Propaganda kartografi
Propaganda kartografi merujuk pada peta yang dibuat bukan hanya untuk menggambarkan suatu wilayah secara objektif, tetapi dengan tujuan untuk mempengaruhi pandangan atau opini publik. Peta ini bisa saja diubah atau diputarbalikkan faktanya, atau dibuat dengan sudut pandang tertentu untuk mempengaruhi cara individu berpikir. [1] Meskipun peta dianggap sebagai representasi nyata dari suatu wilayah, pada kenyataannya peta sering kali dipengaruhi oleh perspektif pembuatnya, karena kartografi adalah produk yang subjektif dan dipengaruhi oleh pandangan manusia. Sebagian melihat kartografi sebagai industri yang mengemas dan memasarkan pengetahuan spasial [2] maupun sebagai alat komunikasi yang terdistorsi oleh subjektivitas manusia. [3]
Propaganda kartografis menjadi efektif karena peta dipandang sebagai representasi yang objektif dari kenyataan sebenarnya, sehingga jarang ada yang menyadari bahwa peta itu bisa jadi merupakan model yang terdistorsi, mengandung informasi yang tidak sepenuhnya benar dan tidak menggambarkan kenyataan secara akurat.[4] Karena istilah propaganda saat ini merujuk kepada konotasi negatif, beberapa pihak menyebutnya dengan kartografi persuasif atau persuasive cartography, yaitu peta yang dibuat untuk mempengaruhi pandangan atau keyakinan, bukan hanya untuk menyampaikan informasi geografis.[5]
Sejarah
Peta T-O sebagai Propaganda Sejarah
Pada Abad Pertengahan, peta T-O digunakan sebagai bentuk propaganda kartografis yang mencerminkan pandangan dunia berdasarkan agama dan kepercayaan Eropa. Peta ini menggambarkan dunia sebagai tiga bagian utama yang dipisahkan oleh garis berbentuk "T", dengan Jerusalem berada di tengah. T-O berasal dari bentuk peta ini yang melambangkan dunia terpisah menjadi tiga bagian: Asia, Eropa, dan Afrika, dengan wilayah yang dikenal oleh orang Eropa pada saat itu. Ini bukanlah representasi geografis yang akurat, melainkan sebuah cara untuk menunjukkan dominasi agama Kristen dan pandangan dunia yang berpusat pada Eropa. Peta semacam ini lebih sering digunakan untuk tujuan simbolik dan religius, daripada untuk memberikan informasi geografis yang akurat.[6]
Renaissance dan Penggunaan Peta
Pada masa Renaisans, penggunaan peta mulai meluas. Di Italia, misalnya, peta digunakan untuk tujuan militer dan strategi, seperti merencanakan benteng, kanal, dan saluran air. Kompetisi antar negara kota di Italia, seperti Venesia, Florence, dan Milan menyebabkan kesadaran akan pentingnya peta dalam perencanaan militer dan pengelolaan sumber daya. Penggunaan peta pada periode ini juga berhubungan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan keinginan untuk merepresentasikan dunia secara lebih objektif. Dengan semakin berkembangnya teknologi dan pemahaman tentang geografi, peta mulai digunakan untuk tujuan politik, budaya, dan strategis, dengan tujuan utamanya mempengaruhi opini publik dan memperkuat kekuasaan politik, baik dalam konteks militer maupun sipil.[7]
Perkembangan Propaganda Kartografis di Jerman Pada periode antar-perang, terutama dengan munculnya rezim Nazi, penggunaan peta sebagai alat propaganda semakin intensif. Peta mulai digunakan sebagai instrumen untuk menyebarkan ideologi negara dan memperkuat citra kekuasaan.[8] Dalam konteks Nazi, peta berfungsi sebagai kartografi sugestif, di mana peta tidak hanya menggambarkan lokasi fisik, tetapi juga menciptakan narasi tentang kekuatan dan ancaman yang hadir dalam dunia nyata. Propagandis Jerman memanfaatkan peta untuk menggambarkan kondisi Jerman sebagai bangsa yang kuat dan mulia, serta menggambarkan musuh-musuh mereka, terutama Sekutu, dalam cara yang merendahkan atau mengancam.[9]
Tiga kategori utama peta propaganda yang digunakan oleh mesin propaganda Nazi adalah:
- Peta yang menggambarkan kondisi Jerman: Peta-peta ini menggambarkan Jerman sebagai bangsa yang unggul, sering kali memperbesar wilayahnya atau menggambarkan sejarahnya yang penuh kejayaan.
- Peta yang mempengaruhi moral Sekutu: Peta-peta ini dirancang untuk merusak moral Sekutu dengan menggambarkan ancaman secara psikologis. Peta-peta ini sering kali memanfaatkan teknik visual yang menakutkan, seperti memperbesar ancaman atau menggambarkan dunia dengan cara yang membuatnya tampak sangat terancam oleh kebangkitan Nazi.
