Serat pangan, dikenal juga sebagai serat diet atau dietary fiber, merupakan bagian dari tumbuhan yang dapat dikonsumsi dan terdiri dari karbohidrat yang memiliki sifat resistan terhadap proses pencernaan dan penyerapan di usus halus manusia serta mengalami fermentasi sebagian atau keseluruhan di usus besar.

Buah, seperti mangga, mengandung serat pangan yang baik bagi kesehatan.

Serat pangan mencakup polisakarida, oligosakarida, lignin, serta substansi lainnya yang berhubungan dengan tumbuhan.[1] Menurut studi, serat pangan adalah sisa dari dinding sel tumbuhan yang tidak terhidrolisis atau tercerna oleh enzim pencernaan manusia yaitu meliputi hemiselulosa, selulosa, lignin, oligosakarida, pektin, gum, dan lapisan lilin.[2][3] Serat juga merupakan bagian penting dari bahan pangan yang dikonsumsi sehari-hari dengan sumber utama dari tanaman, sayur-sayuran, sereal, buah-buahan, kacang-kacangan, dan sejenisnya.[4] Sayur-sayuran dan buah-buahan adalah sumber serat makanan yang sangat mudah ditemukan dalam bahan makanan. Sayuran dapat dikonsumsi dalam bentuk mentah maupun setelah melalui proses perebusan.[5] Berdasarkan kelarutannya serat pangan terbagi menjadi dua yaitu serat pangan yang terlarut dan tidak terlarut.[4] Serat pangan terlarut meliputi pektin, beta glukan, galaktomanan, gum, serta beberapa oligosakarida yang tidak tercerna termasuk inulin didalamnya, sedangkan serat tidak larut meliputi lignin, selulosa, dan hemiselulosa.[4]

Deskripsi sunting

Serat adalah bagian dari makanan yang tidak dapat dicerna oleh enzim pencernaan. Serat pangan juga dikenal sebagai tumbuhan yang dapat memberi efek positif bagi proses pencernaan manusia.[6] Jika digambarkan, maka serat dapat berbentuk komponen kecil yang memiliki kandungan karbohidrat. Wujud serat begitu kompleks karena saat didistribusi ke dalam pencernaan dapat diserap oleh bakteri. Itulah sebabnya, terdapat dua jenis kelarutan serat, yaitu serat tidak larut dan serat larut air.[7]

Serat dapat ditemukan di dalam sumber dan kandungan pangan seperti, sayuran, buah dan golongan serealia. Kandungan-kandungan tersebut dibutuhkan dan harus dikonsumsi setiap hari agar produksi serat dalam tubuh meningkat. Tentunya, sesuai dengan jumlah dan komposisi yang seimbang.[8] Sayuran sangat berguna bagi kesehatan tubuh sesuai dengan zat-zat yang dikandungnya. Selain kaya kandungan vitamin dan mineral, sayuran pun kaya serat. Sayuran dapat dibedakan menjadi beberapa menjadi beberapa jenis, yaitu sayuran daun, sayuran bunga, sayuran buah, sayuran umbi dan sayuran batang muda. Lalu, buah-buahan sangat dianjurkan untuk dikonsumsi setiap hari, selain dikonsumsi dalam bentuk segar, buah-buahan juga dapat dikonsumsi dalam bentuk jus melalui suatu proses atau dihidangkan bersama sayur-sayuran. Bahkan, sayuran dan buah yang sudah diolah menjadi produk pangan fungsional seperti minuman instan pun memiliki kandungan tersebut.[9] Sedangkan, golongan serealia yang merupakan bahan pangan dari tanaman famili rumput-rumputan, diantaranya padi, gandum, jagung dan sorgum. Kulit luar biji serealia banyak mengandung serat tak larut air yaitu selulosa dan hemi selulosa. Di bagian dalam terdapat endosperma yang mengandung serat larut air dan tak larut air. Sayur, buah dan golongan serelia memiliki manfaat tersendiri bagi kesehatan[10]

