Bahasa Sunda Kuno
Bahasa Sunda Kuno adalah tahap pendahulu dari apa yang sekarang dikenal sebagai bahasa Sunda beserta segala variannya yang diketahui pernah dituturkan dan tercatat pada prasasti dan naskah-naskah lontar kuno di wilayah pulau Jawa bagian barat. Bahasa ini sudah tidak digunakan di masa sekarang, tetapi masih memiliki kaitan dekat dengan bahasa Sunda Modern.[3]
Bahasa Sunda Kuno
Carék Sunda ᮎᮛᮦᮊ᮪ ᮞᮥᮔ᮪ᮓ Basa Sunda Buhun ᮘᮞ ᮞᮥᮔ᮪ᮓ ᮘᮥᮠᮥᮔ᮪ | |||||||||||||||||
---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|
Wilayah | Bagian barat dan tengah pulau Jawa, serta diperkirakan hingga ke daerah selatan pulau Sumatera | ||||||||||||||||
Kepunahan | Berkembang menjadi bahasa Sunda Klasik menjelang abad ke-17. | ||||||||||||||||
| |||||||||||||||||
Aksara Buda Aksara Sunda Kuna | |||||||||||||||||
Kode bahasa | |||||||||||||||||
ISO 639-3 | osn | ||||||||||||||||
Glottolog | sund1255 | ||||||||||||||||
IETF | osn | ||||||||||||||||
| |||||||||||||||||
Artikel ini mengandung simbol fonetik IPA. Tanpa bantuan render yang baik, Anda akan melihat tanda tanya, kotak, atau simbol lain, bukan karakter Unicode. Untuk pengenalan mengenai simbol IPA, lihat Bantuan:IPA.
| |||||||||||||||||
Artikel ini mengandung karakter aksara Sunda. Tanpa bantuan render yang baik, Anda akan melihat tanda tanya, kotak, atau simbol lain, bukan karakter Unicode.
| |||||||||||||||||
Portal Bahasa | |||||||||||||||||
Bukti tertua penggunaan bahasa Sunda Kuno adalah prasasti Rumatak tahun 1111 Masehi yang ditemukan di Tasikmalaya,[4][5][6] selain itu, ada pula sekumpulan prasasti tanpa candrasangkala yang ditemukan di Ciamis, tepatnya Kawali bernama prasasti Astana Gede yang diperkirakan dibuat pada sekitar abad ke-14.[7]
Bukti tertulis
suntingPenggunaan bahasa Sunda kuno antara lain tercatat dalam prasasti berbahan batu alam seperti Prasasti Kawali di Ciamis, dan Prasasti Batutulis di Bogor, juga dalam prasasti berbahan pelat tembaga seperti Prasasti Kabantenan dari daerah Bekasi.[8][9] Peninggalan lain yang mendokumentasikan penggunaan bahasa Sunda Kuno yaitu pada naskah-naskah lontar dan gebang dari wilayah Bandung, Garut, dan Bogor. Naskah-naskah itu kini tersimpan di beberapa lembaga, antara lain Kabuyutan Ciburuy di Bayongbong Garut, Museum Sri Baduga di Bandung, Perpustakaan Nasional RI di Jakarta, dan Perpustakaan Bodleian di London.[10][11][12][13]
Karakteristik
suntingLeksikon
suntingKosakata yang digunakan dalam bahasa Sunda kuno masih banyak dikenali dalam bahasa Sunda modern, baik yang memiliki arti sama maupun mengalami perubahan atau pergeseran makna. Penggunaan bahasa Sanskerta yang disesuaikan dengan pelafalan atau penulisan Sunda kuno berbaur cukup mencolok. Hal ini karena nuansa penggunaan bahasa Sunda kuno dalam teks-teks keagamaan Hindu maupun Buddha. Pada beberapa bagian sering ditemukan kosakata yang sama, bahkan berpadu dengan untaian kalimat dalam bahasa Kawi.[14] Dalam bagian lain ditemukan juga penggunaan kosakata Melayu kuno[15] dan bahasa Arab.[16] Beberapa peneliti teks Sunda kuno telah mendaftarkan leksikon Sunda kuno menjadi kamus dwibahasa (Sunda Kuno-Indonesia).
