Milenialisme (dari kata Latin millennium, artinya "sahasrawarsa", diimbuhi akhiran -isme) atau Khiliasme (dari padanan Yunaninya, χιλιασμός, khiliasmos) adalah keyakinan yang diajarkan oleh beberapa denominasi agama, bahwasanya akan datang suatu Zaman Gemilang atau akan terwujud suatu Firdaus di muka Bumi menjelang Hari Kiamat, menyongsong kehidupan akhirat yang kekal.

Agama Kristen maupun agama Yahudi telah melahirkan berbagai gerakan mesianis yang mengusung ajaran-ajaran milenialis, misalnya gagasan bahwa Kerajaan Allah tidak lama lagi akan terwujud di muka Bumi. Gerakan-gerakan milenarian tersebut sering kali menimbulkan keresahan masyarakat.[1]

Milenialisme serupa juga terdapat di dalam agama Mazdayasna, yang membagi zaman menjadi sederet sahasrawarsa, tiap sahasrawarsa berakhir dengan mahapralaya dalam wujud kesesatan maupun kehancuran, sampai kedurjanaan dibinasakan dan roh kedurjanaan dimusnahkan untuk terakhir kalinya oleh seorang raja damai nan jaya pada penghujung sahasrawarsa penghabisan. "Lalu Sosyans memurnikan kembali segala makhluk seperti sediakala, maka terjadilah kebangkitan dan kehidupan akhirat" (Zand-i Vohuman Yast 3:62).

Para sarjana sudah pula mengaitkan berbagai gerakan sosial dan politik lainnya, baik yang bersifat agamawi maupun yang bersifat sekuler, dengan metafora-metafora milenialis.

Kristen

Sebagian besar fikrah milenialis Kristen didasarkan atas Kitab Wahyu, khususnya bab ke-20,[2] yang meriwayatkan penglihatan Yohanes akan sosok malaikat yang turun dari langit membawa rantai besar dan anak kunci jurang maut, lalu membelenggu Satan, dan mengurungnya selama satu sahasrawarsa:

Ia menangkap naga, si ular tua itu, yaitu Iblis dan Satan. Dan ia mengikatnya seribu tahun lamanya, lalu melemparkannya ke dalam jurang maut, dan menutup jurang maut itu dan memeteraikannya di atasnya, supaya ia jangan lagi menyesatkan bangsa-bangsa, sebelum berakhir masa seribu tahun itu; kemudian dari pada itu ia akan dilepaskan untuk sedikit waktu lamanya.

— Wahyu 20:2–3[3]

Kitab Wahyu selanjutnya menjabarkan tentang hakim-hakim yang duduk di atas takhtanya masing-masing, serta penglihatan Yohanes akan arwah-arwah manusia yang mati dipancung lantaran kesaksian tentang Yesus dan lantaran menolak tanda binatang. Arwah-arwah itu:

hidup kembali dan memerintah sebagai raja bersama-sama dengan Kristus untuk masa seribu tahun. Tetapi orang-orang mati yang lain tidak bangkit sebelum berakhir masa yang seribu tahun itu. Inilah kebangkitan pertama. Berbahagia dan kuduslah ia, yang mendapat bagian dalam kebangkitan pertama itu. Kematian yang kedua tidak berkuasa lagi atas mereka, tetapi mereka akan menjadi imam-imam Allah dan Kristus, dan mereka akan memerintah sebagai raja bersama-sama dengan Dia, seribu tahun lamanya.

— Revelation 20:4–6[4]

Gereja Perdana

Pramilenialisme

Pada abad-abad permulaan tarikh Masehi, ada berbagai macam bentuk khiliasme (millenialisme) di dalam tubuh Gereja, baik di Gereja Timur maupun di Gereja Barat.[5] Pramilenialisme yang dianut Gereja Perdana disebut "pramilenialisme historis",[6] didukung oleh Papias,[7] Ireneus, Yustinus Martir,[8] Tertulianus,[9] Polikarpus,[10] Pseudo-Barnabas,[11] Metodius, Laktansius,[12] Komodianus,[13] Teofilus,[14] Meliton,[15] Hipolitus dari Roma, Viktorinus dari Pettau,[16][17] Nepos, Yulius Afrikanus, Tasianus[18] dan Montanus.[19] Meskipun demikian, pandangan-pandangan pramilenial Montanus mungkin sekali berdampak terhadap penolakan yang timbul kemudian hari terhadap paham pramilenialisme di dalam Gereja, sementara Montanisme dipandang sebagai bidat.[18]

