Peria
Peria | |
---|---|
Berkas:Momordica charantia - Flora de Filipinas Blanco2.357.png | |
Peria | |
Klasifikasi ilmiah | |
Kerajaan: | |
Divisi: | |
Kelas: | |
Ordo: | |
Famili: | |
Genus: | |
Spesies: | M. charantia
|
Nama binomial | |
Momordica charantia Descourt.
|
Peria adalah nama tumbuhan merambat tropis yang berasal dari wilayah Asia Tropis, terutama daerah India bagian barat, yaitu Assam dan Burma.[1] Tanaman sayur ini merupakan anggota suku labu-labuan atau Cucurbitaceae yang telah banyak dibudidayakan baik sebagai sayuran maupun tanaman obat.[2] Nama ilmiahnya, Momordica dalam bahasa latin berarti "gigitan" yang menunjukkan pemerian tepi daun tanaman ini yang bergerigi menyerupai bekas gigitan.[3]
Nama-nama lokal
Peria memiliki banyak nama lokal, di daerah Jawa di sebut sebagai paria, pare, pare pahit, pepareh [4]. Di Sumatera, peria dikenal dengan nama prieu, fori, pepare, kambeh, paria.[4] Orang Nusa Tenggara menyebutnya paya, truwuk, paitap, paliak, pariak, pania, dan pepule, sedangkan di Sulawesi, orang menyebutnya dengan poya, pudu, pentu, paria belenggede, serta palia.[4]
Pemerian dan ekologi
Peria adalah sejenis tumbuhan merambat dengan buah yang panjang dan runcing pada ujungnya serta permukaan bergerigi. [5] Peria tumbuh baik di dataran rendah dan dapat ditemukan tumbuh liar di tanah terlantar, tegalan, dibudidayakan, atau ditanam di pekarangan dengan dirambatkan di pagar. [6] Tanaman ini tumbuh merambat atau memanjat dengan sulur berbentuk spiral, banyak bercabang, berbau tidak enak serta batangnya berusuk isma. [7] Daun tunggal, bertangkai dan letaknya berseling, berbentuk bulat panjang, dengan panjang 3,5 - 8,5 cm, lebar 4 cm, berbagi menjari 5-7, pangkalnya berbentuk jantung, serta warnanya hijau tua.[4] Bunga merupakan bunga tunggal, berkelamin dua dalam satu pohon, bertangkai panjang, mahkotanya berwarna kuning.[4] Buahnya bulat memanjang, dengan 8-10 rusuk memanjang, berbintil-bintil tidak beraturan, panjangnya 8-30 cm, rasanya pahit, warna buah hijau, bila masak menjadi oranye yang pecah dengan tiga daun buah.[4]
Kegunaan
Nilai nutrisi per 100 g (3,5 oz) | |
---|---|
Energi | 79 kJ (19 kcal) |
4.32 g | |
Gula | 1.95 g |
Serat pangan | 2.0 g |
0.18 g | |
Jenuh | 0.014 g |
Tak jenuh tunggal | 0.033 g |
Tak jenuh jamak | 0.078 g |
0.84 g | |
Vitamin | Kuantitas %AKG† |
Vitamin A equiv. | 1% 6 μg |
Tiamina (B1) | 4% 0.051 mg |
Riboflavin (B2) | 4% 0.053 mg |
Niasin (B3) | 2% 0.280 mg |
Vitamin B6 | 3% 0.041 mg |
Folat (B9) | 13% 51 μg |
Vitamin B12 | 0% 0 μg |
Vitamin C | 40% 33.0 mg |
Vitamin E | 1% 0.14 mg |
Vitamin K | 5% 4.8 μg |
Mineral | Kuantitas %AKG† |
Kalsium | 1% 9 mg |
Tembaga | Kesalahan ekspresi: Kata "g" tidak dikenal.% 0.033 g mg |
Zat besi | 3% 0.38 mg |
Magnesium | 5% 16 mg |
Fosfor | 5% 36 mg |
Potasium | 7% 319 mg |
Sodium | 0% 6 mg |
Seng | 8% 0.77 mg |
Komponen lainnya | Kuantitas |
Air | 93.95 g |
| |
†Persen AKG berdasarkan rekomendasi Amerika Serikat untuk orang dewasa. Sumber: USDA FoodData Central |
