Babad Tanah Jawi

sastra Jawa
Revisi sejak 29 Agustus 2021 13.51 oleh Great achievement (bicara | kontrib) (Mangkunegara: Sudah seda/wafat)

Babad Tanah Jawi (bahasa Jawa: ꦧꦧꦢ꧀ꦠꦤꦃꦗꦮꦶ, bahasa Indonesia: "Sejarah Tanah Jawa") adalah naskah berbahasa Jawa yang berisi sejarah raja-raja yang pernah bertahta di pulau Jawa. Terdapat beragam susunan dan isi dan tidak ditemukan salinan yang berusia lebih tua daripada abad ke-18. Dibuat sebagai suatu karya sastra sejarah yang berbentuk tembang Jawa. Sebagai babad/babon/buku besar dengan pusat kerajaan zaman Mataram, buku ini tidak pernah lepas dalam setiap kajian mengenai hal hal yang terjadi di tanah Jawa.

Babad Tanah Jawi

Buku ini juga memuat silsilah raja-raja cikal bakal kerajaan Mataram, yang juga unik dalam buku ini sang penulis memberikan cantolan hingga nabi Adam dan nabi-nabi lainnya sebagai nenek moyang raja-raja Hindu di tanah Jawa hingga Mataram Islam.[1]

Silsilah raja-raja Pajajaran yang lebih dulu juga mendapat tempat. Berikutnya Majapahit, Demak, terus berurutan hingga sampai kerajaan Pajang dan Mataram pada pertengahan abad ke-18.

Buku ini telah dipakai sebagai salah satu babon rekonstruksi sejarah pulau Jawa. Namun menyadari kentalnya campuran mitos dan pengkultusan, para ahli selalu menggunakannya dengan pendekatan kritis.[2]

Versi

 
Versi lain (sekitar abad ke-19)

Banyaknya versi Babad Tanah Jawi yang beredar bisa dikelompokkan menjadi dua kelompok induk naskah:

  • Pertama, induk Babad Tanah Jawi yang ditulis oleh Carik Tumenggung Tirtowiguno (Carik Braja)[3] atas perintah Pakubuwana III. Induk ini telah beredar pada tahun 1788. Pada tahun 1874, Johannes Jacobus Meinsma menerbitkan versi gancaran (prosa) dari induk ini yang dikerjakan oleh Ngabehi Kertapraja.[4][5] W. L. Olthof pernah mereproduksi ulang versi Meinsma pada tahun 1941. Pada kedua versi tersebut, nama Ngabehi Kertapradja tidak dicantum.[6] Menurut Merle Calvin Ricklefs, versi Meinsma bukan sumber utama yang bisa diterima untuk riset sejarah, dan sebaliknya mengakui edisi Olthof.[7]
  • Kedua, induk Babad Tanah Jawi yang ditulis oleh Carik Adilangu II yang hidup di masa Pakubuwana I dan Pakubuwana II. Naskah tertuanya bertanggal tahun 1722.[6]

Perbedaan keduanya terletak pada penceritaan sejarah Jawa Kuno sebelum munculnya cikal bakal kerajaan Mataram. Kelompok pertama hanya menceritakan riwayat Mataram secara ringkas, berupa silsilah dilengkapi sedikit keterangan, sementara kelompok kedua dilengkapi dengan kisah panjang lebar.

Babad Tanah Jawi telah menyedot perhatian banyak ahli sejarah. Antara lain, H. J. de Graaf. Menurutnya, apa yang tertulis di Babad Tanah Jawi dapat dipercaya, khususnya cerita tentang peristiwa tahun 1600 sampai zaman Kartasura pada abad ke-18. Demikian juga dengan peristiwa sejak tahun 1580 yang mengulas tentang kerajaan Pajang. Namun, untuk cerita setelah era itu, de Graaf tidak berani menyebutnya sebagai data sejarah karena terlalu sarat dengan campuran mitologi, kosmologi, dan dongeng.

