Dinasti Ayyubiyah
Dinasti Ayyubiyyah (bahasa Arab: الأيوبيون al-Ayyūbīyūn; bahasa Kurdi: خانەدانی ئەیووبیان Xanedana Eyûbiyan) adalah sebuah dinasti Muslim yang berasal dari suku Kurdi,[2][3][4] yang didirikan oleh Saladin dan berpusat di Mesir. Dinasti tersebut memerintah sebagian besar Timur Tengah pada abad ke-12 dan ke-13. Saladin menjadi vizier Mesir Fatimiyyah sebelum melengserkan Fatimiyyah pada 1171. Tiga tahun kemudian, ia memproklamasikan dirinya sendiri sebagai sultan setelah kematian mantan pentingginya, penguasa Zengid Nur al-Din.[5] Pada dekade berikutnya, Ayyubiyyah meluncurkan penaklukan ke seluruh kawasan tersebut dan pada 1183, mereka menguasai Mesir, Suriah, utara Mesopotamia, Hejaz, Yaman, dan pesisir Afrika Utara sampai perbatasan Tunisia saat ini. Sebagian besar Kerajaan Yerusalem jatuh ke tangan Saladin setelah kemenangannya dalam Pertempuran Hattin pada 1187. Namun, tentara Salib masih menguasai garis pesisir Palestina pada 1190an.
Dinasti Ayyubiyyah ایوبیان الأيوبيون | |||||||||||||
---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|
1171–13411 | |||||||||||||
Bendera | |||||||||||||
Wilayah terluas dinasti Ayyubiyyah dibawah Saladin ,tahun 1188 | |||||||||||||
Ibu kota | Kairo (1174–1250) | ||||||||||||
Bahasa yang umum digunakan | Arab Kurdi3 Koptik | ||||||||||||
Agama | Islam Sunni | ||||||||||||
Pemerintahan | Monarki | ||||||||||||
Sultan | |||||||||||||
• 1174–1193 | Saladin (pertama) | ||||||||||||
• 1331–1341 | Al-Afdal (terakhir dilaporkan) | ||||||||||||
Sejarah | |||||||||||||
• Didirikan | 1171 | ||||||||||||
• Dibubarkan | 13411 | ||||||||||||
Luas | |||||||||||||
Perkiraan tahun 1190[1] | 2.000.000 km2 (770.000 sq mi) | ||||||||||||
Populasi | |||||||||||||
• Abad ke-12 | 7,200,000 (perkiraan)2 | ||||||||||||
Mata uang | Dinar | ||||||||||||
| |||||||||||||
Sekarang bagian dari | Mesir Irak Israel Yordania Lebanon Libya Otoritas Palestina Arab Saudi Sudan Suriah Tunisia Turki Yaman | ||||||||||||
1 </ sup> Sebuah cabang dari dinasti Ayyubiyah memerintah Hisn Kayfa sampai awal abad ke-16. 2 </ sup> Jumlah penduduk wilayah Ayyubiyah tidak diketahui. Angka ini hanya mencakup penduduk Mesir, Suriah, Irak utara, Palestina, dan Yordania. Wilayah Ayyubiyah lainnya, termasuk Yaman, Hijaz, Nubia, dan Libya timur tidak termasuk. 3 </ sup> Kurdi adalah bahasa ibu Dinasti Ayyubiyah, tetapi dari akhir abad ke-12 dan seterusnya penguasa Ayyubiyah berbicara Arab lancar dan ditinggalkan Kurdi. | |||||||||||||
Setelah kematian Saladin, putra-putranya saling berebut kekuasaan kesultanan, namun saudara Saladin al-Adil menjadi petinggi sultan Ayyubiyyah pada 1200, dan seluruh sultan Ayyubiyyah dari Mesir pada masa selanjutnya adalah keturunan-keturunannya. Pada 1230an, emir-emir Suriah berupaya untuk meraih kemerdekaan mereka dari Mesir dan kerayaan Ayyubiyyah terpecah sampai Sultan as-Salih Ayyub mengembalikan persatuannya dengan menaklukan sebagian besar Suriah, kecuali Aleppo, pada 1247. Kemudian, dinasti-dinasti Muslim lokal mendompleng Ayyubiyyah dari Yaman, Hejaz, dan sebagian Mesopotamia. Setelah kematiannya pada 1249, as-Salih Ayyub digantikan di Mesir oleh al-Mu'azzam Turanshah. Namun, al-Mu'azzam Turanshah dilengserkan oleh para jenderal Mamluk yang telah menangkis invasi Delta Nil oleh pasukan Salib. Hal ini mengakhiri kekuasaan Ayyubiyyah di Mesir; upaya-upaya para emir Suriah, yang dipimpin oleh an-Nasir Yusuf dari Aleppo, untuk merebut kembali Mesir gagal. Pada 1260, bangsa Mongol merebut Aleppo dan menaklukan sisa-sisa kawasan Ayyubiyyah pada masa berikutnya. Kesultanan Mamluk mengusir bangsa Mongol, membiarkan kepangeranan Ayyubiyyah Hamat sampai melengserkan penguasa terakhirnya pada 1341.