- Peta sebagai cetak biru dunia pasca-perang: Peta-peta ini digunakan untuk menunjukkan visi Nazi tentang dunia pasca-perang yang akan dikuasai oleh Jerman, sering kali dengan menampilkan wilayah yang luas dan membentuk dunia sesuai dengan tujuan politik mereka.[10]
Pada masa Nazi dan Perang Dunia II, peta digunakan untuk menyebarkan propaganda yang mendukung rezim tersebut. Ada tiga kategori utama peta propaganda yang digunakan: yaitu untuk menggambarkan kondisi Jerman, memengaruhi moral Sekutu (terutama dengan cara menggambarkan ancaman secara psikologis) dan merancang dunia pasca-perang sesuai dengan visi Nazi.
Perang Dingin dan Penggunaan Peta oleh AS
Setelah Perang Dunia II, terutama selama Perang Dingin, peta terus digunakan sebagai alat propaganda. Peta yang dibuat oleh para kartografer Amerika Serikat, misalnya, dimodifikasi untuk menggambarkan Uni Soviet lebih besar dari yang sebenarnya, sehingga memberi kesan bahwa negara itu lebih berbahaya Salah satu contoh paling mencolok adalah edisi Time tanggal 1 April 1946, yang menerbitkan peta berjudul "Penularan Komunis" atau Communist Contagion yang menggambarkan ancaman komunis dari Uni Soviet. Pada peta ini, kekuatan Uni Soviet digambarkan lebih besar karena pemisahan wilayah Eropa dan Asia, menciptakan kesan bahwa Uni Soviet lebih dominan. Selain itu, peta ini menggunakan warna merah terang—yang biasa diasosiasikan dengan bahaya dan komunisme—untuk mempertegas ancaman tersebut. Negara-negara tetangga dikategorikan dengan bahasa yang berhubungan dengan penyakit, seperti "dikarantina", "terinfeksi", atau "terpapar", yang menambah kesan bahwa negara-negara ini mengancam.[11][12]
Peta Propaganda di Perang Dingin
Pada periode ini, peta juga digunakan untuk menggambarkan ancaman dalam konteks global. Misalnya, peta yang menunjukkan posisi roket menggunakan proyeksi azimut kutub dengan Kutub Utara di tengah, yang memberi kesan bahwa jarak antara negara-negara yang terlibat dalam Perang Dingin sangat dekat, memperburuk ketegangan dan ketakutan.Selama periode Perang Dingin, peta-peta skala kecil sering digunakan untuk menciptakan kesan bahwa bahaya itu dekat. Misalnya, beberapa peta dibuat untuk menunjukkan bahwa Vietnam terletak sangat dekat dengan Singapura dan Australia, atau bahwa Afghanistan sangat dekat dengan Samudra Hindia. Demikian pula, peta yang menggambarkan posisi roket sering menggunakan proyeksi azimuth kutub dengan Kutub Utara di pusatnya, yang menciptakan persepsi bahwa jarak antar negara-negara yang berseberangan dalam Perang Dingin, seperti Uni Soviet dan AS, sangat dekat.[13]
Metode
Skala, proyeksi peta, dan simbolisasi merupakan karakteristik kartografi yang dapat diterapkan secara selektif sehingga akan mengubah peta menjadi propaganda kartografi.
Skala dan generalisasi
Skala digunakan untuk menghubungkan jarak karena peta biasanya lebih kecil dari area yang diwakilinya. Karena perlunya skala, kartografer sering menggunakan generalisasi peta sebagai cara untuk memastikan kejelasan. Ukuran skala memengaruhi penggunaan generalisasi; skala yang lebih kecil memaksakan tingkat generalisasi yang lebih tinggi.
Ada dua jenis generalisasi peta: geometris dan konten.
Metode generalisasi geometri berfokus pada perubahan bentuk atau representasi spasial elemen-elemen peta, dan meliputi beberapa teknik seperti seleksi, penyederhanaan, perpindahan, penghalusan, dan peningkatan. Teknik-teknik ini bertujuan untuk memudahkan pemahaman dan mengurangi kompleksitas peta dengan mengubah elemen-elemen geometri tanpa mengubah makna atau fungsi peta secara keseluruhan.
Generalisasi konten, di sisi lain, bertujuan untuk meningkatkan kejelasan tujuan atau makna peta dengan menyaring detail yang tidak relevan dengan fungsi atau tema peta. Proses ini melibatkan dua elemen penting: seleksi dan klasifikasi. Seleksi berfungsi untuk mengurangi informasi yang tidak perlu, sementara klasifikasi adalah pemilihan fitur yang relevan dan penting untuk tema peta, yang memungkinkan peta menonjolkan informasi yang paling krusial bagi pengguna.