Morfologi
suntingMorfologi pembentukan kata pada umumnya dapat dikenali dalam bahasa Sunda modern dengan beberapa pengecualian, misalnya penggunaan imbuhan awal a- dalam kata awurung. Imbuhan akhir -keun memiliki fungsi gramatikal yang mirip dengan -kan dalam bahasa Indonesia. Selain itu, penggunaan bentuk imbuhan sisipan (infiks) -in- dan -um- dalam kata ginawé (kata dasar gawé; ‘dikerjakan’) dan gumanti (kata dasar ganti: ‘mengganti’) adalah sisipan yang tergolong produktif digunakan dalam bahasa Sunda kuno, kini kata-kata yang bersisipan -in- dan -um- seringkali dianggap sebagai monomorfemik. Kata-kata berikut sering tidak dirasakan sebagai kata bersisipan seperti kata sumebar yang terdiri atas sebar dan -um-, cumeluk yang terdiri atas celuk dan -um- atau tinangtu yang terdiri atas tangtu dan -in- serta pinareng terdiri atas pareng dan -in-.[17] Yang terakhir adalah penggunaan sisipan -ar- yang berfungsi untuk membuat suatu nomina atau adjektiva menjadi jamak, misalnya dalam kata karolot (kata dasar kolot; ‘yang tua-tua’) yang masih digunakan hingga sekarang.[18]
Sintaksis
suntingDalam tingkatan sintaksis, secara umum bentuk kalimat dalam bahasa Sunda kuno masih memiliki kemiripan dengan bahasa Sunda modern.[19][19][20] Salah satu fitur dari bahasa Sunda kuno yang dapat dibedakan dari struktur bahasa Sunda moderen yaitu adanya penggunaan pola predikat-subjek pada struktur kalimat bahasa Sunda kuno dengan predikat berupa kata kerja (verba) dan subjek berupa kata benda (nomina) yang cukup konsisten.[20] Fitur lain yang menjadi ciri khas yaitu penggunaan partikel ma yang dapat berfungsi sebagai penguat frasa atau klausa sebelumnya. Dalam konstruksi kalimat, partikel ma berfungsi sebagai pemarkah yang memisahkan klausa, dan berfungsi untuk memperkenalkan informasi baru.[21]
Contoh penggunaan
suntingPrasasti
suntingBerikut ini adalah contoh penggunaan bahasa Sunda kuno yang tercatat dalam Prasasti Kawali. Alihaksara diplomatis dikerjakan oleh arkeolog Hasan Jafar & Titi Surti Nastiti[9]
"nihan tapak walar nu sang hyang mulia tapa(k) inya parĕbu raja wastu mangadĕg di kuta kawali nu mahayu na kadatuan surawisesa nu marigi sakuliling dayĕh nu najur sakala desa aya ma nu pa(n)deuri pakĕna gawe rahayu pakĕn hĕbĕl jaya dina buana"
Terjemahan:
''Inilah jejak (tapak) (di) Kawali (dari) tapa dia Yang Mulia Prabu Raja Wastu (yang) mendirikan pertahanan (bertahta di) Kawali, yang telah memperindah kedaton Surawisesa, yang membuat parit pertahanan di sekeliling wilayah kerajaan, yang memakmurkan seluruh pemukiman. Kepada yang akan datang, hendaknya menerapkan keselamatan sebagai landasan kemenangan hidup di dunia.''
Naskah kuno
suntingBahasa Sunda kuno yang digunakan pada naskah-naskah lontar dan gebang dapat dibedakan berdasarkan bentuk teksnya, yaitu puisi dan prosa.[14][19][20]
Puisi
suntingBeberapa naskah Sunda kuno yang memuat teks dengan bentuk puisi antara lain Sewaka Darma,[22] Carita Purnawijaya,[23] Bujangga Manik, Sri Ajnyana,[14] Kawih Pangeuyeukan[24] dan Sanghyang Swawarcinta.[25] Bahasa Sunda kuno yang dituliskan dalam bentuk teks puisi umumnya menggunakan pola delapan suku kata, walaupun dalam beberapa naskah kaidah ini tidak begitu ketat.[14][26]
Teks Pendakian Sri Ajnyana:
Bahasa Sunda Kuno | Bahasa Indonesia | |
---|---|---|
Alfabet bahasa Sunda | Aksara Sunda Baku | |
"sakit geui ngareungeuheun.
cicing hanteu dék matingtim, usma ku raga sarira. béngkéng upapen rasana, dosa a(ng)geus kanyahoan, ngeureuy teuing gawé hala, hanteu burung katalayahan, ja kini teuing rasana, kasasar jadi manusa. saurna sri ajnyana: ‘adiing, ambet ka dini. mulah ceurik nangtung dinya. dini di lahunan aing. tuluy dirawu dipangku" |
"ᮞᮊᮤᮒ᮪ ᮌᮩᮄ ᮍᮛᮩᮍᮩᮠᮩᮔ᮪.