Di negara-negara Asia Timur, seperti Jepang, Korea, dan Cina, peria dimanfaatkan untuk pengobatan, antara lain sebagai obat gangguan pencernaan, minuman penambah semangat, obat pencahar dan perangsang muntah, bahkan telah diekstrak dan dikemas dalam kapsul sebagai obat herbal/jamu.[8] Buahnya mengandung albuminoid, karbohidrat, dan pigmen. Daunnya mengandung momordisina, momordina, carantina, resin, dan minyak. Sementara itu, akarnya mengandung asam momordial dan asam oleanolat, sedangkan bijinya mengandung saponin, alkaloid, triterprenoid, dan asam momordial.[9] Peria juga dapat merangsang nafsu makan,menyembuhkan penyakit kuning,memperlancar pencernaan, dan sebagai obat malaria. [10] Selain itu, peria juga mengandung beta-karotena dua kali lebih besar daripada brokoli sehingga berpotensi mampu mencegah timbulnya penyakit kanker dan mengurangi risiko terkena serangan jantung ataupun infeksi virus.[8] Daun peria juga bermanfaat untuk menyembuhkan mencret pada bayi, membersihkan darah bagi wanita yang baru melahirkan, menurunkan demam, mengeluarkan cacing kremi, serta dapat menyembuhkan batuk.[10] Buahnya yang berasa pahit biasa diolah sebagai sayur, misalnya pada gado-gado, pecel, rendang, atau gulai.[5] Di Cina peria diolah dengan tausi, tauco, daging sapi, dan cabai sehingga rasanya makin enak atau diisi dengan adonan daging dan tofu, sedangkan di Jepang peria jadi primadona makanan sehat karena diolah menjadi sup, tempura, atau asinan sayuran.[8] Ekstrak biji peria selain digunakan sebagai bahan obat, ternyata juga dapat digunakan sebagai pembasmi larva alami yang merugikan seperti larva Aedes aegypti yang menyebarkan penyakit demam berdarah dengue atau DBD.[11]
Peria dan Diabetes
Sejak zaman purba peria digunakan untuk merawat penderita kencing manis karena terbukti berkhasiat hipoglikemik melalui insulin nabati yang mengurangi kandungan gula dalam darah dan air kencing. [12] Penelitian mengenai khasiat hipoglikemik ini dilakukan oleh Dr. William D.Torres, PhD pada tahun 2004 baik secara in vitro maupun in vivo.[13] Efek peria dalam menurunkan gula darah pada hewan percobaan bekerja dengan mencegah usus menyerap gula yang dimakan[9]. Selain itu diduga peria memiliki komponen yang menyerupai sulfonylurea, yakni obat antidiabetes paling tua [9]. Obat jenis ini menstimulasi sel beta kelenjar pankreas tubuh memproduksi insulin lebih banyak, selain meningkatkan deposit cadangan gula glikogen di hati[9]. Momordisin, sejenis glukosida yang terkandung dalam peria juga mampu menurunkan kadar gula dalam darah dan membantu pankreas menghasilkan insulin.[8] Efek peria dalam menurunkan gula darah pada kelinci diperkirakan juga serupa dengan mekanisme insulin.[9] Penemuan peria sebagai antidiabetes ini diperkuat oleh hasil penelitian ahli obat berkebangsaan Inggris, A.Raman, PhD dan C.lau, PhD pada tahun 1996 yang menyatakan bahwa sari dan serbuk kering buah peria menyebabkan pengurangan kadar glukosa dalam darahdan meningkatkan toleransi glukosa.[13] Dalam ramuan tradisional, buah peria ditumbuk hingga menghasilkan cairan pahit atau merebus daun serta buahnya sehingga menghasilkan air yang dapat diminum secara langsung.[13] Sebagai obat diabetes, buah peria dapat disajikan sebagai teh karena terbukti tidak memiliki efek samping terhadap sistem pencernaan sehingga tepat dikonsumsi oleh penderita yang mengalami konstipasi.[14]
Keanekaragaman
Peria gajih adalah jenis peria yang paling banyak dibudidayakan dan paling disukai.[5] Jenis ini biasa disebut juga pare putih atau pare mentega yang berasal dari India dan Afrika dengan bentuk buah panjang berukuran 30 - 50 cm, diameter 3 - 7 cm, berat rata-rata antara 200-500 gram/ buah.[1]