Proyeksi peta
Proyeksi peta adalah metode untuk menyajikan permukaan bumi yang melengkung dan berdimensi tiga ke dalam bidang datar berdimensi dua. Proyeksi ini, meskipun mempertahankan skala tertentu, akan menyebabkan distorsi dalam bentuk, ukuran, jarak, atau arah, karena peralihan dari permukaan melengkung ke permukaan datar. Akibatnya, peta datar, meskipun skala tetap, dapat memperpanjang beberapa jarak dan memperpendek yang lain, serta mengubah skala antara satu titik dan titik lainnya.
Pemilihan proyeksi peta memengaruhi berbagai aspek peta, seperti ukuran, bentuk, jarak, dan/atau arah. Dalam konteks propaganda kartografi, proyeksi peta sering dimanfaatkan untuk menciptakan distorsi yang mendukung tujuan ideologis tertentu, misalnya dengan memperbesar area kecil atau memperkecil area besar untuk menciptakan kesan yang lebih dramatis atau menguntungkan.
Serangan Arno Peters terhadap Proyeksi Mercator pada tahun 1972 adalah contoh penting tentang bagaimana proyeksi peta dapat bersifat subjektif. Peters berargumen bahwa Proyeksi Mercator, yang sangat populer, adalah proyeksi etnosentris, karena cenderung memperbesar wilayah-wilayah di dekat kutub, seperti Eropa dan Amerika Utara, sehingga memberikan kesan dominasi atau superioritas terhadap wilayah-wilayah lain, terutama di belahan dunia selatan. Kritik ini mengangkat kesadaran akan dampak ideologis dan budaya dari pilihan proyeksi peta.
Simbolisasi
Simbol digunakan dalam peta untuk melengkapi skala dan proyeksi peta dengan membuat fitur, tempat, dan informasi lokasi lain yang terwakili pada peta menjadi terlihat. Karena simbolisasi peta menggambarkan dan membedakan fitur dan tempat, "simbol peta berfungsi sebagai kode geografis untuk menyimpan dan mengambil data dalam kerangka geografis dua dimensi." [14] Simbolisasi peta memberi tahu pembaca peta apa yang relevan dan apa yang tidak. Akibatnya, pemilihan simbol dapat dilakukan secara subjektif dan dengan maksud propaganda.
Tema sejarah
Peta merupakan simbol negara dan telah digunakan sepanjang sejarah sebagai simbol kekuatan dan kebangsaan. Sebagai sebuah simbol, peta telah melayani banyak tujuan negara termasuk pelaksanaan kekuasaan, legitimasi kekuasaan, penegasan persatuan nasional, dan bahkan digunakan untuk mobilisasi perang.
Kekuasaan kekaisaran di Eropa abad pertengahan dan renaisans
Propaganda kartografi di Eropa Abad Pertengahan lebih menekankan pada emosi daripada akal sehat dan sering kali mencerminkan prestise suatu kekaisaran.
Peta Dunia Fra Mauro (1450) dimaksudkan untuk dipajang di Venesia dan menunjukkan penemuan Portugis di Afrika dan menekankan prestasi Marco Polo. Perusahaan Hindia Timur yang terhormat memesan pembuatan salinan pada tahun 1804, yang menyiratkan bahwa perusahaan tersebut mengikuti jejak kekaisaran Portugis. [15]
“The Americas” (1562) diciptakan oleh Diego Gutiérrez dan berfungsi sebagai perayaan yang kuat atas Kekaisaran Dunia Baru Spanyol. [16] Dalam peta ini, Raja Philip II digambarkan sedang menunggangi kereta perang di tengah Samudra Atlantik yang bergolak; ilustrasi ini mengingatkan kita pada Dewa Romawi Neptunus. Referensi seperti ini dimaksudkan untuk memperkuat citra Spanyol di Eropa dan klaimnya atas Amerika.
