Penobatan Paus
Penobatan Paus adalah upacara pengenaan Tiara Paus pada seorang Paus yang baru terpilih. Penobatan paus yang pertama kali dicatat adalah penobatan Paus Celestinus II pada 1143. Tak lama setelah penobatannya pada 1963, Paus Paulus VI melepaskan kebiasaan mengenakan tiara. Tak satu pun paus sesudahnya yang memulihkan kebiasaan itu, atau pun menjalani upacara penobatan.
Ritual
Setelah seseorang terpilih menjadi paus baru melalui Konklaf, dia mendapatkan seluruh hak dan kewenangan sebagai seorang paus pada saat ia menerima pemilihan dirinya. Meskipun demikian, seturut tradisi masa pemerintahan paus dihitung sejak tanggal penobatannya.[1] Sejak masa kepausan Paus Yohanes XXIII, seluruh kardinal mestinya uskup, dan selama beberapa abad para kardinal memilih salah seorang di antara mereka untuk menjadi paus. Jika orang yang baru terpilih menjadi paus bukan seorang uskup, maka dia segera ditahbiskan menjadi uskup. Seturut tradisi, yang berhak untuk melaksanakan pentahbisan adalah Dekan Dewan Kardinal, jika berhalangan maka digantikan oleh subdekan, dan jika keduanya berhalangan maka digantikan oleh kardinal uskup senior.[2] Jika paus baru adalah seorang uskup, maka pemilihannya segera diumumkan dan berkatnya diberikan kepada kerumunan umat di Lapangan Santo Petrus.
Upacara naik tahta episkopal dari paus berlangsung di dalam katedralnya, Basilika Santo Yohanes Lateran. Upacara ini pernah digabungkan dengan upacara penobatan. Pada masa Kepausan Avignon, Sri Paus, kaena saat itu berada di Perancis, tidak dapat ditahtakan dalam katedralnya di Roma. Penobatan tetap berlangsung, sementara naik tahta harus menunggu waktu kembali ke Roma. Tatkala Paus Gregorius XI akhirnya kembali ke Roma, Istana Lateran sangat perlu diperbaiki sehingga para paus menjadikan Vatikan sebagai kediaman dan memindahkan tempat pelaksanaan upacara penobatan ke Basilika Santo Petrus. Basilika Lateran tetaplah katedral Roma, dan upacara naik tahta diselenggarakan di dalamnya.[3] Selama periode "tawanan dalam Vatikan", upacara naik tahta tidak diselenggarakan.
Misa penobatan
Penobatan diselenggarakan pada hari minggu atau hari libur pertama sesudah pemilihan, diawali dengan misa suci. Pada saat Terce dilantunkan, paus baru duduk di sebuah tahta dan seluruh kardinal melakukan "penghormatan perdana" mereka padanya, satu per satu menghadap dan mencium tangannya. Selanjutnya para uskup agung dan para uskup menghadap dan mencium kakinya.
Sesudah itu, sekurang-kurangnya sejak awal abad ke-16, paus baru diarak berkeliling dengan tandu yang disebut sedia gestatoria dalam Basilika St. Petrus, di bawah sebuah kanopi putih, didampingi flabella (kipas upacara) di kedua sisinya. Paus tidak mengenakan tiara melainkan sebuah mitra bertatahkan permata (mitra pretiosa). Tiga kali arak-arakan dihentikan, seutas tambang dari tanaman flax yang disangkutkan pada sebatang tongkat kemudian dibakar di hadapan paus baru, sementara pemimpin upacara berseru: Pater Sancte, sic transit gloria mundi (Bapa Suci, demikianlah kemuliaan dunia berlalu) sebagai sebuah peringatan simbolis untuk menjauhi materialisme dan sifat kemewahan.[4] Sesampainya di altar utama, dia akan merayakan Misa agung dengan upacara kepausan lengkap.
Setelah Confiteor, paus duduk di sebuah tahta dan ketiga kardinal uskup senior dengan mitra terpasang di kepala menghadapnya. Masing-masing secara bergiliran menumpangkan tangannya sambil mendoakan Super electum Pontificem (ke atas paus terpilih). Selanjutnya kardinal diakon senior mengenakan pallium pada pundaknya sambil berkata:
Terimalah pallium, lambang kepenuhan jawatan pontifikal, demi kehormatan Allah Yang Maha Kuasa, dan Perawan Maria yang termulia, bundaNya, dan Rasul Petrus dan Rasul Paulus yang terberhati, dan Gereja Roma yang kudus.
