondok Pesantren Gading, Kroya, Cilacap di bawah asuhan KH Amin Ma'mun Basya. Pesantren yang menggambungkan sistem pendidikan salaf (tradisional) dan khalaf (modern) ditempuh dari tahun 1989-1993. Halim tidak hanya mendapatkan pelajaran berbasis kurikulum ala Kulliatul Mua'limin Al-Islamiyah (KMI) Gontor, tetapi juga mendapat pengayaan pengajaran kitab-kitab thuras ala pesantren Nahdliyyin.
Di tahun 1994, Halim Ambiya mengikuti pendidikan formal di SMA Muhammadiyah, Haurgeulis, Indramayu. Bukan tanpa alasan dirinya menamatkan SMA di lembaga tersebut, sebab dirinya lahir di tengah keluarga aktivis NU dan Muhammadiyah. Halim Ambiya sering memberi ceramah di masjid-masjid Muhammadiyah dan NU di Indramayu. "Jadi, nenek saya ketua Muslimat NU di desa, kakek pengurus NU, ada paman yang jadi Ketua Ranting Muhammadiyah, ada juga yang menjadi kepala sekolah Muhammadiyah, Kita asyik saja. Bisa dikatakan saya ini Muhammad NU," kata Halim.
Pendidikan
Pada tahun 1994, Halim Ambiya memulai kuliahnya di Fakultas Ushuluddin, Jurusan Akidah dan Filsafat, IAIN/UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Pengenalan pada ilmu tasawuf Halim banyak didapatkan di bangku kuliah. Menurutnya, di masa itu kurikulum dan silabus di jurusannya banyak memuat matakuliah terkait tasawuf. Hampir 50 persen dari beban SKS di Jurusan Akidah dan Filsafat mengajarkan matakuliah tasawuf, akhlak, aliran-aliran pemikiran dalam Islam, tafsir dan hadis tentang tasawuf.
"Alhamdulillah saya bersyukur dapat menimba ilmu dari guru-guru mulia. Saya mendapatkan matakuliah ilmu tasawuf 2 semester dari Prof Dr. KH Sayid Agil Siraj. Kuliah tafsir dari Prof Dr. KH Sayyid Aqil Al-Munawwar dan Prof Dr. KH Ali Mustafa Ya'qub. Ulumul-Quran dari Prof Dr. KH Nasaruddin Umar. Bahkan saya mendapat matakuliah Tafsir tasawuf dari KH Saepuddin Amsir. Begitu juga dengan matakuliah Ilmu Tasawuf dan Filsafat Islam, alhamdulillah saya mendapat dari Prof Dr Mulyadhi Kartanegara. Prof Dr. Komaruddin Hidayat, dan Prof Dr Kautsar Azhari Noer," ungkapnya.
Aktivis Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Ciputat ini mendapat kesempatan menjadi Ketua Senat Mahasiswa Fakultas Ushuluddin IAIN Jakarta di tahun 1997-1998, sebuah periode bersejarah bagi para aktivis ketika itu. Setelah meletus Reformasi 98 dan sebelum menamatkan pendidikanya, Halim Ambiya sudah memulai kariernya di dunia jurnalistik sejak tahun 1998. Dia bergabung menjadi wartawan Jawa Pos Group.
Kecintaannya pada ilmu tasawuf pun kian bertambah di akhir penyelesaian kuliahnya. Halim Ambiya merasa terpikat dengan KItab Risalah Al-Laduniyah karya Imam Al-Ghazali hingga memperdalam filsafat ilmu dalam Islam pada penelitian ilmiahnya. Skripsinya berjudul "Epistemologi Islam; Suatu Gagasan Naquib Al-Atas tentang Islamisasi Ilmu," akhirnya menjadi jalan untuk mendapatkan beasiswa untuk melanjutkan kuliah program pascasarjana di Negeri Jiran, yakni di ISTAC, Kuala Lumpur, Malaysia--sebuah institusi pendidikan tinggi yang didirikan oleh Sayid Muhammad Naquib Alattas.
Halim Ambiya mengikuti program studi Sejarah dan Kebudayaan Islam di ISTAC selama 4 tahun. "Saya benar-benar seperti masuk pesantren lagi di ISTAC. "Ini kampus internasional. Tradisi thuras di kampus ini luar biasa. Dan, perpustakaan ISTAC itu lengkap sekali. Bayangkan, manuskrip-manuskrip dari Perpustakaan Nasional Bosnia saja diboyong ke kampus ini. Di samping mendapat bimbingan langsung dari Prof Alattas dan Prof Dr Wan Mohammad Nor Wan Daud, kami banyak mendapat pengajaran profesor-profesor dari berbagai negara, seperti Turki, Sudan, Iran, Belanda, Jerman dan Amerika Serikat," tutur Halim.
"Saya merasa banyak mendapat berkah ilmu di Kuala Lumpur. Karena itu, pengalaman saya di Kuala Lumpur ini saya abadikan dalam novel saya berjudul Sor Baujan dan Novel Indon Menjerit," ujarnya lagi. Di ISTAC ini, Halim Ambiya merasa banyak belajar dan mengkaji tentang sejarah dan kebudayaan Islam di Nusantara, hal ini tampak jelas dalam cerita novelnya. Dirinya memiliki minat yang besar terhadap manuskrip-manuskrip Melayu mengenai tasawuf dan thariqah yang terdapat di Malaysia, yang tidak didapatkan di Indonesia.