Para penguasa Eropa sering kali mencoba mengintimidasi utusan yang berkunjung dengan menunjukkan peta wilayah dan benteng milik penguasa mereka, dengan maksud bahwa peta negara asal duta besar tersebut juga akan ditaklukkan. Misalnya saja pada tahun 1527, pada saat perayaan kedatangan duta besar Perancis di Inggris, peta yang menggambarkan pemandangan udara kota-kota Perancis yang berhasil dikepung oleh Inggris menghiasi dinding paviliun Greenwich yang dibangun khusus untuk kunjungan duta besar tersebut. [17]
Melegitimasi kekuasaan kolonial
Kekuatan kolonial Eropa menggunakan peta sebagai alat intelektual untuk melegitimasi penaklukan teritorial. Atlas Sejarah Modern Cambridge karya Ramsay Muir (Cambridge, 1912) menyusun pilihan kemenangan kekaisaran yang ia tampilkan di Atlas tersebut. [18]
Pada masa kolonial, peta digunakan sebagai alat untuk mengatur dan memberi peringkat wilayah dunia berdasarkan dominasi kekuatan Eropa. Salah satu contoh penting adalah karya Edward Quin dalam Historical Atlas in a Series of Maps of the World (London, 1830), di mana ia menggunakan warna untuk menggambarkan peradaban di seluruh dunia. Dalam pengantar atlasnya, Quin menulis, “kami telah meliput hal yang sama di semua periode dengan bayangan zaitun datar... negara-negara biadab dan tidak beradab seperti wilayah pedalaman Afrika saat ini.”
Pernyataan ini mencerminkan pandangan etnosentris yang lazim pada masa itu, di mana wilayah-wilayah di luar Eropa—khususnya Afrika dan Asia—sering digambarkan sebagai "belum beradab" atau "biadab," untuk membenarkan kolonialisasi dan eksploitasi oleh kekuatan Eropa. Penggunaan peta semacam ini menunjukkan bagaimana peta tidak hanya berfungsi sebagai alat geografi, tetapi juga sebagai sarana propaganda yang memperkuat hierarki peradaban menurut perspektif kolonial Eropa.
Menegaskan persatuan nasional
Peta gambaran umum tunggal dari keseluruhan negara sering digunakan sebagai alat untuk menegaskan persatuan nasional. Salah satu contoh awal adalah atlas nasional yang dibuat pada masa pemerintahan Elizabeth I di Inggris. Atlas ini menggabungkan peta-peta dari berbagai daerah di Inggris, yang pada gilirannya menegaskan kesatuan politik dan teritorial negara di bawah pemerintahan Elizabeth. Peta semacam ini berfungsi untuk memperkuat identitas nasional dan menyatukan berbagai wilayah yang sebelumnya mungkin memiliki identitas lokal yang kuat.
Beberapa dekade setelah itu, Henry VI dari Prancis juga merayakan penyatuan kembali kerajaannya melalui pembuatan atlas yang dikenal dengan nama "Le Theatre Francoys". Atlas ini memuat ukiran-ukiran yang mengesankan, yang tidak hanya menggambarkan peta wilayah Prancis tetapi juga secara simbolis menyatakan kejayaan raja dan kerajaannya. Peta dalam atlas ini berfungsi sebagai alat propaganda yang memperlihatkan kebesaran dan legitimasi kekuasaan monarki, serta mengukuhkan identitas nasional Prancis di bawah pemerintahan Henry VI.
Namun, klaim bahwa Henry VI dari Prancis membuat atlas "Le Theatre Francoys" perlu diklarifikasi. "Le Theatre Francoys" lebih sering dikaitkan dengan Claude Chastillon pada abad ke-16, bukan dengan Henry VI pada abad ke-15. Meskipun begitu, konsep pembuatan atlas untuk merayakan kesatuan dan kejayaan kerajaan tetap relevan dalam konteks ini, karena pada masa itu, peta sering digunakan sebagai alat untuk menegaskan kekuatan dan identitas nasional suatu negara.
Penggunaan politik pada abad ke-19 dan ke-20
Pada akhir abad kesembilan belas dan kedua puluh, potensi politik bentuk kartografi mulai digunakan secara lebih luas dan mulai digunakan untuk tujuan propaganda yang lebih terang-terangan. Peta dan bola dunia dapat digunakan sebagai simbol gagasan abstrak karena keduanya sudah dikenal oleh masyarakat luas dan mengandung makna emosional. [19] Peta sering kali dimasukkan sebagai elemen simbolis dalam desain yang lebih besar atau digunakan untuk menyediakan kerangka visual tempat skenario dimainkan. [19]
Fred W. Rose membuat dua poster propaganda yang menggambarkan pemilihan umum Inggris pada tahun 1880 di mana ia menggunakan peta Inggris, "Peta Komik Kepulauan Inggris yang menunjukkan Situasi Politik pada tahun 1880" dan "Penggulingan Yang Mulia Raja Jingo I: Peta Situasi Politik pada tahun 1880 oleh Nemesis". Ia juga merupakan pencipta "Angling in troubled waters" tahun 1899.
Membujuk selama Perang Dunia I dan II
Propaganda kartografi selama Perang Dunia I dan Perang Dunia II digunakan untuk memobilisasi dan mempolarize masyarakat dengan menggambarkan negara-negara musuh sebagai ancaman yang perlu dilawan. Salah satu contoh awal adalah "Peta perang Serio-komik tahun 1877" karya Fred Rose, yang menggambarkan Kekaisaran Rusia sebagai gurita yang merentangkan tentakelnya untuk merebut kendali di Eropa. Peta ini bertujuan untuk menumbuhkan rasa ketidakpercayaan terhadap Rusia di kalangan masyarakat Eropa.
