Salat tujuh waktu

Revisi sejak 8 Februari 2021 01.23 oleh Medelam (bicara | kontrib) (kembalikan ke versi stabil halaman)

Salat Tujuh Waktu (bahasa Arab: As-Sab’u ash-Shalawat) adalah salah satu ritual atau tata ibadah Kristen dalam Gereja Ritus Timur, khususnya di dalam Gereja Ortodoks. Liturgi salat ini terus dilakukan di gereja-gereja Arab, sebagaimana juga terdapat dalam tradisi Gereja Katolik Roma dengan nama "Brevir" atau "De Liturgia Horanum". Hampir seluruh Gereja-gereja di Timur masih melaksanakan "Salat Tujuh Waktu" (As-Sab’u ash-Shalawat) ini. Dalam gereja-gereja Ortodoks jam-jam salat (bahasa Aram: ‘iddana tselota; bahasa Arab: sa’atush salat) ini masih dipertahankan tanpa putus sebagai doa-doa baik kaum imam (klerus) maupun untuk umat (awam).[1]

Salat Tujuh Waktu
Terkait denganSalat; Kristen, Ortodoks, Doa

Pemakaian kata "Salat" dalam agama Kristen

Kata "Salat" jarang disinggung-sentuh oleh orang Kristen di Indonesia, karena kata yang identik dengan "Sembahyang" itu lebih umum dipakai untuk ibadah dalam agama Islam. Padahal jauh sebelum kaum Muslim menggunakan kata ini, penganut Gereja Kristen Ortodoks, yang dicatat sudah masuk ke Indonesia sejak abad ke-7 M, telah menggunakan kata “Salat” saat menunaikan ibadah. Kata “Salat” dalam bahasa Indonesia merupakan kata ambilan dari bahasa Arab, yang berasal dari kata tselota dalam bahasa Aram (Suriah) yaitu bahasa yang digunakan oleh Yesus Kristus pada masa hidupnya di dunia. Bagi umat Kristen Ortodoks Arab yaitu umat Kristen Ortodoks yang berada di Mesir, Palestina, Yordania, Libanon dan daerah Timur Tengah lainnya menggunakan kata tselota tersebut dalam bentuk bahasa Arab Salat, sehingga doa “Bapa kami” oleh umat Kristen Ortodoks Arab disebut sebagai Sholattul Rabbaniyah.

Istilah Tselota, Salat dan Shalawat

Kata Arab "salat" berasal dari bahasa Aram "tselota". Contoh kata ini misalnya terdapat pada Kisah Para Rasul 2:42 dalam teks Peshitta, yaitu terjemahan kuno Alkitab dalam bahasa Aram/Suryani: "waminin hu bsyulfana dshliha wmishtautfin hwo batselota wbaqtsaya deukaristiya" (Mereka bertekun dalam pengajaran para Rasul dan dalam persekutuan. Dan mereka selalu menjalankan salat-salat dan merayakan Ekaristi atau "Khidmat al-Quddus").[2] Dalam Alkitab bahasa Arab, kedua ibadah itu disebut: "kasril khubzi wa shalawat" (memecah-mecahkan roti dan melaksanakan salat-salat). Dua corak ibadah ini merupakan pelaksanaan kedua corak ibadah Yahudi: "Mahzor dan Siddur". Mahzor ialah perayaan besar yang diselenggarakan 3 kali dalam setahun di kota suci Yerusalem. Kata yang diterjemahkan "perayaan", dalam bahasa Ibrani adalah: Hag (yang seakar dengan kata Arab: Hajj ). Ketujuh ibadah sakramental, khususnya "Qurbana de Qaddisa" (Ekaristi/Perjamuan Kudus) yang meneruskan ibadah Hag, maupun "Salat tujuh waktu" non-sakramental, dapat dilacak asal-usulnya dari Siddur Yahudi.[1]

Kata bahasa Aram Tselota merupakan nomen actionis, yang berarti "ruku’" atau "perbuatan membungkukkan badan". Dari bentuk kata Tselota inilah, bahasa Arab melestarikannya menjadi kata Salat.