Pada masa kekuasaan mereka yang relatif pendek, Ayyubiyyah mengalami era kejayaan ekonomi di wilayah yang mereka kuasai, dan fasilitas dan perlindungan yang diberikan oleh Ayyubiyyah membuat kegiatan intelektual bangkit di dunia Islam. Masa tersebut juga ditandai oleh proses Ayyubiyyah dalam memperkuat dominasi Muslim Sunni di kawasan tersebut dengan membangun sejumlah madrasah di kota-kota besar.
Sejarah
Asal muasal
Pendahulu dinasti Ayyubiyyah, Najm ad-Din Ayyub bin Shadhi, berasal dari suku Kurdi Rawadiyyah, yang suku itu sendiri merupakan sebuah cabang dari konfederasi Hadhabani. Para leluhur Ayyub bermukim di kota Dvin, utara Armenia.[2] Rawadiyyah merupakan kelompok Kurdi dominan di distrik Dvin, membentuk bagian dari elit politik-militer di kota tersebut.[2]
Puncaknya menjadi tak mengenakan di Dvin saat para jenderal Turki merebut kota tersebut dari pangeran Kurdi-nya. Shadhi meninggalkan dua putranya Ayyub dan Asad ad-Din Shirkuh.[2] Temannya Mujahid ad-Din Bihruz—gubernur militer utara Mesopotamia di bawah naungan bangsa Seljuk—menyambutnya dan mengangkatnya menjadi gubernur Tikrit. Setelah Shadhi meninggal, Ayyub menggantikannya pada jabatan gubernur di kota tersebut dengan bantuan saudaranya Shirkuh. Secara bersama-sama, mereka juga mengurusi kota tersebut, yang memberikan mereka ketenaran dari para penduduk lokal.[6] Pada saat itulah, Imad ad-Din Zangi, penguasa Mosul, dikalahkan oleh Abbasiyyah di bawah kepemimpinan Khalifah al-Mustarshid dan Bihruz. Dalam penawarannya untuk kabur dari medan tempur ke Mosul melalui Tikrit, Zangi mencari perlindungan bersama dengan Ayyub dan menawarkan bantuannya dalam tugas tersebut. Ayyub meniyakan dan menyediakan kapal kepada Zangi dan para pengikutnya untuk melintasi Sungai Tigris dan mendapatkan perlindungan ke Mosul.[7]
Catatan kaki
- ^ Turchin, Peter; Adams, Jonathan M.; Hall, Thomas D (December 2006). "East-West Orientation of Historical Empires" (PDF). Journal of world-systems research. 12 (2): 219–229. Diakses tanggal 9 January 2012.
- ^ a b c d Humphreys 1987
- ^ Özoğlu 2004, hlm. 46
- ^ Bosworth 1996, hlm. 73
- ^ Eiselen 1907, hlm. 89
- ^ Ali 1996, hlm. 27
- ^ Ali 1996, hlm. 28
Daftar pustaka
- Smail, R. C. Crusading Warfare 1097-1193. New York: Barnes & Noble Books, (1956) 1995. ISBN 1-56619-769-4