ᮎᮤᮎᮤᮀ ᮠᮔ᮪ᮒᮩ ᮓᮦᮊ᮪ ᮙᮒᮤᮀᮒᮤᮙ᮪, ᮅᮞ᮪ᮙ ᮊᮥ ᮛᮌ ᮞᮛᮤᮛ. ᮘᮦᮀᮊᮦᮀ ᮅᮕᮕᮨᮔ᮪ ᮛᮞᮔ, ᮓᮧᮞ ᮃᮌᮩᮞ᮪ ᮊᮑᮠᮧᮃᮔ᮪, ᮍᮩᮛᮩᮚ᮪ ᮒᮩᮄᮀ ᮌᮝᮦ ᮠᮜ, ᮠᮔ᮪ᮒᮩ ᮘᮥᮛᮥᮀ ᮊᮒᮜᮚᮠᮔ᮪, ᮏ ᮊᮤᮔᮤ ᮒᮩᮄᮀ ᮛᮞᮔ, ᮊᮞᮞᮁ ᮏᮓᮤ ᮙᮔᮥᮞ. ᮞᮅᮁᮔ ᮞᮢᮤ ᮃᮏ᮪ᮑᮔ: ‘ᮃᮓᮤᮄᮀ, ᮃᮙ᮪ᮘᮨᮒ᮪ ᮊ ᮓᮤᮔᮤ. ᮙᮥᮜᮂ ᮎᮩᮛᮤᮊ᮪ ᮔᮀᮒᮥᮀ ᮓᮤᮑ. ᮓᮤᮔᮤ ᮓᮤ ᮜᮠᮥᮔᮔ᮪ ᮃᮄᮀ. ᮒᮥᮜᮥᮚ᮪ ᮓᮤᮛᮝᮥ ᮓᮤᮕᮀᮊᮥ" |
Tertekan, kecewa,
dia berdiri tak bergerak, tidak mau berbicara, panas membara di tubuhnya. Dia merasa lemah dan tidak pasti, setelah menyadari dosa-dosanya, dia sangat menyesali tindakan buruknya, karena dia pasti akan mengalami kesengsaraan. Jadi dia akan merasa terlalu buruk, bagaimana, setelah berbuat salah, dia akan menjadi manusia. Sri Ajnyana berkata: 'Adikku, datanglah padaku. Jangan menangis berdiri di sana! Ke marilah di pangkuanku.' Kemudian dia membawanya ke pangkuannya. |
Prosa
suntingTeks yang memuat bahasa Sunda dalam bentuk prosa antara lain Sanghyang Siksa Kandang Karesian, Amanat Galunggung,[22] Sanghyang Sasana Maha Guru, dan Sanghyang Raga Dewata. Berikut ini contoh kalimat yang digunakan dalam Amanat Galunggung.[22]
- Transliterasi teks asli
- "Awignam astu. Nihan tembey sakakala Rahyang Ba/n/nga, masa sya nyusuk na Pakwan makangaran Rahyangta Wuwus, maka manak Maharaja Dewata, Maharaja Dewata maka manak Baduga Sanghyang, Baduga Sanghyang maka manak Prebu Sanghyang, Prebu Sanghyang maka manak Sa(ng) Lumahing rana, Sang Lumahing Rana maka manak Sa(ng) Lumahing Winduraja, Sa(ng) Lumahing Winduraja maka manak Sa(ng) Lumahing Tasikpa(n)jang, Sang Lumahing Tasik pa(n)jang (maka manak) Sa(ng) Lumahing Hujung Kembang, Sa(ng) Lumahing Hujung Kembang maka manak Rakeyan Darmasiksa."
- Terjemahan bahasa Indonesia
- "Semoga selamat. Inilah permulaan tanda peringatan Rahiyang Banga, ketika ia membuat parit (pertahanan) Pakuan, bernama Rahingta Wuwus, maka (ia) berputera Maharaja Dewata berputera Baduga Sanghiyang, Baduga Sanghyang berputera Prabu Sanghiang, Prabu Sanghiyang berputera Sang Lumahing rana, Sang Lumahing rana berputera Sang Lumahing Winduraja, Sang Lumahing Winduraja berputera Sang Lumahing Tasikpanjang, Sang Lumahing Tasikpanjang berputera Sang Lumahing Ujung Kembang, Sang Lumahing Ujung Kembang berputera Rakeyan Darmasiksa."