Mar Ignatius Ya’qub III dari gereja Ortodoks menekankan bahwa orang Kristen hanya "melanjutkan adab yang dilakukan orang-orang Yahudi dan bangsa Timur lainnya ketika memuji Allah dalam praktik ibadah mereka" (taba’an lamma kana yaf’alahu al-Yahudi wa ghayrihim fii al-syariq fii atsna’ mumarasatihim al ‘ibadah). Dan perlu dicatat bahwa, "pola ibadah ini telah dilestarikan pula oleh umat Muslimin" (wa qad iqtabasa al-Muslimun aidhan buduruhum hadza al-naun min al ‘ibadah).

Selain dari itu, gereja mula-mula juga meneruskan adab ‘Tilawat Muzamir’ (yaitu bagian-bagian Kitab Zabur/Mazmur) dan salat-salat yang ditentukan pada jam-jam ini (wa qad akhadzat ba’dha al-Kana’is ‘an Yahudu tilawat Muzamir wa shalawat mu’ayyanat fii hadzihis sa’ah).

Kiblat Salat

Alkitab mencatat kebiasaan nabi Daniel berkiblat "ke arah Yerusalem, tiga kali sehari ia berlutut dengan kakinya (ruku’) mengerjakan salat" (Daniel 6:11, dalam bahasa Aram: "negel Yerusyalem, we zimnin talatah be Yoma hu barek ‘al birkohi ume Tsela" ). Seluruh umat Yahudi sampai sekarang berdoa dengan menghadap ke Baitul Maqdis (bahasa Ibrani: Beyt ham-Miqdash), di kota suci Yerusalem. Sinagoge-sinagoge Yahudi di luar Tanah Suci mempunyai arah kiblat (bahasa Ibrani: Mizrah) ke Yerusalem. Kebiasaan ini diikuti oleh umat Kristen mula-mula, tetapi mulai berkembang beberapa saat setelah tentara Romawi menghancurkan Bait Allah di Yerusalem pada tahun 70 M.

Kehancuran Bait Allah membuat arah kiblat salat Kristen menjadi ke arah Timur, berdasarkan Yohanes 4:21, Kejadian 2:8, Yehezkiel 43:2 dan Yehezkiel 44:1. Kiblat ibadah ke arah Timur ini masih dilestarikan di seluruh gereja Timur, baik gereja-gereja Ortodoks yang berhaluan Kalsedonia (Yunani), gereja-gereja Orthodoks non-Kalsedonia (Qibtiy/Koptik dan Suriah), maupun minoritas gereja-gereja Nestoria yang masih bertahan di Irak.

Tata cara Salat

Pada Gereja Ortodoks Syria, setiap salat terdiri dari tiga rakaat (satuan gerakan). Pada rakaat pertama hanya dilakukan qiyam (berdiri). Pada rakaat kedua dilakukan rukuk, dan sujud. Pada saat rukuk dan sujud ini dilakukan gerakan tanda salib. Dan, doa yang digunakan dalam bahasa Arab, Aram, Yunani, dan Ibrani. Lalu dibacakan pujian (qari’ah) yang dikutip dari kitab Mazmur. Pada rakaat ketiga dilakukan pembacaan kanun al imam, semacam pengakuan kepada Tuhan (syahadat) yang dikenal dalam Gereja Ortodoks.[3]

Makna Teologis Ketujuh Waktu Salat

L E Philips, berdasarkan penelitian arkeologisnya menulis bahwa umat Kristiani paling awal sudah melaksanakan daily prayers (salat) pada waktu pagi, tengah hari, malam dan tengah malam.

Ketujuh Salat dalam gereja purba, yang penyusunannya didasarkan hitungan waktu Yahudi kuno itu, antara lain:

Salat Sa’at al-Awwal

Salat jam pertama, kira-kira pukul 06.00 pagi, sebanding dengan "Salat subuh atau salat fajr(صلاة صبح/صلاة فجر)" dalam Islam. Disebut juga Salat Subuh dalam gereja Suriah, atau Salat Bakir (Salat bangun tidur) dalam gereja Koptik. Dalam Gereja Barat (Katolik) disebut Prime (Latin: hora prime 'jam pertama'). Ibadat ini dalam Gereja Barat dibedakan dengan Matin (Latin: matutinum 'waktu fajar') yang dilaksanakan saat matahari terbit/subuh. (Matin di kemudian hari lebih dikenal dengan sebutan Lauds (lihat Salat as-Satar di bawah).)

Disebutkan dalam 1 Samuel 1:19 tentang salat di awal pagi ini.