Amilenialisme

Pada abad ke-2 tarikh Masehi, kaum Alogi (golongan yang menolak semua karya tulis Yohanes) adalah kaum amilenial, demikian pula Kayus pada seperempat pertama abad ke-3.[20] Lantaran terpengaruh ajaran filsafat Plato, Klemens dari Aleksandria dan Origenes mendustakan paham pramilenialisme.[21] Dionisius dari Aleksandria (wafat tahun 264) berpandangan bahwa Kitab Wahyu bukanlah karya tulis Yohanes dan tidak dapat ditafsirkan secara harfiah, ia juga seorang amilenial.[22]

Yustinus Martir (wafat tahun 165), yang cenderung khiliastis dalam berteologi, menyinggung tentang keberagaman pandangan yang beredar di dalam bab ke-80 dari risalahnya, Dialog dengan Trifo Orang Yahudi, sebagai berikut:[23]

"Saya dan banyak orang lain mengusung pendapat ini [pramilennialisme], dam [percaya] bahwa seperti itulah yang akan terjadi, sebagaimana tentunya sudah engkau mafhumi; akan tetapi di lain pihak, perlu saya beritahukan kepadamu bahwa banyak orang yang murni imannya lagi bertakwa, yakni orang-orang Kristen yang sejati, justru berpikir sebaliknya."[23]

Agustinus mula-mula mengamini paham pramilenialisme, tetapi kemudian hari beralih ke amilenialisme, sehingga melejitkan ketenaran paham itu bersama-sama dengan Paus Gregorius Agung.[24][25]

Catholic Encyclopedia memaparkan bahwa para penganjur berbagai akidah Gnostik pada abad ke-2 (yang dicap bidat) juga mendustakan paham milenarianisme.[26]

Reformasi dan sesudahnya

 
Perbandingan tafsir milenial Kristen

Pandangan-pandangan Kristen tentang urut-urutan peristiwa yang bakal terjadi kelak di masa depan menjadi beraneka ragam selepas Reformasi Protestan (sekitar tahun 1517). Pada khususnya, muncul penekanan-penekanan baru terhadap nas-nas Kitab Wahyu yang menyiratkan bahwa Kristus akan datang kembali untuk menghakimi orang-orang hidup dan orang-orang mati, Satan akan dikurung selama seribu tahun, kemudian dilepas ke muka bumi untuk menyulut perang penghabisan melawan Allah dan orang-orang kudus-Nya.[27] Tidak ada kata mufakat maupun pandangan yang jelas di kalangan teolog Katolik dan Ortodoks terdahulu mengenai makna yang sesungguhnya dari nas-nas tersebut (hanya konsep tentang akhir zaman yang datang tanpa disangka-sangka "seperti pencuri pada malam hari", dan konsep tentang "antikristus" sajalah yang dimufakati secara universal). Teori-teori milenialis mencoba menjelaskan seperti apa masa "1000 tahun dibelenggunya Satan" itu jadinya nanti.

Ada berbagai macam paham milenialisme yang muncul terkait eskatologi Kristen, khususnya di lingkungan Kristen Protestan, seperti Pramilenialisme, Pascamilenialisme, dan Amilenialisme. Pramilenialisme dan Pascamilenialisme adalah sebutan untuk beragam pandangan tentang keterkaitan "Kerajaan Seribu Tahun" dengan kedatangan Kristus untuk kedua kalinya.

Pramilenialisme memandang kedatangan Kristus untuk kedua kalinya sebagai peristiwa yang mendahului masa seribu tahun, dan dengan demikian masa seribu tahun menjadi rentang waktu yang memisahkan peristiwa kedatangan kedua dari peristiwa penghakiman terakhir. Menurut pandangan ini, "pemerintahan Kristus" akan terselenggara secara jasmaniah di muka bumi.