Galeri
sunting-
Prasasti Kawali IV di kawasan kabuyutan Astana Gede, Kawali, Ciamis
-
Naskah lontar Sanghyang Sasana Maha Guru
-
Naskah Sanghyang Jati Maha Pitutur yang dituliskan pada media lontar
-
Naskah Bujangga Manik
Rujukan
sunting- ^ "UNESCO Interactive Atlas of the World's Languages in Danger" (dalam bahasa bahasa Inggris, Prancis, Spanyol, Rusia, and Tionghoa). UNESCO. 2011. Diarsipkan dari versi asli tanggal 29 April 2022. Diakses tanggal 26 Juni 2011.
- ^ "UNESCO Atlas of the World's Languages in Danger" (PDF) (dalam bahasa Inggris). UNESCO. 2010. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 31 Mei 2022. Diakses tanggal 31 Mei 2022.
- ^ Iskandarwassid (1992), hlm. 43.
- ^ "Prasasti Geger Hanjuang" (PDF). 2010.
- ^ Rosyadi (1997), hlm. 35.
- ^ Rosyadi (1997), hlm. 54.
- ^ Rosyadi (1997), hlm. 36.
- ^ Djafar (1991).
- ^ a b Djafar & Nasiti (2016), hlm. 101-116.
- ^ Djambatan (1990).
- ^ Ekadjati (1999), hlm. 7.
- ^ Chambert-Loir & Fathurahman (1999), hlm. 181.
- ^ Ekadjati (2000), hlm. 453-573.
- ^ a b c d Noorduyn & Teeuw (2009), hlm. 2.
- ^ Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa (2000), hlm. 6.
- ^ Darsa (2006), hlm. 27.
- ^ Arifin (1996), hlm. 14.
- ^ Nurwansah (2014), hlm. 5-10.
- ^ a b c Ruhaliah (1997).
- ^ a b c Nurwansah, Sudaryat & Ruhaliah (2017), hlm. 181-196.
- ^ Gunawan & Fauziyah (2018), hlm. 10.
- ^ a b c Danasasmita (1987), hlm. 1.
- ^ Lange & Company (1914), hlm. 392.
- ^ Ruhimat, Gunawan & Wartini (2014).
- ^ Wartini et al. (2011), hlm. 6.
- ^ Kurnia & Gunawan (2019).
Bibliografi
sunting- Arifin, E. Zaenal (1996). Seluk Beluk Morfologi Bahasa Sunda. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. ISBN 979-459-448-2. OCLC 777998266.
- Chambert-Loir, Henri; Fathurahman, Oman (1999). Khazanah naskah: panduan koleksi naskah-naskah Indonesia sedunia. Yayasan Obor Indonesia. OCLC 43258815.
- Danasasmita, Saleh (1987). Sewaka darma (Kropak 408) ; Sanghyang siksakandang karesian (Kropak 630) ; Amanat Galunggung (Kropak 632): transkripsi dan terjemahan. Bagian Proyek Penelitian dan Pengkajian Kebudayaan Sunda (Sundanologi), Direktorat Jenderal Kebudayaan, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. OCLC 551515488.
- Darsa, Undang A. (2006). Gambaran kosmologi Sunda, kropak 420: silsilah Prabu Siliwangi, Mantera Aji Cakra, mantera Darmapamulih, ajaran Islam, kropak 421, jatiraga, kropak 422. Kiblat Buku Utama. ISBN 978-979-3631-77-6. OCLC 150237230.
- Djafar, Hasan (1991). Prasasti-prasasti dari masa kerajaan-kerajaan Sunda / oleh Hasan Djafar. [s.n.] OCLC 65926268.
- ———; Nasiti, Titi Surti (2016). "Prasasti-prasasti dari Masa Hindu Buddha (Abad ke-12-16 Masehi di Kabupaten Ciamis, Jawa Barat". PURBAWIDYA. Vol. 5 (No. 2): 101–116. doi:10.24164/pw.v5i2.115 . OCLC 7181522611.
- Djambatan (1990). Katalog induk naskah-naskah nusantara: Perpustakaan Nasional Republik Indonesia. Djambatan. ISBN 978-979-428-151-2.
- Ekadjati, Edi Suhardi (1999). Jawa Barat, koleksi lima lembaga. Yayasan Obor Indonesia. ISBN 978-979-461-331-3. OCLC 906863142.
