Sriwijaya Air
Sriwijaya Air adalah sebuah maskapai penerbangan di Indonesia. Sriwijaya Air didirikan oleh keluarga Lie (Hendry Lie dan Chandra Lie) dengan Johannes Bundjamin dan Andy Halim. Saat ini Sriwijaya Air adalah Maskapai Penerbangan terbesar ketiga di Indonesia,dan sejak tahun 2007 hingga saat ini tercatat sebagai salah satu Maskapai Penerbangan Nasional yang memiliki standar keamanan kategori 1 di Indonesia.[1]
Berkas:LOGO SJ VERTIKAL.png | |||||||
| |||||||
Didirikan | 2003 | ||||||
---|---|---|---|---|---|---|---|
Mulai beroperasi | 10 November 2003 | ||||||
Penghubung | Bandar Udara Internasional Soekarno-Hatta | ||||||
Anak perusahaan | NAM Air | ||||||
Armada | 12 | ||||||
Tujuan | 25 | ||||||
Slogan | Your Flying Partner | ||||||
Kantor pusat | Jakarta, Indonesia | ||||||
Tokoh utama |
| ||||||
Situs web | www |
Bersamaan dengan sebagian besar maskapai penerbangan Indonesia lainnya, Sriwijaya Air (termasuk anak perusahaan Sriwijaya Air, NAM Air) berada dalam daftar maskapai penerbangan yang dilarang di Uni Eropa karena alasan keamanan pada Desember 2014.
Sejarah Sriwijaya Air
PT Sriwijaya Air lahir sebagai perusahaan swasta murni yang didirikan oleh Chandra Lie, Hendry Lie, Johannes Bunjamin, dan Andy Halim. Beberapa tenaga ahli yang turut menjadi pionir berdirinya Sriwijaya Air diantaranya adalah Supardi, Capt. Kusnadi, Capt. Adil W, Capt. Harwick L, Gabriella, dan Suwarsono.
Sriwijaya Air didirikan dengan tujuan untuk menyatukan seluruh kawasan Nusantara seperti keinginan raja kerajaan Sriwijaya dahulu yang berasal dari kota Palembang. Keinginan tersebut kemudian diwujudkan melalui pengembangan transportasi udara.
Pada tahun 2003, tepat pada hari Pahlawan, 10 November, Sriwijaya Air memulai penerbangan perdananya dengan menerbangi rute Jakarta-Pangkalpinang PP, Jakarta-Palembang PP, Jakarta-Jambi PP, dan Jakarta-Pontianak PP.
Pada mulanya Sriwijaya Air hanya mengoperasikan 1 armada Boeing 737-200 yang kemudian seiring waktu terus ditambah hingga memiliki 15 armada Boeing 737-200. Sesuai dengan perkembangan teknologi dan kebutuhan pemenuhan pelayanan publik yang lebih baik, Sriwijaya Air kemudian menambah dan memperluas jangkauan penerbangannya dari Barat ke Timur sekaligus menambah pesawat dengan seri yang lebih baru,yaitu Boeing 737-300,Boeing 737-400, Boeing 737-500W,dan Boeing 737-800NG.
Maskapai ini sempat memesan 20 unit Embraer 175 dan Embraer 195 pada Paris Airshow 2011,namun kemudian pesanan ini dibatalkan dikarenakan alasan operasional, dan kemudian digantikan oleh Boeing 737-500W. Namun tidak tertutup kemungkinan bahwa Sriwijaya Air akan memesan Embraer kembali,yang akan dialokasikan ke anak perusahaannya, yaitu NAM Air.