Pascamilenialisme memandang kedatangan Kristus untuk kedua kalinya sebagai peristiwa yang terjadi sesudah masa seribu tahun, bertepatan dengan peristiwa penghakiman terakhir. Menurut pandangan ini, "pemerintahan Kristus" (terselenggara sepanjang masa seribu tahun) terwujud secara rohaniah di dalam dan melalui Gereja.

Amilenialisme berpandangan bahwa Kerajaan Seribu Tahun yang diuraikan di dalam nas Wahyu 20ː1-6 sebagai suatu kiasan, dan "pemerintahan Kristus" sekarang ini sedang berjalan di dalam dan melalui Gereja. Oleh karena itu, sekalipun tidak percaya akan adanya suatu pemerintahan selama seribu tahun di masa depan, Amilenialisme berkeyakinan bahwa Langit Baru dan Bumi Baru akan terwujud pada saat Kristus datang untuk kedua kalinya.

Gereja Katolik mengutuk keras milenialisme, sebagaimana tampak pada pernyataan berikut ini:

Tipu daya antikristus sudah mulai nyata di dalam dunia setiap kali pernyataan dimunculkan supaya dimafhumi di dalam sejarah bahwasa harapan akan kedatangan Mesias hanya dapat terkabulkan sesudah tamatnya sejarah melalui penghakiman eskatologis. Gereja malah sudah menolak ragam-ragam modifikasi dari penyemuan kerajaan yang akan datang itu dengan nama milenarianisme, khususnya bentuk politis mesianisme sekuler yang "pada hakikatnya menyimpang".

— Joseph Kardinal Ratzinger, Katekismus Gereja Katolik, 1995[28], hlm. 194

Abad ke-19 dan ke-20

Gerakan Siswa Alkitab

Gerakan Siswa Alkitab adalah gerakan milenialis berlandaskan pandangan-pandangan yang tertuang di dalam buku Rancangan Allah atas Segala Zaman (terbit tahun 1886), jilid pertama dari seri Studi Alkitab yang disusun Pendeta Charles Taze Russell (seri ini masih terus diterbitkan sejak tahun 1927 oleh Asosiasi Siswa-Siswi Alkitab Fajar). Siswa-siswi Alkitabmeyakini bahwa kelak semua orang akan diberi peluang, baik yang hidup di masa silam maupun di masa kini, bukan orang-orang yang sudah menyambut panggilan surgawi, untuk beroleh hidup kekal di muka Bumi pada masa seribu tahun.[29]

Saksi Yehuwa

Saksi-saksi Yehuwa percaya bahwa Kristus akan memerintah dari surga selama seribu tahun selaku raja di muka bumi, dibantu oleh 144.000 insan yang diangkat ke surga.[30]

Gereja Allah Yang Mahakuasa

Denominasi yang juga dikenal dengan nama Kilat dari Timur ini mengajarkan bahwa Zaman Kerajaan Seribu Tahun akan datang sesudah terjadinya rangkaian malapetaka yang dinubuatkan di dalam Kitab Wahyu.[31]

Agama Yahudi

Fikrah milenialis pertama kali mengemuka di dalam sastra apokrip Yahudi dari zaman Haikal Kedua yang penuh dengan gejolak.[32]

Gerschom Scholem mengulik ajaran-ajaran milenialis Yahudi yang muncul pada permulaan zaman modern di dalam bukunya, Sabbatai Sevi, the mystical messiah, yang berfokus pada gerakan abad ke-17 yang mengagung-agungkan Sabetai Sebi (tahun 1626-1676), tokoh yang mengaku-ngaku sebagai Mesias (pada tahun 1648).[33]