Konsep serupa digunakan lagi pada tahun 1917 selama Perang Dunia I, ketika Prancis memesan pembuatan peta yang menggambarkan Prusia sebagai gurita, menekankan ancaman ekspansionis yang dianggap berasal dari Jerman.
Pada tahun 1942, peta serupa kembali muncul dalam propaganda Vichy Prancis. Kali ini, Winston Churchill digambarkan sebagai gurita berwajah hijau, berbibir merah, dan merokok cerutu, simbolisasi dari kekuatan jahat yang berusaha menguasai Afrika dan Timur Tengah. Penggambaran ini dimaksudkan untuk mempertahankan moral warga negara Prancis di tengah perang dan untuk menggambarkan Inggris sebagai musuh yang berbahaya, serupa dengan ancaman gurita yang harus dihentikan.
Sasaran
Persuasi politik sering kali menyangkut klaim teritorial, kebangsaan, kebanggaan nasional, perbatasan, posisi strategis, penaklukan, serangan, pergerakan pasukan, pertahanan, lingkup pengaruh, ketidaksetaraan regional, dll. Tujuan propaganda kartografi adalah untuk membentuk pesan peta dengan menekankan fitur pendukung sambil menekan informasi yang bertentangan. Propaganda kartografi yang berhasil ditujukan kepada suatu audiens.
Kepemimpinan politik
Sebelum AS terlibat dalam Perang Dunia II, Presiden AS Franklin D. Roosevelt memiliki peta Jerman mengenai Amerika Tengah dan Selatan yang menggambarkan semua republik Amerika Latin yang direduksi menjadi "lima negara bawahan". ... membawa seluruh benua di bawah dominasi mereka [Nazi]." [20] FDR memandang hal ini sebagai ancaman terbuka terhadap "garis hidup besar kita, Terusan Panama " dan karena itu berarti bahwa "desain Nazi tidak hanya ditujukan terhadap Amerika Selatan, tetapi juga terhadap AS." [20] Peta ini tidak diragukan lagi merupakan propaganda, namun target audiensnya bisa saja adalah publik Jerman atau Amerika. Peta ini pertama kali ditemukan oleh orang Inggris dan kemudian menarik perhatian FDR. Meskipun Berlin mengklaim bahwa peta tersebut palsu, asal usul peta tersebut masih belum diketahui. [20]
Beberapa peta Nazi dibuat sebagai upaya untuk mengalihkan simpati Sekutu dari negara netral . Peta Nazi, "A Study in Empires" membandingkan ukuran Jerman (264.300 mil persegi) dengan ukuran Kekaisaran Inggris (13.320.854 mil persegi) untuk menyatakan bahwa Jerman tidak mungkin menjadi agresor karena ukurannya jauh lebih kecil daripada negara Sekutu.
Rezim Nazi juga menggunakan peta untuk membujuk Amerika Serikat agar tetap netral selama Perang Dunia II dengan menyanjung isolasionisme dan militerisme Doktrin Monroe . "Spheres of Influence", yang diciptakan dan diterbitkan pada tahun 1941, menggunakan garis-garis tebal yang ditarik mengelilingi bagian-bagian dunia untuk mengirimkan pesan yang jelas kepada warga Amerika: tetaplah berada di belahan bumi Anda sendiri dan jangan ikut campur dalam Eropa. [21]
Kepemimpinan militer
Propaganda kartografi dapat digunakan untuk menyesatkan musuh dan militernya dengan mendistorsi peta dan informasi yang dikandungnya yang digunakan dalam perencanaan strategis militer.
