Igor Tamerlan

Revisi sejak 20 Oktober 2024 01.51 oleh DayakSibiriak (bicara | kontrib) (Lagu: kat)
(beda) ← Revisi sebelumnya | Revisi terkini (beda) | Revisi selanjutnya → (beda)

Igor Tamerlan Djoehana Wiradikarta (8 September 1954 – 17 Januari 2018, lebih dikenal dengan nama Igor Tamerlan) adalah seorang pemusik dan penyanyi Indonesia. Ia juga adalah salah satu cucu dari Prof. Dr Djoehana Wiradikarta.

Igor Tamerlan
Igor Tamerlan sedang merekam di rumahnya di Rue de la Goutte d'Or di Paris pada tahun 1980-an
LahirIgor Tamerlan Djoehana Wiradikarta
(1954-09-08)8 September 1954
Den Haag, Belanda
Meninggal17 Januari 2018(2018-01-17) (umur 63)
Yogyakarta, Indonesia
PekerjaanPemusik, penyanyi
AnakPutu Enisar Enanda

Riwayat hidup

Igor lahir tanggal 8 September 1954 di Den Haag, Belanda. Sebetulnya orang tuanya tinggal di Paris, Perancis. Kebetulan saat itu kakeknya yang satu lagi, Dr Soewandi Mangkoedipoero, tinggal di Den Haag dan bekerja sebagai ahli bedah di salah satu rumah sakit. Dia diberi nama "Igor" dari komponis Rusia Igor Stravinsky dan dari opera Pangeran Igor oleh komponis Rusia Aleksandr Borodin, dan nama "Tamerlan" dari penguasa Turki-Mongol Timur Lenk. Ayahnya saat itu kuliah di universitas terkenal Sorbonne di Paris. Ibunya seorang pianis lulusan Trinity College of Music di London, Inggeris.

Tahun 1958 keluarga Igor pulang ke Indonesia. Saat itulah dia belajar bahasa Indonesia. Orang tuanya berpendidikan dan berbahasa Belanda, tapi bahasa keluarga adalah Perancis, sesuai negara di mana mereka tinggal.

Tahun 1961 keluarga balik ke Prancis dan tinggal di Châtillon, Hauts-de-Seine, di sebelah selatan Paris. Igor mulai pendidikannya di sekolah pemerintah. Waktu masih di sekolah dasar dia mulai belajar solfège.

Tahun 1966 dia masuk asrama swasta École Saint-Martin-de-France, Pontoise, di sebelah utara Paris. Tahun 1969 dengan uang sakunya dia membeli sebuah drum set bekas saat berlibur di Belanda, yang kemudian dia bawa ke asrama. Saint-Martin memang diurus pastor dari ordo Serikat Oratorian Neri yang khusus mengabdikan diri ke pendidikan anak-anak dan sangat terbuka untuk hal-hal yang dianggap bermanfaat untuk pendidikan dan perkembangan si anak. Di Saint-Martin dia membentuk band dengan tiga temannya, seorang anak Indonesia dan dua anak Prancis.

Selulus SMA tahun 1973, dia masuk Institut d'études politiques de Paris ("Institut Ilmu Politik Paris") tapi kurang betah dan keluar. Tahun 1974 dia masuk École nationale supérieure d'architecture de Paris-La Villette.

Sejajar dengan kuliah arsitekturnya, Igor mulai menulis lagu dan menggubah musik. Walau dia sendiri tidak pernah mendapat pendidikan formal di bidang piano, karena ibunya seorang pianis, dia menggubah musiknya dengan menggunakan sebuah piano. Tahun 1981 album pertamanya, "Langkah Pertama", keluar di Indonesia.

Selesai tahun 1986, dia meninggalkan Prancis dengan rencana menetap di Indonesia, tepatnya di Bali. Tahun 1991 keluar hitnya "Bali Vanilli".