Manfaat sunting

Manfaat utama serat pangan ialah membantu menjaga usus tetap sehat dan penting dalam membantu mengurangi risiko penyakit seperti diabetes, penyakit jantung koroner, dan kanker usus.[11] Hal ini terjadi, karena serat pangan mencapai usus besar yang tidak tercerna di mana ia difermentasi oleh bakteri. Produk sampingan dari fermentasi ini adalah karbon dioksida, metana, hidrogen dan asam lemak rantai pendek. Produk sampingan ini sangat dibutuhkan oleh tubuh. Dalam prosesnya, awalnya peningkatan asupan serat dapat menyebabkan peningkatan produksi gas yang dapat menyebabkan kembung namun setelahnya akan bermutasi menjadi komponen yang menguatkan tubuh.[12] Namun, hal ini tergantung pada jenis serat yang dikonsumsi, karena tubuh kita akan melakukan adaptasi dan produksi gas pun menurun seiring waktu.

Dari segi manfaatnya, serat larut berfungsi sebagai prebiotik dan mendukung probiotik (bakteri) yang ada di usus besar sehingga berdampak pada kesehatan pencernaan.[13] Sementara itu, serat kasar biasanya digunakan dalam analisa proksimat bahan pangan. Serat kasar adalah bagian dari pangan yang tidak dapat dihidrolisis oleh bahan-bahan kimia seperti natrium hidroksida dan asam sulfat. Secara spesifik, serat kasar ialah sisa bahan makanan yang telah mengalami proses pemanasan dengan asam kuat dan basa kuat selama 30 menit yang dilakukan di laboratorium. Serat kasar merupakan bagian dari karbohidrat yang tidak dapat dicerna oleh tubuh namun memberikan efek kesehatan untuk saluran pencernaan. Serat kasar terdiri atas selulosa, hemiselulosa, dan lignin. Dalam ilmu gizi, serat kasar biasanya juga berasal dari sayuran maupun buah-buahan. Terdapat pula sumber serat makanan lainnya sepeti umbi, beras, kentang, dan kacang-kacangan.

Serat kasar tidak dapat dicerna oleh pencernaan manusia karena tidak diproduksinya enzim selulase. Hal ini berbeda dengan hewan ruminansia yang memproduksi enzim selulase dan memanfaatkan selulosa menjadi sumber energi untuk mikrooganisme pada rumen. Serat kasar memberikan efek kesehatan bagi tubuh karena dapat meningkatkan gerak peristaltik pada saluran pencernaan. Selain itu, serat kasar dapat dimanfaatkan sebagai prebiotik bakteri probiotik didalam usus.

Meskipun serat makanan termasuk ke dalam bagian karohidrat namun serat tidak berperan dalam pembentukan energi. Hal ini disebabkan oleh serat yang tidak dicerna oleh tubuh namun dapat dipengaruhi oleh bakteri yang terdapat pada usus.[14] Manfaat serat selanjutnya antara lain dapat terlihat pada bertambahnya volume feses, melunakkan konsistensi feses, dan memperpendek waktu transit di usus.

Manfaat lainnya ialah serat pangan yang ditambahkan pada produk makanan akan meningkatkan kekentalan produk sehingga dapat membentuk gel. Penambahan tersebut juga dapat mempertahankan fermentasi dengan menyuplai makanan bagi bakteri dan kandungan cairan. Apabila dikonsumsi serat larut air akan memberikan efek kenyang dan menurunkan kecepatan pengosongan lambung sehingga menjadi tidak mudah lapar.[15] Kondisi itulah yang kemudian menurunkan keinginan makan seseorang sehingga kadar gula dalam tubuh bisa terjaga dan menurunkan risiko diabetes dan obesitas. Karena itulah makanan berserat sering disarankan pada sesi konsultasi diet maupun konsultasi gizi. Sedangkan, serat pangan tidak terlarut dapat mengurangi risiko diabetes mellitus tipe 2, mengurangi resistensi insulin, memperbaiki kesehatan usus serta menormalkan pergerakan usus.