Menjelang Perang Dunia II, Balai Pustaka juga menerbitkan berpuluh-puluh jilid Babad Tanah Jawi dalam bentuk aslinya. Asli sesungguhnya karena dalam bentuk tembang dan tulisan Jawa.

Penguasa-penguasa Jawa menurut Babad Tanah Jawi

Wangsa Sanjaya

Wangsa Medang Kamulan

Wangsa Kahuripan

  • Airlangga (1019-1045), mendirikan kerajaan di reruntuhan Medang
(Airlangga kemudian memecah Kerajaan Kahuripan menjadi dua: Janggala dan Kadiri):
(tidak diketahui silsilah raja-raja Janggala hingga tahun 1116)
(tidak diketahui silsilah raja-raja Kadiri hingga tahun 1116)

Wangsa Singhasari

Wangsa Majapahit

Kerajaan Demak

Kesultanan Pajang

Kesultanan Mataram

Kasunanan Kartasura Hadiningrat

  • Amangkurat II (Amangkurat Amral) (1680 – 1702), pendiri Kartasura.
  • Amangkurat III (1702 – 1705), dibuang VOC ke Srilangka karena kalah dari Pakubuwana I yang didukung VOC
  • Pakubuwana I (1705 – 1719), pernah memerangi dua raja sebelumya; juga dikenal dengan nama Pangeran Puger atau Sultan ing Alaga.
  • Amangkurat IV (1719 – 1726), Terjadi banyak pemberontakan, Sunan Kuning (Mas Garendi).
  • Pakubuwana II (1726 – 1742),
  • Pakubuwana III (diangkat oleh Belanda) dan hal ini ditentang oleh Mangkubumi dan Raden Mas Said. Atas ketidak puasannya Raden Mas Said mengangkat mertuanya Mangkubumi sebagai penguasa oposisi di Mataram, namun beberapa saat kemudian partai oposisi ini pecah menjadi dua kelompok, yaitu kelompok Raden Mas Said dan kelompok Mangkubumi. Kemudian muncullah Perundingan Giyanti (13 Februari 1755)

Wangsa Baru

Perjanjian Giyanti telah membagi Wangsa Mataram menjadi 2 keluarga besar, yaitu Hamengkubuwana dan Pakubuwana sedangkan Perjanjian Salatiga telah melahirkan satu keluarga dari Pakubuwana, yaitu Mangkunegara. Keluarga Pakubuwana dimulai dari Pakubuwana I dan Hamengkubuwana dimulai dari Hamengkubuwana I, sedangkan Mangkunegara dimulai dari Mangkunegara I.

Pakubuwana

  1. Pakubuwana I (1705 – 1719), pernah memerangi dua raja sebelumya; juga dikenal dengan nama Pangeran Puger.
  2. Pakubuwana II (1745 – 1749), pendiri kota Surakarta; memindahkan keraton Kartasura ke Surakarta pada tahun 1745
  3. Pakubuwana III (1749 – 1788), mengakui kedaulatan Hamengkubuwana I sebagai penguasa setengah wilayah kerajaannya.
  4. Pakubuwana IV (1788 – 1820)
  5. Pakubuwana V (1820 – 1823)
  6. Pakubuwana VI (1823 – 1830), diangkat sebagai pahlawan nasional Indonesia; juga dikenal dengan nama Pangeran Bangun Tapa.
  7. Pakubuwana VII (1830 – 1858)
  8. Pakubuwana VIII (1859 – 1861)
  9. Pakubuwana IX (1861 – 1893)
  10. Pakubuwana X (1893 – 1939)
  11. Pakubuwana XI (1939 – 1944)
  12. Pakubuwana XII (1944 – 2004)
  13. Gelar Pakubuwana XIII (2004 – sekarang) diklaim oleh dua orang, Pangeran Hangabehi dan Pangeran Tejowulan.