Karier
- Wartawan Jawa Pos Group (1998 - 2000)
- Staf Pengajar Fakultas Tarbiyah Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta (2007 - 2012)
- Redaktur Pelaksana Majalah Rakyat Merdeka (2009 - 2010)
- Freelance Editor di Mizan, Penerbit Buku Kompas, Rakyat Merdeka, dan Republika (2009 - 2012)
- Direktur Salima Publika (2012 - sekarang)
- Admin Tasawuf Underground (2012 - sekarang)
- Pengasuh Pondok Tasawuf Underground (2018 - sekarang)
Tasawuf Underground
Komunitas Tasawuf Underground
Komunitas Tasawuf Underground adalah sekumpulan orang yang ingin belajar ilmu tasawuf di media sosial secara underground. Komunitas ini di media sosial Facebook dan Instagram oleh Ustaz Halim pada tahun 2012. Halim mengunggah kalimat-kalimat hikmah dari para tokoh sufi terdahulu seperti Syekh Abdul Qadir al-Jailani, Syekh Ibnu Arabi, Syekh Ibnu Atha'illah, Imam al-Ghazali, Imam al-Qusyairi, Imam Syafi'i, dan Maulana Jalaluddin Rumi di akun media sosial Tasawuf Underground.
Selain berdakwah melalui media sosial, Halim kerap mengadakan pengajian dari kafe ke kafe di Jakarta. Pengajian ini dinamakan "Sufi After Hours"
Mendekati Anak Punk dan Jalanan
Halim menyadari bahwa berdakwah hanya melalui media sosial saja akan menjadi sia-sia jika tidak berinteraksi langsung dengan orang-orang sekitarnya. Dari pemikiran itu, ia mencoba memacu adrenalin untuk melakukan pendekatan terhadap anak punk dan jalanan, yang cara berpakaiannya berbeda, gaya rambut mohawk, bertindik dan bertato di sekujur tubuh, bahkan hingga wajah dan mata sekalipun.
Halim tidak menjadikan dirinya sebagai ustaz atau kiai di depan para anak punk dan jalanan, melainkan sebagai sosok sahabat, ayah, dan guru bagi mereka. Halim menerangkan, memperlakukan anak punk dan jalanan
Pengajian di Kolong Jembatan
Pada tahun 2018, Komunitas Tasawuf Underground yang dipimpin oleh Ustaz Halim Ambiya rutin menggelar pengajian di kolong-kolong jembatan sekitar Jabodetabek, Ada sekitar 120 anak punk dan jalanan binaan Tasawuf Underground di seluruh Jabodetabek, untuk kolong jembatan Tebet, Jakarta Selatan, ada sebanyak 40 anak.[2]
Ia dan para relawan mendidik puluhan anak punk dan jalanan untuk belajar membaca Iqra hingga Al-Quran, tata cara wudhu, dan memahami makna bacaan shalat beserta makna geraknya.
Pondok Tasawuf Underground
Setelah melakukan pendekatan dan pendampingan bagi anak punk dan jalanan di kolong jembatan Tebet, Stasiun Gondangdia, Stasiun Tanah Abang, Stasiun Pondok Ranji, Cipinang, dan Ciputat, Halim memutuskan untuk mendirikan central base untuk mereka. Awalnya, ia menjadikan kantor pribadinya sebagai tempat singgah bagi santri punk dan jalanan binaannya.
Konsep Pengenalan "Peta Jalan Pulang"
Konsep Pengenalan "Peta Jalan Pulang" adalah sebuah metode dakwah yang diinisiasi oleh Ustaz Halim Ambiya dalam melakukan pendekatan terhadap para anak punk dan jalanan binaannya. Jalan pulang yang dimaksud adalah jalan pulang kepada Allah SWT dan jalan pulang kepada keluarga. Jalan pulang kepada Allah SWT yakni melakukan pengajaran agama Islam melalui pendekatan ilmu tasawuf. Jalan pulang kepada keluarga yakni melakukan pemberdayaan sosial dan ekonomi dengan memberikan lapangan pekerjaan layak yang sesuai dengan hobi dan potensi mereka masing-masing.
Halim tidak menggunakan kata hijrah sebagai
Melalui metode ini, Halim mengajak para anak punk dan jalanan untuk mengenali
Karya Tulis dan Penyuntingan
Penghargaan
Juli 2022, Halim Ambiya meraih penghargaan People and Inspiration Awards 2022 dalam kategori pendidikan oleh BeritaSatu Media Holdings (BSMH). Para pemenang yang dipilih dalam ajang People and Inspiration Awards 2022 telah melalui proses penilaian yang ketat dari lima orang juri yang berkompeten, yakni Ketua Dewan Juri People and Inspiration Awards 2022, Prof. Komaruddin Hidayat selaku akademisi dan budayawan, dengan jajaran anggota Primus Dorimulu (Direktur Pemberitaan BeritaSatu Media Holdings), Dr. Alexander Sonny Keraf (Menteri Lingkungan Hidup RI periode 1999--2001), Triawan Munaf (Kepala Bekraf periode 2015--2019), dan Sha Ine Febriyanti (Penggiat Seni).[3]
Referensi
- ^ Halim Ambiya di sela-sela pengajian di Pondok Tasawuf Underground, 19 Desember 2020.
- ^ Saputra, Andrian (2 Desember 2020). "Apa Jadinya Jika Anak-Anak Punk Mengaji di Kolong Jembatan". Republika. Diakses tanggal 27 Juli 2023.
- ^ Fikri, Chairul (14 Juli 2022). "BeritaSatu Media Holdings Sukses Gelar People and Inspiration Awards 2022". BeritaSatu Media Holdings (BSMH). Diakses tanggal 27 Juli 2023.