Pati resisten berkembang selama proses pemanasan dan kemudian pendinginan pada beberapa makanan seperti kentang dan nasi. Makanan dengan pati resisten yang tinggi sering memiliki indeks glikemik rendah. Serat tidak larut dalam air biasanya banyak ditemukan pada makanan seperti roti gandum, dedak gandum, sayuran dan kacang-kacangan.

Berdasarkan fungsi dan manfaatnya bagi kesehatan maka dapat digolongkan sebagai berikut[16]:

Fungsi Manfaat[17][18]
Memperbesar volume makanan tanpa meningkatkan kandungan kalori serta menimbulkan rasa kenyang Menurunkan nafsu makan
Menyerap air dan membentuk gel kental selama proses pencernaan, memperlambat pengosongan perut dan waktu transit pencernaan, melindungi karbohidrat dari enzim pencernaan, dan memperlambat penyerapan glukosa[19] Menstabilkan kadar gula dalam darah
Meurunkan kadar kolesterol secara total dan kadar LDL Mengurangi risiko terkena penyakit jantung dan pembuluh darah
Mengatur gula darah Mengurangi tingkat glukosa dan insulin bagi para pasien diabetes dan menurunkan risiko terkena diabetes[20]
Memperlancar jalannya makanan dalam sistem pencernaan Membantu buang air besar secara teratur
Menambah massa ukuran tinja[21] Dapat mencegah ataupun menyembuhkan sembelit
Menyeimbangkan pH pencernaan[22] dan merangsang fermentasi pencernaan untuk memproduksi asam lemak yang lebih sederhana Menurunkan risiko terkena kanker usus[23]

Berkaitan dengan jenis dan fungsinya, World Health Organization (WHO) menganjurkan asupan serat yang baik adalah 25-30 gram per hari. Sementara itu berdasarkan National Academy of Sciences, Dietary Reference Intake (DRI) serat mengemukakan bahwa konsumsi serat yang baik adalah 19-38 gram per hari sesuai dengan umur masing-masing konsumen. Rata-rata konsumsi serat pangan penduduk Indonesia adalah 10,5 gram perhari. Angka ini menunjukkan bahwa penduduk Indonesia baru memenuhi kebutuhan seratnya sekitar sepertiga dari kebutuhan ideal sebesar 30 gram setiap hari.[24]

Jenis sunting

Berdasarkan kelarutannya, jenis serat pangan terbagi menjadi dua yaitu[25]:

  • Serat pangan yang terlarut (soluble dietary fiber), termasuk dalam serat ini adalah pektin dan gum merupakan bagian dalam dari sel pangan nabati.
  • Serat pangan tidak terlarut (insoluble dietary fiber), termasuk dalam serat ini adalah selulosa, hemiselulosa, dan lignin, yang banyak ditemukan pada serealia, kacang-kacangan, dan sayuran.

Sedangkan serat pangan yang didasarkan pada fungsinya dibagi menjadi 3 fraksi utama, yaitu:

  • Polisakarida struktural yang terdapat pada dinding sel, yaitu selulosa, hemiselulosa dan substansi pekat.
  • Non-polisakarida struktural yang sebagian besar terdiri dari lignin.
  • Polisakarida non-struktural, yaitu gum dan agar-agar.

Menurut studi, dilihat dari jenisnya maka serat makanan memiliki kandungan kesehatan yang dapat mengontrol berat badan atau kegemukan (obesitas), penanggulangan penyakit diabetes, mencegah gangguan gastrointestinal, mencegah kanker kolon, dan mengurangi tingkat kolesterol dan penyakit kardiovaskuler. Namun, mengonsumsi serat makanan dalam jumlah yang besar dapat menyebabkan terjadinya penyumbatan usus yang disebut volvulus pada kolon.[2]