Pada tahun 1958, Uni Soviet meluncurkan Kebijakan Distorsi Peta Soviet yang menyebabkan penipisan dan distorsi detail di semua peta yang tidak diklasifikasikan. [22] Kemudian pada tahun 1988, kepala kartografer Uni Soviet, Viktor R. Yashchenko, mengakui bahwa peta Soviet telah dipalsukan selama hampir 50 tahun. [23] Uni Soviet secara sengaja memalsukan hampir semua peta publik negara tersebut, dengan meletakkan jalan di tempat yang salah, mendistorsi batas wilayah, dan menghilangkan fitur geografis. [23] Ini adalah perintah yang dijalankan oleh polisi rahasia Soviet. Para pakar Barat mengatakan peta tersebut diubah karena ketakutan terhadap serangan udara atau operasi intelijen asing. [23]
Referendum
Peta sering digunakan untuk membujuk pemilih agar memilih arah tertentu dalam referendum dan paling efektif ketika menggambarkan isu yang sangat emosional. Contoh terkini adalah peta yang dihasilkan oleh kampanye Vote Leave untuk Brexit, yang bertujuan untuk meyakinkan pemilih tentang kerentanan Inggris terhadap imigrasi tak terkendali dari Timur Tengah setelah skenario peningkatan perluasan UE. Penggunaan perangkat grafis, seperti penggunaan panah merah tebal untuk menunjukkan ancaman invasi, mengomunikasikan rasa takut dan mendukung tema perebutan kembali kendali perbatasan. [24]
Rakyat
Propaganda kartografi selama Perang Dingin sering kali membangkitkan rasa takut massa. Selama periode Perang Dingin, peta “kita” versus “mereka” dibuat untuk menekankan ancaman yang ditimbulkan oleh Uni Soviet dan sekutunya. [25]
RM Chapin Jr. menciptakan peta, "Eropa Dari Moskow", pada tahun 1952. Peta ini digambar dari perspektif yang berbeda, dari Moskow yang menghadap ke arah Eropa sehingga memudahkan pembaca peta untuk membayangkan pasukan (merah) menyapu seluruh Eropa Barat. [25]
Ruang Kelas
Peta ruang sekolah Adolf Hitler yang berjudul "Deutschland" pada tahun 1935 menunjukkan semua wilayah berbahasa Jerman di sekitar Jerman tanpa batas, dan mengklaimnya sebagai bagian dari Reich . Hal ini memberi kesan bahwa Reich meluas hingga ke Austria dan wilayah berbahasa Jerman di Polandia, Cekoslowakia, dan bahkan Prancis. [26]
M. Tomasik menciptakan "Peta Bergambar Rusia Eropa" (yang diterbitkan di Warsawa pada tahun 1896 dan 1903) yang membangkitkan gambaran Utopia di Rusia. Peta ini ditujukan untuk dipajang di sekolah-sekolah Polandia dan dimaksudkan untuk menyentuh emosi para guru secara langsung dan (melalui mereka) menyentuh emosi mereka yang mereka ajar. Peta tersebut menggambarkan Rusia sebagai negara yang kaya akan sumber daya alam dan gagal menyebutkan bencana kelaparan yang terjadi lima tahun sebelumnya (1891-5) yang mengakibatkan setengah juta orang meninggal. [27] Peta ini juga menyampaikan pesan persatuan Rusia; provinsi-provinsi di negara tersebut ditunjukkan saling terhubung oleh jaringan kereta api baru dan berkontribusi terhadap kesejahteraan negara. [27]
Sengketa perbatasan
Kesalahan penafsiran batas negara yang disengaja oleh negara-negara dalam sengketa perbatasan terkadang disebut "agresi kartografi". Misalnya saja, baik Tiongkok maupun India berupaya mengatasi kurangnya perjanjian atau batas wilayah yang disepakati dalam sengketa perbatasan Tiongkok-India dengan menerbitkan peta resmi yang menunjukkan batas wilayah yang melampaui wilayah kekuasaan masing-masing negara menjelang Perang Tiongkok-India tahun 1962. [28]
Peta Libya dikeluarkan sekitar tahun 1969 yang menunjukkan Jalur Aouzou, yang saat itu diperebutkan dengan Chad, sebagai bagian dari Libya. Perselisihan ini, yang berujung pada perang berkepanjangan antara kedua negara, kemudian diselesaikan oleh Mahkamah Internasional pada tahun 1994 yang memberikan seluruh wilayah tersebut kepada Chad.
Dalam persiapan invasi Kuwait, peta Irak dikeluarkan sekitar tahun 1990 yang menunjukkan Kuwait sebagai provinsi Irak.
Pada akhir 2012, China mulai mengeluarkan paspor yang menampilkan peta yang menunjukkan Aksai Chin, bagian dari Arunachal Pradesh, dan bagian yang diperdebatkan dari bagian yang diperdalih dari Laut Cina Selatan sebagai bagian dari China. Sebagai tanggapan, pejabat imigrasi di India, Vietnam, dan Filipina bereaksi dengan mengadopsi kebijakan memasukkan formulir dan peta mereka sendiri ke dalam dokumen perjalanan pengunjung Cina.[29]
Lihat juga
Referensi
- ^ Tyner, Judith A. (1982-07-01). "Persuasive cartography". Journal of Geography. 81 (4): 140–144. doi:10.1080/00221348208980868. ISSN 0022-1341.
- ^ Sorrell, P.E. (December 1981). "Cartography: A manufacturing industry concerned with the Processing, Transformation, Packaging and Transportation of Spatial Data". The Cartographic Journal. 18 (2): 84–90. doi:10.1179/caj.1981.18.2.84.