Hamengkubuwana

  1. Sri Sultan Hamengkubuwono I / Pangeran Mangkubumi (13 Februari 1755 - 24 Maret 1792 )
  2. Sri Sultan Hamengkubuwono II / Gusti Raden Mas Sundara ( 2 April 1792 - 1810) periode pertama
  3. Sri Sultan Hamengkubuwono III / Raden Mas Surojo (1810 -  1811) periode pertama
  4. Sri Sultan Hamengkubuwono IV / Gusti Raden Mas Ibnu Jarot ( 9 November 1814 - 6 Desember 1823)
  5. Sri Sultan Hamengkubuwono V / Gusti Raden Mas Gathot Menol (19 Desember 1823 - 17 Agustus 1826) periode pertama
  6. Sri Sultan Hamengkubuwono VI / Gusti Raden Mas Mustojo ( 5 Juli 1855 - 20 Juli 1877)
  7. Sri Sultan Hamengkubuwono VII / Gusti Raden Mas Murtejo / Sultan Sugih ( 22 Desember 1877 - 29 Januari 1921 )
  8. Sri Sultan Hamengkubuwono VIII / Gusti Raden Mas Sujadi ( 8 Februari 1921 - 22 Oktober 1939)
  9. Sri Sultan Hamengkubuwono IX / Gusti Raden Mas Dorodjatun( 18 Maret 1940 - 2 Oktober 1988 )
  10. Sri Sultan Hamengkubuwono X / Bendara Raden Mas Herjuno Darpito ( 7 Maret 1989 - sekarang)

Mangkunegara

  1. Mangkunegara I atau bernama asli Raden Mas Said dengan gelar Pangeran Samber Nyowo (1757 - 1795
  2. KGPAA Mangkunegara II atau R.M Sulomo dengan gelar dimasa muda Pangeran Surya Mataram dan juga bergelar Pangeran Surya Mangkubumi (1795 - 1835)
  3. Mangkunegara III (1835 - 1853)
  4. Mangkunegara IV (1853 - 1881)
  5. Mangkunegara V ( 1881 - 1896)
  6. Mangkunegara VI (1896 - 1916)
  7. Mangkunegara VII (1916 - 1944)
  8. Mangkunegara VIII (1944- 1987)
  9. Mangkunegara IX (1987 - 2021)

Referensi

  1. ^ Olthof, W. L. (2017). Floberita Aning, A. Yogaswara, ed. Punika serat Babad Tanah Jawi wiwit saking Nabi Adam doemoegi ing taoen 1647 [Babad Tanah Jawi: Mulai Dari Nabi Adam Sampai Tahun 1647]. Diterjemahkan oleh Soemarsono, H. R. (edisi ke-5). Yogyakarta: Narasi. 
  2. ^ L., Olthof, W. (2007). Babad Tanah Jawi, mulai dari Nabi Adam sampai tahun 1647 (edisi ke-Cet. 1). Yogyakarta: Narasi. ISBN 9789791680479. OCLC 220090178. 
  3. ^ Bakir; Fawaid, Achmad (2017). "KONTESTASI DAN GENEALOGI"KEBANGKITAN" ISLAM NUSANTARA:KAJIAN HISTORIOGRAFIS BABAD TANAH JAWI". Jurnal Islam Nusantara. 1 (1). 
  4. ^ Molen, Willem van der (2011). Kritik Teks Jawa: Sebuah pemandangan Umum dan Pendekatan Baru yang Diterapkan Kepada Kunjarakarna. Yayasan Pustaka Obor Indonesia. ISBN 9789794617878. 
  5. ^ Meinsma, Johannes Jacobus. "Poenika serat Babad tanah Djawi wiwit saking nabi Adam doemoegi ing taoen 1647": Kaetjap wonten ing tanah Nèderlan ing taoen Welandi 1941, Volume 2
  6. ^ a b Kertapradja, Ngabehi (2014). Babad Tanah Jawi: Edisi Prosa Bahasa Jawa (dalam bahasa jw). Penerbit Garudhawaca. hlm. 3. ISBN 978-602-7949-46-1. 
  7. ^ "Babad Tanah Jawi: Mulai Dari Nabi Adam Sampai Runtuhnya Mataram". www.gramedia.com. Diakses tanggal 2020-12-18.