Mekanisme penurunan berat badan dengan mengonsumsi serat kasar diakibatkan waktu tinggal serat dalam saluran pencernaan yang relatif singkat sehingga absorpsi zat makanan akan berkurang. Selain itu, makanan yang mengandung serat kasar tinggi memberikan rasa kenyang yang lebih lama, rendah akan kadar kalori, gula, dan lemak yang dapat memicu obesitas. Serat juga dapat mengikat lemak dalam darah sehingga menurunkan kadar kolesterol dalam tubuh dan berakibat pula pada penurunan resiko penyakit jantung.[16]

Fraksi-fraksi yang ada akan berpengaruh pada adanya serat dalam feses akan memperbesar volume feses dan teksturnya menjadi lunak yang menyebabkan kontraksi usus untuk lebih cepat buang air lebih cepat. Senyawa karsinogen yang terkandung dalam feses menjadi encer sehingga konsentrasinya menjadi lebih rendah dengan waktu kontak yang singkat didalam kolon. Hal ini menyebabkan sel-sel kanker tidak memungkinkan untuk terbentuk didalam kolon.[26]

Mekanisme serat yang tinggi dapat memperbaiki kadar gula darah yaitu berhubungan dengan kecepatan penyerapan makanan (karbohidrat) masuk ke dalam aliran darah. Penyerapan ini berdampak pada dua hal, pertama, dapat merombak dan dan cepat menyerap makanan masuk ke aliran darah sehingga dapat meningkatkan kadar gula darah. Kedua, makanan yang lambat dirombak dan lambat diserap masuk ke aliran darah dapat menurunkan kadar gula darah.[27]