- ^ Wood, Michael (December 1972). "Human Factors in Cartographic Communication". The Cartographic Journal. 9 (2): 123–132. doi:10.1179/caj.1972.9.2.123.
- ^ Boardman, David (1983). Graphicacy and Geography Teaching. London: Croom Helm. hlm. 129.
- ^ Mode, PJ. "Persuasive Cartography". The PJ Mode Collection. Cornell University Library. Diakses tanggal 22 September 2015.
- ^ Mulyadi, Ujang (2018-03-15). "Kehadiran Peta Model "T-O" dalam Sejarah Peta Dunia - Museum Nasional Indonesia". Diakses tanggal 2024-12-21.
- ^ Barber, Peter; Harper, Tom (2010). Magnificent maps: power, propaganda and art. London: The British Library. ISBN 978-0-7123-5093-8.
- ^ Boria, Edoardo (2008-05-20). "Geopolitical Maps: A Sketch History of a Neglected Trend in Cartography". Geopolitics. 13 (2): 278–308. doi:10.1080/14650040801991522. ISSN 1465-0045.
- ^ Speier, Hans (1941). "Magic Geography". Social Research. 8 (3): 310–330. ISSN 0037-783X.
- ^ Cairo, Heriberto (2006-09-01). "Portugal is not a Small Country: Maps and Propaganda in the Salazar Regime". Geopolitics. 11 (3): 367–395. doi:10.1080/14650040600767867. ISSN 1465-0045.
- ^ "Communist Contagion". digital.library.cornell.edu (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2024-12-21.
- ^ Black, Jeremy (2015-11-25). Geopolitics and the Quest for Dominance (dalam bahasa Inggris). Indiana University Press. ISBN 978-0-253-01873-1.
- ^ Monmonier, Mark (2015). The History of Cartography, Volume 6. University of Chicago Press. ISBN 978-0-226-53469-5.
- ^ Kesalahan pengutipan: Tag
<ref>
tidak sah; tidak ditemukan teks untuk ref bernamaMonmonier 1996, p. 18
- ^ "Fra Mauro World Map". Magnificent Maps: Power, Propaganda, and Art. The British Library. Diarsipkan dari versi asli tanggal 21 February 2020. Diakses tanggal 28 October 2012.
- ^ "The americas". Magnificent Maps: Power, Propaganda, and Art. The British Library. Diakses tanggal 28 October 2012.
- ^ Kesalahan pengutipan: Tag
<ref>
tidak sah; tidak ditemukan teks untuk ref bernamaBarber and Harper 2010, p. 35
- ^ Black, Jeremy (2003). "Mapping the Past: Historical Atlases". Orbis. 47 (2): 277–293. doi:10.1016/S0030-4387(03)00002-4.
- ^ a b Kesalahan pengutipan: Tag
<ref>
tidak sah; tidak ditemukan teks untuk ref bernamaBarber and Harper 2010, p. 161
- ^ a b c Bratzel, John F.; Rout, Leslie B. (1985). "FDR and the 'Secret Map'". The Wilson Quarterly. 9 (1): 167–173. JSTOR 40257685.
- ^ Kesalahan pengutipan: Tag
<ref>
tidak sah; tidak ditemukan teks untuk ref bernamaMonmonier 1996, p. 107
- ^ "Soviet Map Distortion Policy" (PDF). CIA.gov. Diakses tanggal 28 October 2012.
- ^ a b c Keller, Bill (September 3, 1988). "Soviet Aide Admits Maps Were Faked for 50 Years". The New York Times. Diakses tanggal 28 October 2012.
- ^ Kent, Alexander (2016). "Political Cartography: From Bertin to Brexit". The Cartographic Journal. 53 (3): 199–201. doi:10.1080/00087041.2016.1219059.
- ^ a b Walbert, David. "Map skills and higher-order thinking". Learn NC. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2013-04-15.
- ^ Kesalahan pengutipan: Tag
<ref>
tidak sah; tidak ditemukan teks untuk ref bernamaBarber and Harper 2010, p. 159
- ^ a b Kesalahan pengutipan: Tag
<ref>
tidak sah; tidak ditemukan teks untuk ref bernamaBarber and Harper 2010, p. 156
- ^ Open Society Archives,15 March 1961, p. ii [pranala nonaktif permanen]
- ^ Newman, Scott (28 November 2012). "All Over The Map: Cartography And Conflict". NPR. Diakses tanggal 29 May 2020.
Bibliografi
- Barber, Peter dan Tom Harper (2010). Peta Luar Biasa: Kekuasaan, Propaganda, dan Seni. London: Perpustakaan Inggris.ISBN 9780712350938Bahasa Indonesia: ISBN 9780712350938 .