Pada Agustus 2007, Sriwijaya Air mendapatkan penghargaan keselamatan penerbangan dari Boeing, yaitu Boeing International Award for Safety and Maintenance of Aircraft, diberikan setelah inspeksi dilakukan selama beberapa bulan oleh tim dari Boeing Company.[1]
Pada 1 Agustus 2011, Sriwijaya Air meluncurkan buku panduan berbahasa braille dan program khusus untuk penanganan terhadap para Tuna Netra yang terbang dengan maskapai tersebut. Para awak kabin telah dilatih secara khusus untuk menangani penumpang yang memiliki kelemahan tersebut,diantaranya dengan cara pendekatan personal dan dengan sentuhan fisik.[2]
Pada 16 Juni 2015 di Paris Air Show 2015, Sriwijaya Air mengumumkan pemesanan pasti 2 unit 737-900ER dengan 20 unit 737 MAX 8 sebagai opsi yang akan diambil pada masa depan. Pesanan ini merupakan pertama kalinya Sriwijaya Air memesan pesawat yang benar-benar baru dan langsung dari pabriknya. Kedua 737-900ER milik Sriwijaya Air telah tiba bersamaan pada 23 Agustus 2015.[3]
Pada Agustus 2015, Sriwijaya Air kembali mendapatkan sertifikasi keselamatan penerbangan, yaitu Basic Aviation Risk Standard(BARS) yang dilakukan oleh Flight Safety Foundation, berbasis di Amerika Serikat.[4]
Kerjasama Operasi dengan Garuda Indonesia
Garuda Indonesia melalui anak usahanya, Citilink, mengambil alih operasional Sriwijaya Air dan NAM Air melalui kerja sama operasi (KSO). Seiring dengan itu, keseluruhan operasional Sriwijaya Group termasuk keuangannya akan berada di bawah pengelolaan KSO tersebut. KSO tersebut telah ditandatangani pada tanggal 9 November 2018.[5]
Pada 19 November 2018, terdapat perubahan kerja sama dari KSO (kerja sama operasional) menjadi KSM (kerja sama manajemen). Perubahan tersebut sebagai antisipasi agar tak 'disemprit' Komisi Pengawasan Persaingan Usaha (KPPU). Dengan perjanjian tersebut, Komisaris Utama dan 2 Anggota Komisaris dijabat oleh perwakilan dari Garuda Indonesia Group. Pada awal 2019, sejumlah langkah dilakukan manajemen baru. Sejumlah rute yang merugi ditutup, seperti rute ke Banyuwangi. Pada 28 Februari 2019, dilakukan perubahan KSM dengan menambah 5% Management Fee untuk Citilink Indonesia.[6]
Pengambilalihan tersebut dilakukan lantaran Sriwijaya Air memiliki utang kepada Garuda Indonesia. Mengutip laporan keuangan konsolidasi Garuda Indonesia per Juni 2019 lalu, total piutang grup ini ke Sriwijaya Air bernilai sebesar US$ 118,79 juta atau setara dengan Rp 1,66 triliun (asumsi kurs Rp 14.000/US$). Jumlah ini meningkat dua kali lipat dari akhir Desember 2018 yang senilai US$ 55,39 juta (Rp 775,55 miliar). Adapun dari jumlah tersebut nilai piutang dari PT Garuda Maintenance Facility Aero Asia Tbk (GMF AeroAsia) kepada Sriwijaya nilainya mencapai US$ 52,51 juta (Rp 735,15 miliar), turun sedikit dari posisi US$ 55,12 juta (Rp 771,70 miliar). Nilai ini tertera dalam laporan keuangan GMF di Bursa Efek Indonesia (BEI).[7]
Ternyata, kewajiban Sriwijaya tak hanya menunggak ke Garuda Indonesia dan anak usahanya, namun juga terjadi pada beberapa BUMN lainnya. Sebelum terjadi kerja sama antara Garuda-Sriwijaya pada November 2018, tercatat kewajiban yang belum dibayarkan Sriwijaya ke PT Pertamina (Persero) sebesar Rp 942 miliar, PT Bank Negara Indonesia Tbk. (BBNI) sebesar Rp 585 miliar, utang spare parts senilai US$ 15 juta, dan kepada PT Angkasa Pura II senilai Rp 80 miliar, serta PT Angkasa Pura I sebesar Rp 50 miliar.[7]
Ketegangan terjadi ketika Dewan Komisaris Sriwijaya Air memutuskan untuk melakukan perombakan di jajaran direksi pada 9 September 2019. Manajemen melakukan pemberhentian sementara terhadap Direktur Utama Sriwijaya Air Joseph Adriaan Saul. Tidak hanya itu, manajemen juga memberhentikan Direktur SDM dan Pelayaan Sriwijaya Air Harkandri M Dahler dan Direktur Komersial Sriwijaya Air Joseph Tendean. Ketiga orang tersebut merupakan perwakilan Garuda Indonesia di manajemen Sriwijaya Air.[6]