Peria hijau berbentuk lonjong, kecil dan berwarna hijau dengan bintil-bintil agak halus. [5] Buah peria ini mempunyai panjang 15 - 20 cm, rasanya pahit dan daging buahnya tipis. [5] Peria hijau ini mudah sekali pemeliharaannya, tanpa lanjaran atau para-para tanaman ini dapat tumbuh dengan baik.[5]
Peria ular atau peria belut dapat dikenali dengan buahnya yang berbentuk bulat panjang, agak melengkung dan panjangnaya mencapai 60 cm.[1] Permukaan kulit buahnya berwarna belang-belang, yaitu hijau keputih-putihan mirip kulit ular dan rasa dagingnya tidak begitu pahit.[1]
Referensi
Cari tahu mengenai Peria pada proyek-proyek Wikimedia lainnya: | |
Definisi dan terjemahan dari Wiktionary | |
Gambar dan media dari Commons | |
Berita dari Wikinews | |
Kutipan dari Wikiquote | |
Teks sumber dari Wikisource | |
Buku dari Wikibuku |
Galeri foto
<gallery> berkas:Bittermelonfruit.jpg|Buah peria berkas:Momordica charantia - flower 01.jpg|Bunga peria berkas:Starr 020620-0070 Momordica charantia.jpg|Daun peria berkas:Momordica charantia - D7-09-2953.JPG|Biji peria berkas:Korola tree.JPG|Budidaya peria berkas:Bitter melon CDC.jpg|Irisan melintang buah peria berkas:Bittermelonman.jpg|Minuman kaleng sari peria berkas:Momordica charantia - D7-10-3692.JPG|Buah yang sudah pecah
- ^ a b c d Rospita (2002), Peri Kehidupan Tanaman Lobak(Rapharus sativus), Tasikmalaya: Program Studi Pendidikan Biologi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Siliwangi, hlm. 1
- ^ Sriutami, Sinta (2008), Efek Pemberian Tepung Buah Pare (Momordica charantia l.) Terhadap Profil Lemak Serum Darah Tikus (Rattus norvegicus), Bogor: Program Studi Ilmu Nutrisi Dan Makanan Ternak Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor, hlm. iii
- ^ (en)Sathish Kumar, D. (Maret-April). "A Medicinal Potency ff Momordica Charantia" (PDF). International Journal of Pharmaceutical Sciences Review and Research. 1 (2): 95–100. ISSN 0976 – 044X. Diakses tanggal 15 Juni 2010.
- ^ a b c d e f Situs Sentra Informasi Iptek: Pare diakses 15 Juni 2010
- ^ a b c d e f Situs Pustaka Departemen Pertanian: Usaha Tani Tanaman Pare
- ^ Sudarsono, D. Gunawan, S. Wahyono, I.A. Donatus, dan Purnomo. 2002.’’Tumbuhan Obat II’’. Yogyakarta: Pusat Studi Obat Tradisional UGM.
- ^ Dwi Hastuti Qodari.2009. Formulasi Tablet Hisap Ekstrak Daun Pare ’’(Momordica charantia L.)’’ Menggunakan ’’gummi arabicum’’ Sebagai Bahan Pengikat Secara Granulasi Basah. Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta. Hal. 3
- ^ a b c d Situs Suara Media, 1 Mei 2010:Pare Putih, Ramuan Ampuh Untuk Diabetes diakses 15 Juni 2010
- ^ a b c d e Situs Davit Herbal: Manfaat Tanaman Pare diakses 18 Mei 2010
- ^ a b Tati S.S. Subahar, Shuhaidawati Idayu.2007.’’Khasiat dan Manfaat Peria’’. Synergy Media Books.
- ^ Bahatiyanusa, Rudy. Pengaruh ekstrak biji pare (Momordica charantia L.) terhadap mortalitas larva Aedes aegypti L.diakses 15 Juni 2010
- ^ Situs Bicara Tentang Tumbuhan: Khasiat Peria
- ^ a b c (en) Situs Charantia: About Ampalaya - Bitter Melon (Momordica charantia Linn) diakses 15 Juni 2010
- ^ (en)Rosales, MD, R. (Juli 2001). "An inquiry into the Hypoglycemic Action of Momordica Charantia among type-2 diabetic patients". Philippine Journal of Internal Medicine. 39: 214.