""Keesokan harinya bangunlah mereka itu pagi-pagi, lalu sujud menyembah di hadapan TUHAN;..." 1 Samuel 1 (19)[4][5]

Keputusan Konsili Vatikan II menghapuskan ibadat Prime dan menyederhanakan tiga ibadat Terce, Sexte, dan None (lihat salat-salat ini di bawah) menjadi satu ibadat siang yang waktunya dapat dilaksanakan kapan saja di siang hari.

Salat Sa’at ats-Tsalitsah

Terce (Latin: hora tertia 'jam ketiga'), jatuh kira-kira sejajar dengan pukul 09.00 pagi, sebanding dengan "Salat Duha(صلاة ضحى)" dalam Islam. Salat pada jam ketiga ini, karena memperingati Penyaliban Al-Masih (Markus 15:25), dan turunnya Roh Kudus atas para muridNya (Kisah Para Rasul 2:15).

Salat Sa’at as-Sadisah

Sexte (Latin: hora sexta 'jam keenam'), yang bertepatan pada jam 12.00 siang. Rasul Petrus melaksanakannya (Kisah Para Rasul 10:9). Raja Daud juga mengenal salat tengah hari (bahasa Ibrani: "Tsohorayim" ). Waktu salat ini dapat sejajar dengan "Salat Dzuhur(صلاة ظهر)" dalam Islam. Pada waktu inilah kegelapan melanda kawasan itu mulai jam 12, sewaktu "Ia {Yesus} telah disalibkan" (Markus 15:33).

Salat Sa’at at-Tasi’ah

None (Latin: hora nona 'jam kesembilan'), kira-kira pukul tiga petang menurut hitungan modern (pukul 15.00), atau sejajar dengan "Salat ‘Ashar(صلاة عصر)" dalam Islam. Rasul-rasul dengan tekun mengikuti Salat yang dikenal orang Yahudi sebagai "Minhah" (Kisah Para Rasul 3:1, 10:30). Dalam Lukas 23:44–46 dikisahkan bahwa kegelapan meliputi seluruh daerah itu, dan tirai Baitul Maqdis terbelah dua, lalu Yesus menyerahkan nyawa-Nya.

Salat Sa’at al-Ghurub

Dalam Gereja Katolik dikenal dengan Vesper (ibadah sore/senja/Magrib). Waktunya bersamaan dengan terbenamnya matahari, sebanding dengan "Salat maghrib(صلاة مغرب)" dalam Islam. Kira-kira pukul 06.00 petang (18:00) menurut waktu Indonesia. Salat ini untuk mengingatkan kita pada diturunkannya tubuh Isa Al-Masih (Yesus Kristus) dari kayu salib, lalu dikafani dan dibaringkan serta diberi rempah-rempah (ruttabat hadza ash-salatu tadkara li-nuzulu jasada as-sayid al-Masih min ‘ala ash-shalib wa takafiniyat wa wadha’ al-hanuthan ‘alaih).

Salat al-Naum

Shalat al-Naum ("saat berangkat tidur"), kira-kira sejajar dengan "salat ‘Isya(صلاة عشاء)" dalam Islam. Gereja Katolik menyebut salat ini Complin (Latin: Completorium 'penutup'). Tradisi liturgis Kristiani menghubungkan salat malam ini "untuk mengingat berbaringnya Junjungan kita al-Masih dalam kubur" (ruttabat tadzkara li-wadla’a as-sayid al-Masih fi al-qubr).

Salat as-Satar

Salat tengah malam (penutup) ini, disebut dalam gereja-gereja kuno dengan berbagai nama: "Salat Lail (Salat malam)", "Salat Satar ("Pray of Veil", Salat Penutup)", atau "Salat Sa’at Hajib Dhulmat (Salat berjaga waktu malam gelap)". Dalam bahasa Aram/Suryani dikenal dengan istilah "Tselota Shahra" ("Salat waktu berjaga"). [bandingkan Wahyu 16:15, Kisah Para Rasul 16:25].