Referensi sunting

  1. ^ (Inggris) AACC Report (2001). "The Definition of Dietary Fibre" (PDF). Cereal Foods World (dalam bahasa English). 46: pp. 89–148. ISSN 0146-6283. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2007-09-28. 
  2. ^ a b (Inggris) Trowell HC (1976). "Definition of dietary fiber and hypotheses that it is a protective factor in certain diseases". The American Journal of Clinical Nutrition (dalam bahasa English). American Society for Nutrition. 29: 417–427. PMID 773166. 
  3. ^ (Inggris) Trowell HC, Southgate D, Wolever T, Leeds A, Gassull M, Jenkins D (1976). "Dietary fiber re-defined". Lancet (dalam bahasa English). 307 (7966): 967. doi:10.1016/S0140-6736(76)92750-1. 
  4. ^ a b c (Inggris) Meyer PD (2004). "Nondigestible oligosaccharides as dietary fiber". Journal of the Association of Official Analytical Chemists International (dalam bahasa English). AOAC International. 87(3): 718–726. PMID 15287671. 
  5. ^ HARTATI, SRI RENY (2009). "Pemanfaatab Sawi (Brassica juncea L.) Sebagai Bahan Produk Serat Pangan Tidak Larut" (PDF). Skripsi Universitas Sumatera Utara: 15. 
  6. ^ Fuller, Stacey; Beck, Eleanor; Salman, Hayfa; Tapsell, Linda (2016-03). "New Horizons for the Study of Dietary Fiber and Health: A Review". Plant Foods for Human Nutrition (dalam bahasa Inggris). 71 (1): 1–12. doi:10.1007/s11130-016-0529-6. ISSN 0921-9668. 
  7. ^ Lattimer, James M.; Haub, Mark D. (2010-12-15). "Effects of Dietary Fiber and Its Components on Metabolic Health". Nutrients (dalam bahasa Inggris). 2 (12): 1266–1289. doi:10.3390/nu2121266. ISSN 2072-6643. 
  8. ^ Muchtadi, Deddy (2001). "Sayuran sebagai Sumber Serat Pangan untuk Mencegah Timbulnya Penyakit Degeneratif" (dalam bahasa Inggris). 
  9. ^ Astuti, Engrid Juni (2017-11-17). "Serat Pangan dalam Produk Pangan Fungsional". Research Report (0). 
  10. ^ Sekarindah, Titi (2006). Terapi jus buah & sayur. Niaga Swadaya. hlm. 10. ISBN 978-979-24-4886-3. 
  11. ^ Aleixandre, A.; Miguel, M. (2016). "Dietary fiber and blood pressure control". Food & Function (dalam bahasa Inggris). 7 (4): 1864–1871. doi:10.1039/C5FO00950B. ISSN 2042-6496. 
  12. ^ Slavin, Joanne L. (2005-03). "Dietary fiber and body weight". Nutrition (dalam bahasa Inggris). 21 (3): 411–418. doi:10.1016/j.nut.2004.08.018. 
  13. ^ Capuano, Edoardo (2017-11-02). "The behavior of dietary fiber in the gastrointestinal tract determines its physiological effect". Critical Reviews in Food Science and Nutrition (dalam bahasa Inggris). 57 (16): 3543–3564. doi:10.1080/10408398.2016.1180501. ISSN 1040-8398. 
  14. ^ "Analisis Tren Penelitian Pangan Fungsional: Kategori Bahan Serat Pangan". Jurnal Teknologi dan Industri Pangan (dalam bahasa Inggris). 2012-07-06. 
  15. ^ "The Many Types of Fiber, Prebiotics, and Starches". Chris Kresser (dalam bahasa Inggris). 2020-08-13. Diakses tanggal 2022-01-30. 
  16. ^ a b I, Santoso (2011). "Serat Pangan (Dietary Fiber) dan Manfaatnya bagi Kesehatan" (PDF). Magistra. XXIII (75): 35–40. 
  17. ^ "MedlinePlus Medical Encyclopedia: fiber". Diakses tanggal 22 April 2009. 
  18. ^ "University of MD Medical Center Encyclopedia entry for fiber". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2010-01-24. Diakses tanggal 22 April 2009. 
  19. ^ Gropper, Sareen S. (2008). Advanced nutrition and human metabolism (edisi ke-5th). Cengage Learning. hlm. 114. ISBN 978-0-495-11657-8. 
  20. ^ Food and Nutrition Board, Institute of Medicine of the National Academies (2005). Dietary Reference Intakes for Energy, Carbohydrate, Fiber, Fat, Fatty Acids, Cholesterol, Protein, and Amino Acids (Macronutrients). National Academies Press. hlm. 380–382. 
  21. ^ "Bulk Laxatives". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2012-11-18. Diakses tanggal 2012-10-09. 
  22. ^ Spiller, Gene (27 June 2001). Influence of fiber on the ecology of the intestinal flora. CRC handbook of dietary fiber in human nutrition. CRC Press. hlm. 257. ISBN 978-0-8493-2387-4. Diakses tanggal 22 April 2009. 
  23. ^ Constantine Iosif Fotiadis (November 14, 2008). "Role of probiotics, prebiotics and synbiotics in chemoprevention for colorectal cancer" (PDF). World Journal of Gastroenterology. 14. The WJG Press (42): 6454. ISSN 1007-9327. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2012-10-30. Diakses tanggal 22 April 2009. 
  24. ^ "Types of Fiber and Their Health Benefits". WebMD (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2022-01-30. 
  25. ^ "The Two Types of Dietary Fiber | Why You Should Eat Both". NuGo Fiber d'Lish (dalam bahasa Inggris). 2013-09-03. Diakses tanggal 2022-01-30. 
  26. ^ Dhingra, Devinder; Michael, Mona; Rajput, Hradesh; Patil, R. T. (2012-6). "Dietary fibre in foods: a review". Journal of Food Science and Technology. 49 (3): 255–266. doi:10.1007/s13197-011-0365-5. ISSN 0022-1155. PMC 3614039 . PMID 23729846. 
  27. ^ Alice Callahan, PhD; Heather Leonard, MEd; Tamberly Powell, M. S. (2020-10-14). "Fiber – Types, Food Sources, Health Benefits, and Whole Versus Refined Grains" (dalam bahasa Inggris). 

Pranala luar sunting