- Hitam, J. (1997). Peta dan politik. Chicago: University of Chicago Press.
- Hitam, J. (2008). Di Mana Batasannya. Sejarah Hari Ini, 58(11), 50-55.ISSN 0018-2753ISSN Nomor telepon 0018-2753 1G1-189160110 </link>
- Crampton, Jeremy W. dan John Krygier. tahun 2006. "Pengantar Kartografi Kritis"
- Jurnal Manajemen dan Kewirausahaan (2010). Pengantar Kritis terhadap Kartografi dan SIG. Penerbitan Wiley Blackwell.ISBN 9781444317428Bahasa Indonesia: ISBN 9781444317428
- Guntram, Henrik Herb (1997). Di bawah peta Jerman: nasionalisme dan propaganda 1918-1945. London: Routledge.ISBN 9780415127493Bahasa Indonesia: ISBN Nomor telepon 9780415127493
- Mode, PJ. (2015) "Kartografi Persuasif". Koleksi Mode PJ . Perpustakaan Universitas Cornell.
- Jurnal Ilmu Kebidanan dan Ginekologi (1996). Cara Berbohong dengan Peta. Chicago: The University of Chicago Press.ISBN 9780226534213
Bacaan lebih lanjut
- Boggs, S. W. (1947). "Cartohypnosis". The Scientific Monthly. 64 (6): 469–476. Bibcode:1947SciMo..64..469B. JSTOR 19200.
- Davis, Bruce (1985). "Maps on Postage Stamps as Propaganda". The Cartographic Journal. 22 (2): 125–130. doi:10.1179/caj.1985.22.2.125.
- Demko, G.J., and W. Hezlep. "USSR: Mapping the Blank Spots". Focus 39 (Spring 1989): 20-21.
- Edney, Matthew H. (1986). "Politics, Science, and Government Mapping Policy in the United States, 1800–1925". The American Cartographer. 13 (4): 295–306. doi:10.1559/152304086783887262.
- Kent, Alexander (2016). "Political Cartography: From Bertin to Brexit". The Cartographic Journal. 53 (3): 199–201. doi:10.1080/00087041.2016.1219059.
- MacEachren, Alan M. (1994). Some Truth with Maps: A Primer on Symbolization and Design. Washington, D.C.: Association of American Geographers. ISBN 9780892912148.
- McDermott, Paul D. (1969). "Cartography in Advertising". Cartographica: The International Journal for Geographic Information and Geovisualization. 6 (2): 149–155. doi:10.3138/W35R-163R-T13Q-HPV4.
- Monmonier, Mark (1995). Drawing the Line: Tales of Maps and Cartocontroversy. New York: Henry Holt and Co. ISBN 9780805025811.
- Monmonier, Mark (1989). Maps with the News: The Development of American Journalistic Cartography. Chicago: University of Chicago Press. ISBN 9780226534114.
- Monmonier, Mark (1994). "The Rise of the National Atlas". Cartographica: The International Journal for Geographic Information and Geovisualization. 31: 1–15. doi:10.3138/T3NN-QL75-753L-25G7.
- Quam, Louis O. (1943). "The Use of Maps in Propaganda". Journal of Geography. 42: 21–32. doi:10.1080/00221344308986602.
- Robinson, Arthur H.; Morrison, Joel L.; Muehrcke, Phillip C.; Jon Kimerling, A.; Guptill, Stephen C. (1995). Elements of Cartography (edisi ke-6th). New York: John Wiley. ISBN 9788126524549.
- Schmidt, Benjamin (1997). "Mapping an Empire: Cartographic and Colonial Rivalry in Seventeenth-Century Dutch and English North America". The William and Mary Quarterly. 54 (3): 549–578. doi:10.2307/2953839. JSTOR 2953839.
- Snyder, John P. (1993). Flattening the Earth: Two Thousand Years of Map Projections. Chicago: University of Chicago Press. ISBN 9780226767475.
- Tyner, Judith A. (1982). "Persuasive cartography". Journal of Geography. 81 (4): 140–144. doi:10.1080/00221348208980868.
- Woodward, David. "Map Design and the National Consciousness: Typography and the Look of Topographic Maps", Technical Papers of the American Congress on Surveying and Mapping (Spring 1992): 339-347.
Tautan eksternal
- Mark Monmonier, Tulisan
- Itu Pameran “Peta Luar Biasa” Perpustakaan Inggris, 2010 Diarsipkan 2011-01-21 di Wayback Machine. Perpustakaan Inggris
- AWWard, G.W.Prothero dan Stanley Leathes (editor), EABenians (bantuan penyuntingan). Atlas Sejarah Modern Cambridge, 1912 . Cambridge University Press 1912.
- Media tentang Persuasive Cartography di Wikimedia Commons