- ——— (2000). Direktori naskah Nusantara. Yayasan Obor Indonesia. ISBN 978-979-461-334-4. OCLC 247729675.
- Gunawan, Aditia; Fauziyah, Evi Fuji (2018). "Fungsi dan posisi partikel Ma dalam Bahasa Sunda Kuno" (PDF). kbi.kemdikbud.go.id (dalam bahasa Inggris).
- Iskandarwassid (1992). Kamus istilah sastra: pangdeudeul pengajaran sastra Sunda (dalam bahasa Sunda). Geger Sunten. OCLC 624344378.
- Kurnia, Atep; Gunawan, Aditia (2019). Tata Pustaka: Sebuah Pengantar terhadap Tradisi Tulis Sunda Kuna. Jakarta: Perpustakaan Nasional RI & Manassa. ISBN 978-623-200-245-6. OCLC 1162374023.
- Lange & Company (1914). Tijdschrift voor Indische taal-, land-, en volkenkunde (dalam bahasa Belanda). Lange & Company. OCLC 1607509.
- Noorduyn, J.; Teeuw, A. (2009). Tiga pesona Sunda Kuna. PT Dunai Pustaka Jaya. ISBN 978-979-419-356-3. OCLC 881312704.
- Nurwansah, Ilham (2014). "Afiksasi dalam Bahasa Sunda Kuno (Analisis morfologis terhadap teks abad ke-16)" (dalam bahasa Inggris).
- Nurwansah, Ilham; Sudaryat, Yayat; Ruhaliah, Ruhaliah (2017). "KALIMAT BAHASA SUNDA DALAM TEKS PROSA SUNDA KUNO ABAD KE-16 (Analisis Struktur dan Semantis)". LOKABASA (dalam bahasa Inggris). 8 (2). doi:10.17509/jlb.v8i2.14199 . ISSN 2528-5904. OCLC 8028425044.
- Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa (2000). Kosakata Melayu dalam naskah Sunda kuno: deskripsi dan dampak homonimi. Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Departemen Pendidikan Nasional. ISBN 978-979-459-004-1. OCLC 603754860.
- Rosyadi (1997). Pelestarian dan usaha pengembangan aksara daerah Sunda. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI. OCLC 644028585.
- Ruhaliah (1997). Kajian Diakronis Struktur Bahasa Sunda Bihari dan Bahasa Sunda Kiwari. Bandung: IKIP.
- Ruhimat, Mamat; Gunawan, Aditia; Wartini, Tien (2014). Kawih pangeuyeukan: tenun dalam puisi Sunda kuna dan teks-teks lainnya. Perpustakaan Nasional Republik Indonesia bekerjasama dengan Pusat Studi Sunda. ISBN 978-979-008-685-2. OCLC 894878344.
- Wartini, Tien; Ruhimat, Mamat; Ruhaliah; Gunawan, Aditia (2011). Sanghyang swawarcinta. Kerjasama Perpustakaan Nasional RI dan Pusat Studi Sunda. ISBN 978-979-008-412-4. OCLC 819654984.
Pustaka lanjutan
sunting- Hermansoemantri, E.; Marzuki, A.; Suryani N.G., E. (1987). Kamus bahasa Sunda Kuno-Indonesia : bersumberkan teks Carita Ratu Pakuan, Carita Parahiyangan, Sanghyang Siksakanda ng Karesian. Bandung: Pemerintah Propinsi Daerah Tingkat I Jawa Barat, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan, Proyek Penunjang Sundanologi. OCLC 30059819.
- Suryani, Elis; RS, Etti; Permadi, Tedi; Wartini, Tien; A. Darsa, Undang (2001). Kamus bahasa naskah dan prasasti Sunda abad 11 s.d. 18. Bandung: Kerjasama Komunitas Pernaskahan Sunda Purbatisti dengan Pemerintah Kota Bandung. OCLC 50292321.
- Sumarlina, E.S.N.; Darsa, U.A. (2003). KBSKI: kamus bahasa Sunda kuno Indonesia (dalam bahasa Sunda). Alqaprint Jatinangor. ISBN 978-979-9462-42-8. OCLC 66389917.
- Sumarlina, E.S.N. (2008). Kamus bahasa dan seni budaya Sunda buhun. Tasikmalaya: Dzulmar IAZ Print. OCLC 679318384.
Pranala luar
sunting- Daftar lema bahasa Sunda kuno di Wiktionary
- Old Sundanese 101: Part I—Background di Medium.com