Agama Baha'i

Baca juga

Rujukan

  1. ^ Beberapa contohnya disajikan Gerschom Scholem di dalam Sabbatai Sevi, the mystical messiah (London: Routledge, 1973). Buku ini khusus mengulik hal-ihwal segolongan umat Yahudi milenarian yang berbaiat kepada Sabetai Sebi, tetapi di dalam bagian 1 Scholem juga menyajikan beberapa contoh yang sebanding dari kalangan Kristen, misalnya di hlmn. 100–101.
  2. ^ Wahyu 20
  3. ^ Wahyu 20:2–3
  4. ^ Wahyu 20:4–6
  5. ^ "Theology Today – Jld. 53, No. 4 – Januari 1997 – ARTICLE – Paul Tillich and the Millenialist Heritage". 2005-01-03. hlm. 464–476. Diarsipkan dari versi asli tanggal 03 Januari 2005. Diakses tanggal 16 Juni 2023. 
  6. ^ Blomberg, Craig L.; Chung, Sung Wook (2009-02-01). A Case for Historic Premillennialism: An Alternative to "Left Behind" Eschatology (dalam bahasa Inggris). Baker Academic. ISBN 978-1-4412-1056-2 – via Google Books. 
  7. ^ Davies and Allison. A Critical and Exegetical Commentary on the Gospel according to Saint Matthew, Jilid 1, ICC. hlm. 13. 
  8. ^ "Historic Premillennialism". Monergism. Diakses tanggal 26 Februari 2018. 
  9. ^ Chung, Sung Wook; Mathewson, David L. (2018-08-27). Models of Premillennialism (dalam bahasa Inggris). Wipf & Stock Publishers. ISBN 978-1-5326-3769-8 – via Google Books. 
  10. ^ Chung, Sung Wook; Mathewson, David L. (2018-08-27). Models of Premillennialism (dalam bahasa Inggris). Wipf & Stock Publishers. ISBN 978-1-5326-3771-1 – via Google Books. 
  11. ^ "Philip Schaff: ANF01. The Apostolic Fathers with Justin Martyr and Irenaeus – Christian Classics Ethereal Library". www.ccel.org. Volume 2, p. 382. Diakses tanggal 2023-06-16. Di kalangan Bapa Apostolik Barnabas adalah yang pertama dan saru-satunya tokoh yang terang-terangan mengajarkan tentang pemerintahan pra-milenial Kristus di muka bumi. Ia menganggap sejarah penciptaan di dalam kitab-kitab Musa sebagai lambang dari enam zaman berkarya bagi dunia, tiap zaman lamanya seribu tahun, ditambah satu sahasrawarsa istirahat, sebab bersama Allah ‘satu hari sama dengan seribu tahun.’ Sabat milenial di muka bumi akan disusul satu hari kedelapan yang kekal di suatu dunia yang baru, yakni hari yang dilambangkan dengan Hari Tuhan (disebut Barnabas ‘hari kedelapan’) 
  12. ^ Insruct. adv. Gentium Deos, hlmn. 43, 44.
  13. ^ Menurut Encyclopedia of the Early ChurchKomodianus (pertengahan abad ke-3) mengangkat tema masa 7000 tahun, 1000 tahun yang terakhir adalah masa milenium (Instr. II 35, 8 ff.).” M. Simonetti, “Millenarism,” hlm. 560.
  14. ^ Melawan Markion, buku 3, bab 25
  15. ^ Simonetti mengemukakan di dalam Encyclopedia of the Early Church bahwa “kita tahu bahwasanya Melito juga adalah seorang milenarian" mengingat Hieronimus pernah menyebutnya sebagai seorang kilias. M. Simonetti, “Millenarism,” hlm. 560.
  16. ^ Perlu diingat bahwa tokoh ini adalah Viktorinus dari Pettau bukan Markus Piav(v)onius Viktorinus, Kaisar Galia
  17. ^ Di dalam risalahnya Ulasan Kitab Wahyu dan dari fragmen risalah De Fabrica Mundi (bagian dari ulasan Kitab Kejadian). Hieronimus menyebutnya seorang pramilenialis.
  18. ^ a b Foster, K. Neill; Fessenden, David E. (2007-02-01). Essays on Premillennialism: A Modern Reaffirmation of an Ancient Doctrine (dalam bahasa Inggris). Moody Publishers. ISBN 978-1-60066-959-0 – via Google Books. 