Tahun 1994 Igor masuk bidang baru. Dia mulai membuat video clip, termasuk untuk lagu "Yogyakarta" karya KLa Project dan "Ku Ingin" oleh Utha Likumahuwa.

Igor tidak berhenti berkreasi. Antara lain dia menciptakan video animasi 3 dimensi, termasuk tokoh pemain band yang dia beri nama "Wayang Orang Hutan".

Di awal tahun 2010-an Igor meninggalkan Bali dan mencoba menetap di Bandung, kota asal kakeknya, Prof. Dr Djoehana Wiradikarta, dan tinggal di rumah milik Toeti Heraty, teman akrab ayahnya. Akhirnya dia pindah ke Yogyakarta dan tinggal di rumah milik keluarga Soedarpo Sastrosatomo.

Igor meninggal tanggal 17 Januari 2018 di Yogyakarta.[1]

Karya

Igor berasal dari tiga suku, sesuatu yang langka saat dia lahir. Ayahnya berdarah Sunda dan Minang, sedangkan ibunya berdarah Jawa dan Sunda. Kedua kakeknya dokter lulusan STOVIA (School tot Opleiding van Indische Artsen) di masa Hindia Belanda dan oleh pemerintah kolonial memang ditugaskan di luar daerah asal mereka, sehingga menikah dengan wanita dari suku yang berbeda. Jati diri Igor tidak bisa disamakan dengan satu suku tertentu.

Igor besar dalam keluarga yang menghargai kebudayaan, baik Indonesia maupun Barat. Ayahnya, Akbar Djoehana, adalah sepupu Chairil Anwar dan sempat menjadi penyair di masa Revolusi. Ibunya, Tati Soewandi, di samping berpendidikan sebagai pianis, juga sempat kuliah ballet modern di Schola Cantorum de Paris dan di masa kecil belajar tarian Jawa, Sunda dan Bali.

Igor besar dan sekolah di Prancis, salah satu pusat kebudayaan utama di Barat untuk sastra, falsafah, ilmu pengetahuan. Dari pendidikannya di Prancis dia memperoleh pengetahuan dan wawasan yang luas.

Igor tentu mengikuti perkembangan musik Barat. Pada tahun 1970-an reggae mulai populer, kemudian ska. Dia terdorong untuk menciptakan musik Indonesia dengan dua gaya tersebut. Lahirlah albumnya yang pertama, berjudul Langkah Pertama (1981).

Latar belakang dwikebudayaannya mendorong Igor untuk juga menciptakan musik dan lagu Indonesia modern dengan unsur gamelan. Hal ini tercerminkan terutama dalam lagunya "Bali Vanilli" (1991).

Tahun 1993, dalam wawancara mengenai hubungan antara musik dan pelaku bisnis, Igor mengucapkan beberapa kata off the record yang dijadikan judul berupa "pernyataan perang" ke distribusi kaset musik.

Boleh dikatakan Igor merupakan seorang visioner dan pelopor di ajang musik Indonesia.[2]

Di samping itu, dari pendidikannya di Prancis, Igor mengilhami pikiran kritis yang terungkapkan dalam lirik lagunya.

Lagu terakhir yang Igor ciptakan, tapi belum sempat direkam, berjudul Demain, dès l'aube... ("Besok, begitu fajar menyingsing") dan adalah sajak penyair asal Prancis Victor Hugo yang berupa kata-kata sang penyair kepada anaknya Léopoldine yang sudah meninggal, di mana dia menjelaskan bagaimana dia akan mengunjung makamnya. Lagu ini digubah bulan Juni 2017.

Catatan

  1. ^ Pencipta Bali Vanilli Tutup Usia Jayakarta News, 22 Januari 2018
  2. ^ Alfred Pasifico, "Igor Tamerlan: Antara Bali kembali dan eksploitasi", akarumput.com, 1 Desember 2011

Diskografi

Album

  • Langkah Pertama

Lagu