Pada abad ke-11 dan ke-12, immantatio atau pengenaan mantum (vestimentum khusus paus berupa sehelai mantol merah sangat panjang dengan sebuah pengait rumit pada paus baru, dipandang sebagai simbolisasi penganugerahan wewenang kepausan diiringi kalimat: "Saya mengenakan padamu kepausan Romawi, agar engkau memerintah atas kota dan dunia."[5]
Seusai pengenaan vestimentum (baik pallium atau mantum) paus kembali menerima penghormatan dari para kardinal, uskup agung, dan uskup. Misa kemudian dilanjutkan, dan Litani para kudus dilantunkan.
Penobatan
Seusai misa, paus baru dimahkotai dengan tiara paus. Upacara pengenaan makhota ini kerap dilangsungkan di balkon Basilika St. Petrus disaksikan kerumunan umat di Lapangan Santo Petrus. Sri Paus duduk di sebuah tahta didampingi dua flabella. Mitranya dicopot dan tiara diajukan padanya oleh kardinal diakon senior, diiringi kalimat:
Terimalah tiara dengan tiga mahkota dan ketahuilah bahwa engkau adalah Bapa bagi Pangeran-Pangeran dan Raja-Raja, Pemimpin Dunia, Wakil Penyelamat kita Yesus Kristus di dunia, bagiNya hormat dan kemuliaan sepanjang segala masa.
Kemudian tiara dikenakan pada kepala paus, dan lappet tiara disampirkan ke tengkuknya.
Setelah penobatan, paus memberikan berkat pontifikal Urbi et Orbi.
Arak-arakan katedra Uskup Roma
Ritual terakhir dari inagurasi seorang paus baru adalah pengambilalihan secara resmi kepemilikan (possessio) atas katedranya sebagai Uskup Roma yang terdapat dalam Basilika Santo Yohanes Lateran. Inilah rangkaian terakhir dari upacara menurut Konstitusi apostolik Paus Yohanes Paulus II mengenai masa kekosongan Tahta Apostolik dan pemilihan Pontif Romawi.[6] Paus ditahtakan sama seperti uskup-uskup lainnya ditahtakan. Dia dihantar dengan khidmat ke tahta keuskupannya, dan mengambil alih dengan cara mendudukinya. Dia menerima salam damai dan mendengarkan pembacaan ayat-ayat Kitab Suci, yang kemudian menjadi bahan khotbahnya yang disebut sermo inthronisticus.
Di masa lampau, surat-surat yang dikirimkan paus kepada para patriark dianggap sebagai tanda jalinan persekutuan dalam iman yang sama dengan mereka disebut litteræ inthronisticæ, atau syllabai enthronistikai.[7]
Tempat upacara
Penobatan paus terdahulu digelar dalam Basilika Santo Yohanes Lateran, katedral Sri Paus. Meskipun demikian, selama ratusan tahun, penobatan paus dilaksanakan di lingkungan Basilika Santo Petrus, dan sejumlah penobatan berlangsung di Avignon pada masa Kepausan Avignon. Pada 1800 Paus Pius VII dimahkotai dalam gereja Benediktin yang penuh sesak di biara-pulau San Giorgio, Venesia, setelah almarhum pendahulunya, Paus Pius VI, terpaksa menyingkir ke pangasingan semasa Napoleon Bonaparte menguasai Roma. Karena saat itu Perancis menahan tiara beserta paus lama, dia dimahkotai dengan sebuah tiara papier-mâché, yang untuknya perempuan-perempuan Venezia harus merelakan permata-permata mereka.
Semua penobatan sesudah 1800 berlangsung di Roma. Sampai pertengahan abad ke-19 para paus dimahkotai di dalam Basilika St. Yohanes Lateran. Namun kebencian masyarakat pada paus di Roma mengakibatkan pemindahan upacara ke Basilika Santo Petrus yang lebih aman. Paus Leo XIII dimahkotai di dalam Kapel Sistina,[8] karena khawatir kerusuhan-kerusuhan anti-ulama, yang terinspirasi oleh Unifikasi Italia, akan menyerang Basilika Lateran dan mengganggu upacara. Paus Benediktus XV juga dimahkotai dalam Kapel Sistina pada 1914. Paus Pius XI dimahkotai di sebuah panggung yang didirikan di depan altar utama Basilika St. Petrus. Paus Pius IX, Paus Pius XII, Paus Yohanes XXIII, dan Paus Paulus VI dimahkotai di depan umum di atas balkon Basilika St. Petrus, disaksikan kerumunan umat di Lapangan Santo Petrus.