  19. ^ Foster, K. Neill; Fessenden, David E. (2007-02-01). Essays on Premillennialism: A Modern Reaffirmation of an Ancient Doctrine (dalam bahasa Inggris). Moody Publishers. ISBN 978-1-60066-959-0 – via Google Books. 
  20. ^ Eusebius, 3.28.1–2
  21. ^ De Principiis, 2.11.2–3
  22. ^ Eusebius, Sejarah Gereja, 7.24.3; 7.25
  23. ^ a b Schaff, Philip. "Philip Schaff: ANF01. The Apostolic Fathers with Justin Martyr and Irenaeus – Christian Classics Ethereal Library". www.ccel.org. Diakses tanggal 2022-11-06. 
  24. ^ Olson, Roger E. (2005). The SCM Press A-Z of Evangelical Theology (dalam bahasa Inggris). Hymns Ancient and Modern Ltd. ISBN 978-0-334-04011-8 – via Google Books. 
  25. ^ G. Folliet, “La typologie du sabbat chez Saint Augustin. Son interpretation millénariste entre 386 et 400 Diarsipkan 2011-07-18 di Wayback Machine.,” REAug 2 (1956):371-90. Dirujuk di dalam David R. Anderson, “The Soteriological Impact of Augustine’s Change From Premillennialism to Amillennialism: Part One,” The Journal of the Grace Evangelical Society, Jld. 15 (Musim Semi 2002), 27. Johannes Quasten juga mengemukakan di dalam tulisannya bahwa "Agustinus “secara singkat mengaku salah sudah menganut paham milenarianisme sesudah mula-mula mengamininya (De civ. Dei 20, 7; Serm 259.2) dengan menjelaskan nas Wahyu 20:1-5 dengan makna alegoris (menganggap kebangkitan rohaniah dari jasad – jasad-jasad nyata meskipun tidak lagi bersifat fana)" (De civ. Dei 22, 1-28).” Johannes Quasten, Patrology, Jld. 4 (Westminster, Maryland: Christian Classics, Inc.), 452.
  26. ^ Kirsch, J.P. disadur oleh Donald J. Boon. Millennium and Millenarianism
  27. ^ Wahyu 20:1–6
  28. ^ Catechism of the Catholic Church. Imprimatur Potest +Joseph Kardinal Ratzinger. Doubleday, New York, 1995, hlm. 194.
  29. ^ Studi Alkitab, Jilid Pertama, Rancangan Allah atas Segala Zaman, Studi IX, "Tebusan dan Silih," hlmn. 149–152
  30. ^ "Who Goes to Heaven?". Saksi-Saksi Yehuwa. Diarsipkan dari versi asli tanggal 29 Mei 2021. Diakses tanggal 19 Juli 2021. 
  31. ^ Dunn, Emily (27 May 2015). Lightning from the East: Heterodoxy and Christianity in Contemporary China. BRILL. ISBN 9789004297258 – via Google Books. 
  32. ^ Bdk: Tabor, James D. (2011). "13: Ancient Jewish and Early Christian Millennialism". Dalam Wessinger, Catherine. The Oxford Handbook of Millennialism. Oxford Handbooks (edisi ke-reprint). New York: Oxford University Press (dipublikasikan tanggal 2016). hlm. 254. ISBN 9780190611941. Diakses tanggal 05 Februari 2019 – via Google Books. Milenialisme, sebagaimana yang berkembang di dalam bentuk-bentuk agama Yahudi yang mulai terbentuk sekitar tahun 200 SM, merupakan suatu tanggapan terhadap permasalahan konseptual yang muncul mendahuluinya maupun terhadap suatu krisis kesejarahan tertentu yang diakibatkan oleh program Helenisasi yang diprakarsai penguasa berkebangsaan Makedonia, Antiokhus IV (bertakhta tahun 175–164 SM), salah seorang penerus Aleksander Agung (tahun 256–323 SM), yang menaklukkan Suriah-Palestina pada tahun 332 SM. 
  33. ^ Gerschom Scholem, Sabbatai Sevi, the mystical messiah (London: Routledge, 1973). Scholem juga menyajikan contoh-contoh gerakan milenialis Yahudi lainnya.

Kepustakaan

Pranala luar