Anak usaha Garuda Indonesia, Citilink akhirnya menggugat Sriwijaya Group (Sriwijaya Air dan NAM Air) atas dugaan wanprestasi dalam perjanjian bisnis antara kedua grup maskapai penerbangan ini.[8] Logo Garuda Indonesia kemudian dicabut dari pesawat Sriwijaya Air[9] serta GMF AeroAsia yang bertanggungjawab dalam pemeliharaan pesawat juga menghentikan kerjasamanya. Akibatnya Direktur Operasi Sriwijaya Air, Fadjar Semiarto merekomendasikan agar maskapai tersebut menghentikan operasionalnya untuk sementara waktu. Fadjar Semiarto menjelaskan, potensi bahaya muncul karena Hazard Identification and Risk Asessment (HIRA) operasional Sriwijaya Air menunjukan angka 4A (tidak dapat diterima dalam situasi yang ada). Sriwijaya Air juga menghentikan operasi 18 pesawatnya karena dianggap tak laik terbang.[10]
Bercerai kurang dari sebulan, Sriwijaya Air Group akhirnya memutuskan melanjutkan kerja sama manajemen dengan Garuda Indonesia Group. Hal ini membuat fasilitas perawatan pesawatnya kembali dikelola GMF AeroAsia.[11]
Pada 7 November 2019, kerjasama Garuda dan Sriwijaya kisruh kembali, hal itu terjadi karena kesepakatan antara Garuda Indonesia dan pemegang saham Sriwijaya Air kembali menemui jalan buntu. Manajemen Sriwijaya Air Group memutuskan untuk mengembalikan 11 karyawan Garuda Indonesia Group yang ditempatkan dan diperbantukan ke mereka.[12] Garuda Indonesia memberikan instruksi mendadak kepada semua anak perusahaannya, yakni PT GMF Aero Asia, PT Gapura Angkasa dan Aerowisata untuk memberikan pelayanan kepada Sriwijaya, dengan syarat pembayaran tunai di muka. Jika tidak, maka mereka dilarang memberikan pelayanan dan perawatan kepada Sriwijaya Air.[13]
Arti Logo dan Livery Sriwijaya Air
Logo
- berupa RU-YI (Filosofi Cina), yang berarti bahwa apa yang kita inginkan atau usahakan harus yakin tercapai
Warna Putih
- Melambangkan semua karyawan Sriwijaya Air harus memiliki hati yang bersih, sebersih warna dasar armada Sriwijaya Air
Warna Biru
- Melambangkan Sriwijaya Air berkeinginan melanglang buana ke seluruh pelosok Nusantara tercinta
Warna Merah
- Melambangkan bahwa para pimpinan dan karyawan Sriwijaya Air harus berani dan bijak dalam menyelesaikan masalah atau mengambil keputusan
Tulisan Sriwijaya Air
- Melambangkan bahwa Sriwijaya Air harus menjadi perusahaan yang besar dan terkenal seperti Kerajaan Sriwijaya yang namanya terukir dalam sejarah nasional dan regional
Lekukan Hati diatap Pesawat
- Melambangkan bahwa para pimpinan dan karyawan harus mempunyai rasa memiliki (sense of belonging) dan rasa cinta terhadap perusahaan
Daftar perusahaan di Group Sriwijaya Air
Dalam perkembangannya, Sriwijaya Air juga mendirikan beberapa anak perusahaan yang hampir keseluruhannya menggunakan istilah NAM sebagai akronim kecuali untuk NAM Air, sebagai bentuk penghargaan kepada Ayahanda dari Bpk. Chandra Lie, yaitu Bpk. Lo Kui Nam. Berikut diantaranya:
- NAM Air - Maskapai Pengumpan Sriwijaya Air yang didirikan pada 26 September 2013, kemudian terbang untuk pertama kalinya 11 Desember 2013.
- National Aviation Management - Sekolah Penerbangan yang berbasis di Pangkal Pinang, lebih dikenal sebagai NAM Flying School.
- National Aircrew Management - Sekolah Awak Kabin Group Sriwijaya Air yang berbasis di Jakarta. Dikenal juga sebagai NAM Training Center.
- National Aircraft Maintenance - Berperan dalam perawatan kecil Pesawat Terbang Group Sriwijaya Air. Perawatan utama dilakukan di GMF AeroAsia di Jakarta atau AiRod Sdn Bhd di Kuala Lumpur, Malaysia.
- Negeri Aksara Mandiri - Berperan dalam produksi Inflight Magazine "SRIWIJAYA" yang digunakan Sriwijaya Air dan NAM Air.
Daftar tujuan
Armada
Seluruh armada Sriwijaya Air memiliki nama tersendiri yang terletak di bagian depan pesawat (nosename) dengan filosofi yang berbeda. Nama ini diambil dari nama tempat, burung, tanaman, ataupun petikan kata dari ayat di kitab suci. Sebagai contoh adalah "Rajawali", "Gaharu", "Kebersamaan", "Hawila", dan "Serumpun Sebalay".