Ibadat tengah malam, yang semula dalam gereja Latin disebut Nocturna, tidak memiliki jam yang tetap dan dapat dilaksanakan kapan saja di antara Complin dan Matin. Ibadat ini berpadanan dengan "Salat Tahajjud" dalam Islam. Oleh sebab itu, banyak tempat yang kemudian melaksanakannya berdekatan dengan Matin. Ibadat tengah malam ini akhirnya pun disebut Matin; kerancuan istilah ini sebenarnya tidak salah, sebab Matin (dari bahasa Latin: matutinum) berarti "waktu fajar" dan Nocturna sudah tidak benar-benar dilaksanakan pada tengah malam lagi. Ibadat subuh yang sesungguhnya lalu mendapat nama baru: Lauds (berasal dari perkataan Laudate Dominum 'Pujilah Tuhan' yang terkandung dalam ayat mazmur-mazmur yang dinyanyikan pada akhir ibadat ini, dan langsung dilaksanakan menyusul ibadat "tengah malam" (yang kini lebih umum disebut Matin).

Setelah Konsili Vatikan II ibadat tengah malam (Matin) kini disebut "Ibadat Bacaan" (Latin officium lectionis) dan waktu pelaksanaannya dapat digeser kapan saja sepanjang hari.

Ibadah Salat sebelum Islam dalam pandangan Islam

Adanya ibadah salat bagi umat Yahudi dan Kristen adalah sesuatu yang dibenarkan menurut akidah Islam. Karena menurut keyakinan umat islam semua Nabi melaksanakan salat atas perintah Allah. Jadi Salat tidak khusus bagi Nabi Muhammad dan umatnya saja. Salat dalam Islampun telah dilakukan sejak awal diutusnya Nabi Muhammad, dan baru diwajibkan di lima waktu setelah terjadinya peristiwa Isra dan mikraj. Dalam Isra' mi'raj tersebut disebutkan bahwa Nabi Muhammad salat terlebih dahulu di Al-Aqsha sebelum naik kelangit dan berjumpa para Nabi. Nabi Muhammad juga bertemu Nabi Musa dan dia menceritakan banyaknya jumlah salat yang dilakukan bani Israel dalam sehari, kemudian Nabi Muhammad atas nasihat Nabi Musa kembali kepada Allah untuk meminta keringanan jumlah salat wajib bagi umatnya sehingga menjadi lima waktu saja dalam sehari. Maka salat di selain lima waktu tersebut (seperti Salat Dhuha, Salat Malam, dll) hukumnya adalah sunnah (tambahan) saja.

Didalam Al-Qur'an juga disiratkan akan salat yang dilakukan Nabi-Nabi sebelum Islam, misalnya Ishak dan Ya'kub As.:

"Dan Kami telah memberikan kepada-nya (Ibrahim) lshak dan Ya'qub, sebagai suatu anugerah (daripada Kami). Dan masing-masingnya Kami jadikan orang-orang yang saleh. Kami telah menjadikan mereka itu sebagai pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah Kami dan telah Kami wahyukan kepada, mereka mengerjakan kebajikan, mendirikan salat, menunaikan zakat, dan hanya kepada Kamilah mereka selalu menyembah."

— Al-Qur'an Surah Al-Anbiya':72-73[6]

Juga disebutkan pula di dalam Al-Qur'an perintah Salat kepada yang selainnya, pada Ismail As. [7], pada Isa As. [8], pada Bani Israil [9], seluruh Ahlul Kitab [10] bahkan para malaikat[11].

Salat di dalam Al-Qur'an terkadang hanya disebut sebagai berdiri, rukuk atau sujud saja[12], akan tetapi sesungguhnya maksudnya adalah salat itu sendiri secara keseluruhan (satu kesatuan) mencakup berdiri, rukuk dan sujudnya, mulai dari takbir hingga salamnya. Pada awal mulanya salat umat muslim berkiblat ke Al-Aqsha (Baitul Maqdis) di Yerusalem sebelum akhirnya diperintah Allah untuk berpindah kiblat ke bangunan yang didirikan nabi Ibrahim dan Ismail yaitu Masjid Al-Haram Ka'bah [13].

Lihat pula

Referensi

Pranala luar

  1. Artikel tentang KOS dan Sholat Tujuh Waktu (bertahun 1998) dari seorang jurnalis yang kini bekerja di Koran Tempo
  2. http://christianforpeace.blogspot.com/2010/12/umat-kristiani-salat-sembahyang-7-kali.html
  3. http://www.scribd.com/doc/25460802/Salat-Orthodox
  4. http://www.facebook.com/note.php?note_id=407572576908
  5. Ancient Jewish Prayer - תפילה יהודית
  6. Jewish Prayer - الصلاة اليهودية - כריעות בשמונה עשר
  7. Early Christians Prayer
  8. Jews are praying