Aksara Sunda Kuno

jenis aksara untuk menuliskan sebuah bahasa
Revisi sejak 27 September 2023 11.47 oleh 미솔파 (bicara | kontrib)

Aksara Sunda Kuno (bahasa Sunda: ᮃᮊ᮪ᮞᮛ ᮞᮥᮔ᮪ᮓ ᮘᮥᮠᮥᮔ᮪, translit. Aksara Sunda Buhun) merupakan aksara yang berkembang di wilayah barat pulau Jawa pada abad ke-14 sampai abad ke-18 yang pada awalnya digunakan untuk menuliskan bahasa Sunda Kuno. Aksara Sunda Kuno merupakan perkembangan dari Aksara Pallawa yang mencapai taraf modifikasi bentuk khasnya sebagaimana yang digunakan naskah-naskah lontar pada Abad XVI.

Aksara Sunda Kuno
Aksara Sunda Buhun
ᮃᮊ᮪ᮞᮛ ᮞᮥᮔ᮪ᮓ ᮘᮥᮠᮥᮔ᮪
ᮃᮾᮞᮛ ᮞᮥᮔ᮪ᮓ ᮘᮥᮠᮥᮔ᮪
Jenis aksara
Abugida
BahasaSunda Kuno, Sunda Klasik, Cirebon
Periode
sekitar abad ke-14 hingga awal abad ke-18
Arah penulisanKiri ke kanan
Aksara terkait
Silsilah
Menurut hipotesis hubungan antara abjad Aramea dengan Brahmi, maka silsilahnya sebagai berikut:
Dari aksara Brahmi diturunkanlah:
Aksara turunan
Aksara Sunda Baku
Aksara kerabat
Bali
Batak
Baybayin
Bugis
Incung
Jawa
Lampung
Makassar
Rejang
Sunda
ISO 15924
ISO 15924Sund, , ​Sunda
Pengkodean Unicode
Nama Unicode
Sundanese
 Artikel ini mengandung transkripsi fonetik dalam Alfabet Fonetik Internasional (IPA). Untuk bantuan dalam membaca simbol IPA, lihat Bantuan:IPA. Untuk penjelasan perbedaan [ ], / / dan  , Lihat IPA § Tanda kurung dan delimitasi transkripsi.

Sejarah

Penggunaan Aksara Sunda Kuno dalam bentuk paling awal antara lain dijumpai pada prasasti-prsasasti yang terdapat di Astana Gede, Kecamatan Kawali, Kabupaten Ciamis, dan Prasasti Kebantenan yang terdapat di Kecamatan Jatiasih, Kota Bekasi.

Edi S. Ekajati mengungkapkan bahwa keberadaan Aksara Sunda Kuno sudah begitu lama tergeser karena adanya ekspansi Kerajaan Mataram Islam ke wilayah Priangan kecuali Cirebon dan Banten. Pada waktu itu para menak Sunda lebih banyak menjadikan budaya Jawa sebagai anutan dan tipe ideal. Akibatnya, kebudayaan Sunda tergeser oleh kebudayaan Jawa. Bahkan banyak para penulis dan budayawan Sunda yang memakai tulisan dan ikon-ikon Jawa.


Aksara Sunda Kuno umumnya dijumpai pada naskah-naskah berbahan daun lontar yang tulisannya digoreskan dengan pisau. Naskah yang ditulis menggunakan aksara ini di antaranya adalah Bujangga Manik, Sewa ka Darma, Carita Ratu Pakuan, Carita Parahyangan, Fragmen Carita Parahyangan, dan Carita Waruga Guru. Aksara Sunda Kuno terdapat pada kolom 89 – 92 di dalam Table van Oud en Nieuw Indische Alphabetten (Holle, 1882).

Dalam perkembangannya, Aksara Sunda Kuno tidak mempertahankan huruf-huruf dari Aksara Kawi yang tidak digunakan dalam Bahasa Sunda Kuno. Huruf-huruf Aksara Kawi yang punah pada Aksara Sunda Kuno yaitu:

  1. Huruf konsonan; meliputi huruf kha, gha, cha, jha, ṭa (cerebral), ṭha (cerebral), ḍa (cerebral), ḍha (cerebral), ṇa (cerebral), tha, dha, pha, bha, ṣa (cerebral), dan śa (palatal).
  2. Huruf vokal; meliputi huruf ā (a panjang), ī (i panjang), ū (u panjang), ṝ (ṛ panjang), dan ḹ (ḷ panjang). Sebagian besar naskah maupun prasasti tidak membedakan huruf dan tanda diakritik antara bunyi ӗ (e pepet) dengan ӧ (e pepet panjang), walaupun demikian beberapa naskah membedakan huruf dan tanda diakritik antara bunyi ӗ dengan ӧ.

Sunda Kuno dan Sunda Baku

Pada awal tahun 2000-an pada umumnya masyarakat Sunda hanya mengenal adanya satu jenis aksara di Tatar Sunda yang disebut sebagai Aksara Sunda. Namun demikian perlu diperhatikan bahwa setidaknya ada empat jenis aksara yang menyandang nama Aksara Sunda, yaitu Aksara Sunda Kuno, Aksara Sunda Cacarakan, Aksara Sunda Pegon, dan Aksara Sunda Baku. Dari empat jenis Aksara Sunda ini, Aksara Sunda Kuno dan Aksara Sunda Baku dapat disebut serupa tetapi tak sama. Aksara Sunda Baku merupakan modifikasi Aksara Sunda Kuno yang telah disesuaikan sedemikian rupa sehingga dapat digunakan untuk menuliskan Bahasa Sunda kontemporer. Modifikasi tersebut meliputi penambahan huruf (misalnya huruf va dan fa), pengurangan huruf (misalnya huruf re pepet dan le pepet), dan perubahan bentuk huruf (misalnya huruf na dan ma).

Galeri

Contoh-contoh penggunaan aksara Sunda kuno

Sumber

Lihat pula

Pranala luar