Armada terhitung Agustus 2019, antara lain:
Jenis Pesawat | Jumlah Penumpang | Dalam Pesanan | Konfigurasi Kursi | Catatan | ||||
---|---|---|---|---|---|---|---|---|
C | Y | Total | ||||||
Boeing 737-500 | 6 | — | 8 | 112 | 120 | |||
Boeing 737-800 | 22 | 5 | — | 189 | 189 | |||
Boeing 737 MAX 9 | — | 1 | TBA | |||||
Boeing 737-900ER | 2 | — | — | 220 | 220 | |||
Total | 30 | 5 |
Mantan armada
Pesawat | Total | Keterangan | Konfigurasi Kursi |
---|---|---|---|
Boeing 737-200 | 15 | Dipensiunkan secara keseluruhan pada 23 Agustus 2013. | 126 Kursi Ekonomi |
Boeing 737-300 | 4 | Dipensiunkan mulai 2014 secara bertahap bersamaan dengan 737-400 dan digantikan oleh 737-800. | 148 Kursi Ekonomi |
Boeing 737-400 | 7 | Keseluruhan 737-400 milik Sriwijaya Air telah dipensiunkan mulai Januari 2016. | 168 Kursi Ekonomi |
Boeing 737-500 | 3 | PK-CMA, PK-CMC dan PK-CMD dialihkan ke NAM Air mulai Juni 2015. | 8 Kursi Bisnis dan 112 Kursi Ekonomi |
Boeing 737-800 | 1 | PK-CLR dikembalikan ke lessor pada tahun 2013. | 8 Kursi Bisnis dan 168 Kursi Ekonomi |
Insiden
- 27 Agustus 2008 - Sriwijaya Air Penerbangan 062 tergenlincir di Bandar Udara Sultan Thaha Syaifuddin saat sedang mendarat. Kejadian ini disebabkan kerusakan yang terjadi pada sistem rem. Tidak ada korban jiwa
- 27 Januari 2010 - Sriwijaya Air dengan rute Jakarta - Padang tergelincir saat mendarat di Bandar Udara Internasional Soekarno-Hatta.
- 20 Desember 2011 - Sriwijaya Air SJ 230 PK-CKM rute Jakarta - Yogyakarta tergelincir di Bandara Adisutjipto.[15] Tidak ada korban jiwa
- 13 Oktober 2012 - Sriwijaya Air Penerbangan SJ 0021 Medan - Padang salah mendarat di Bandar Udara Tabing . Tidak ada korban jiwa
- 27 Maret 2013 - Sriwijaya Air penerbangan Medan ke Padang tergelincir ketika baru saja mendarat di Bandara Internasional Minangkabau. Tidak ada korban jiwa.[16]
Galeri
-
Salah satu Boeing 737-200 milik Sriwijaya Air.
-
Boeing 737-300 milik Sriwijaya Air.
-
Boeing 737-400 milik Sriwijaya Air.
-
Pesawat Boeing 737-500WL milik Sriwijaya Air di Bandara Juanda, Surabaya.
Referensi
- ^ Piagam dan Penghargaan Sriwijaya Air
- ^ Sejarah dan Arti Logo dan Livery Sriwijaya Air
- ^ https://www.sriwijayaair.co.id/news/?action=nodeDetail&id=97
- ^ https://www.facebook.com/notes/sriwijaya-air/sriwijaya-air-peroleh-sertifikasi-bars/1103611139649326
- ^ "Operasional Sriwijaya Air Resmi Dikelola Garuda Indonesia". ekonomi.kompas.com. 14 Januari 2019.
- ^ a b "Kemesraan dengan Garuda Retak, Sriwijaya Air Pecah Kongsi". cnbcindonesia.com. 11 September 2019.
- ^ a b "Kerja Sama Mau Kandas, Berapa Utang Sriwijaya ke Garuda?". cnbcindonesia.com. 27 September 2019.
- ^ "Pecah Kongsi, Citilink Akhirnya Resmi Gugat Sriwijaya Air". cnbcindonesia.com. 28 September 2019.
- ^ "Garuda Cabut Logo di Semua Pesawat Sriwijaya Air, Ada Apa?". finance.detik.com. 25 September 2019.
- ^ "Penyebab Sriwijaya Air Berhenti Operasi, Bukan karena Tiket Mahal, Bos Ungkap Hal ini, Bangkrutkah?". bangka.tribunnews.com. 1 Oktober 2019.
- ^ "Rujuk Lagi, Menimbang Untung-Rugi Kerja Sama Garuda-Sriwijaya". katadata.co.id. 4 Oktober 2019.
- ^ "Kisruh Lagi, Sriwijaya Pulangkan 11 Karyawan Garuda Indonesia". cnnindonesia.com. 8 November 2019.
- ^ "Sriwijaya Air Pilih 'Cerai' dengan Garuda Indonesia". cnnindonesia.com. 8 November 2019.
- ^ http://www.antarariau.com/berita/82656/kehadiran-sriwijaya-air-dinilai-ramaikan-persaingan-armada-umrah-pekanbaru
- ^ Artikel:"Bandara Adisutjipto Masih Ditutup" di Kompas.com
- ^ Artikel:"Pesawat Sriwijaya Tergelincir di Bandara Internasional Minangkabau" di Detik.com
Pranala luar
- (Indonesia) Situs web resmi