Penobatan Paus Pius XII pada 1939 menjadi penobatan paus yang pertama difilmkan dan yang pertama disiarkan secara langsung melalui radio.[9] Upacara yang berlangsung selama enam jam itu dihadiri tamu-tamu kehormatan; di antaranya adalah pewaris tahta Italia, Pangeran Piedmont, Mantan Raja Ferdinand I dari Bulgaria dan Mantan Raja Alfonso XIII dari Spanyol, Adipati Norfolk (mewakili Raja George VI dari Kerajaan Inggris) dan Taoiseach (Kepala Pemerintahan Irlandia) Éamon de Valera, dua nama terakhir mengenakan busana malam (jas panjang dengan dasi putih).
Paulus VI dan penobatan
Paus terakhir yang dimahkotai adalah Paus Paulus VI. Namun dia memutuskan untuk berhenti mengenakan tiara beberapa minggu sesudah dinobatkan, lalu meletakkan tiaranya di atas altar Basilika St. Petrus sebagai tanda kerendahan hati. Konstitusi Apostolik tahun 1975-nya, Romano Pontifici Eligendo, masih mengatur bahwa "pontif baru harus dimahkotai oleh kardinal diakon senior."[10]
Meskipun demikian, penggantinya, Paus Yohanes Paulus I, memilih untuk tidak dimahkotai, melainkan merayakan "Misa Suci untuk mengawali pelayanannya sebagai Gembala Tertinggi" yang tidak terlalu formal sifatnya pada September 1978.[11][12]
Yohanes Paulus II dan penobatan
Setelah kematian mendadak Yohanes Paulus I selepas 33 hari menjabat, paus baru Yohanes Paulus II, lebih memilih menjalani upacara sederhana seperti pendahulunya dari pada menghidupkan kembali upacara penobatan paus. Dalam khotbah misa pelantikannya, dia berujar bahwa Paulus VI telah "membiarkan para penggantinya untuk bebas memilih" mengenakan atau tidak mengenakan tiara paus.[13] Lanjutnya pula:
Paus Yohanes Paulus I, yang kenangannya begitu hidup dalam hati kita, tidak berkeinginan untuk mengenakan tiara; begitu juga dengan penggantinya hari ini. Kini bukan saatnya untuk kembali pada sebuah upacara dan sebuah obyek yang disalahfahami sebagai simbol kekuasaan sementara dari para paus.
Meskipun bagi sebagian pihak ucapan "Kini bukan saatnya" berarti zaman upacara penobatan telah berakhir karena tidak sesuai lagi dengan sensibilitas masa kini, pihak lain yang mengharapkan kembalinya ritual kuna mengartikannya bahwa hari pelantikan Paus Yohanes Paulus II yang hanya beberapa minggu setelah kematian mendadak Paus Yohanes Paulus I juga kurang dari enam minggu setelah pelantikan sebelumnya, bukanlah saat untuk kembali ke upacara penobatan.
Apostolic Constitution 1996 dari Yohanes Paulus II, Universi Dominici Gregis, yang masih berlaku saat ini, tidak mengatur secara rinci mengenai format "upacara inagurasi pontifikat"[14] yang harus dijalani seorang paus baru, baik dengan maupun tanpa pemahkotaan.
Tiata-tiara paus masih tersedia untuk paus-paus di masa depan yang mungkin memilih untuk mengenakan salah satunya, meskipun tidak tampak bahwa tiara-tiara mungkin akan digunakan lagi.[15]
Catatan kaki
- ^ Dowling, Austin (1908), "Conclave", The Catholic Encyclopedia, IV, New York: Robert Appleton Company
- ^ Universi Dominici gregis, 90
- ^ Universi Dominici gregis, 91
- ^ Oliger, Livarius (1912), "Sedia Gestatoria", The Catholic Encyclopedia, XIII, New York: Robert Appleton Company
- ^ Thurston, Herbert (1908), "Cope", The Catholic Encyclopedia, IV, New York: Robert Appleton Company
- ^ Universi Dominici gregis, 92
- ^ Van Hove, A. (1909), "Enthronization", The Catholic Encyclopedia, V, New York: Robert Appleton Company
- ^ Deskripsi kontemporer mengenai penobatan Paus Leo XIII
- ^ John Cornwell, Hitler's Pope: The Secret History of Pius XII (Viking, 1999) hal. 211-212.
- ^ Romano Pontifici Eligendo, Bagian 92.
- ^ Time Magazine: How Pope John Paul I Won
- ^ National Catholic Register: 33 Days of the Smiling Pope]
- ^ Homili Pelantikan Paus Yohanes Paulus II, L'Osservatore Romano (Naskah Homili)
- ^ Universi Dominici gregis, 92
- ^ OSV's encyclopedia of Catholic history, Tiara (hal. 900)