Merbah cerukcuk
Merbah Cerukcuk | |
---|---|
Merbah cerukcuk dari Bali | |
Klasifikasi ilmiah | |
Kerajaan: | |
Filum: | |
Kelas: | |
Ordo: | |
Famili: | Pycnonotidae
|
Genus: | |
Spesies: | P. goiavier
|
Nama binomial | |
Pycnonotus goiavier (Scopoli, 1786)
| |
Sinonim | |
|
Merbah cerukcuk[3] (Pycnonotus goiavier) adalah sejenis burung pengicau dari suku Pycnonotidae. Orang Sunda menyebutnya cica, cucak, cerukcuk atau jogjog,[4] orang Jawa menyebut terucuk atau cerocokan, mengikuti bunyi suaranya yang khas. Dalam bahasa Inggris disebut Yellow-vented Bulbul.
Deskripsi
Burung yang berukuran sedang, panjang tubuh total (diukur dari ujung paruh hingga ujung ekor) sekitar 19 sampai 20,5 cm.[5][3] dengan berat tubuh sekitar 24 sampai 37 g.
Mahkota cokelat gelap kehitaman, alis dan sekitar mata putih, dengan kekang (garis di depan mata) hitam. Sisi atas tubuh (punggung, ekor) berwarna coklat, sisi bawah (tenggorokan, dada dan perut) putih. Sisi lambung dengan coretan-coretan coklat pucat, dan penutup pantat berwarna kuning.[5][3]
Iris mata berwarna coklat, paruh hitam dan kaki abu-abu merah jambu.[5][3]
Habitat dan Kebiasaan
Merbah cerukcuk menyukai tempat-tempat terbuka, semak belukar, tepi jalan, kebun, dan hutan sekunder.[3] Burung ini sering berkelompok, baik ketika mencari makanan maupun bertengger, dengan jenisnya sendiri maupun dengan jenis merbah yang lain,[3] atau bahkan dengan jenis burung yang lain. Tidur berkelompok dengan jenisnya, di ranting-ranting perdu atau pohon kecil.
Seperti umumnya merbah, makanan burung ini terutama adalah aneka serangga dan buah-buahan yang lunak. Cerukcuk juga memangsa ulat dan hewan kecil lainnya seperti cacing.[5] Selain itu ia juga menghabiskan waktu lebih lama untuk mencari makanan di atas tanah daripada jenis merbah lainnya.[3]
Pemeriksaan terhadap isi perut beberapa spesimen merbah cerukcuk dari Aceh mendapatkan sisa-sisa buah ara (Ficus), bebijian sejenis lada liar, dan sisa tubuh serangga besar.[6] Sementara, penelitian di sebuah perkebunan kelapa sawit di Serawak, mendapatkan bahwa burung ini menyukai serangga-serangga ordo Coleoptera dan Homoptera sebagai mangsanya; selain juga memangsa aneka nyamuk (ordo Diptera), cacing tanah, buah-buah kecil (beri) seperti buah senggani (Melastoma), dedaunan, dan serat-serat buah kelapa sawit.[7] Di pekarangan rumah di Jawa, burung ini kerap melubangi buah pepaya dan pisang yang telah masak.
Penyebaran dan Ras
Burung ini menyebar luas di Asia Tenggara, Semenanjung Malaya, Sunda Besar dan Filipina.[8] Di Indonesia didapati di Sumatra dan pulau-pulau di bagian timurnya, Kalimantan, Jawa dan Bali.[3] Diduga diintroduksi ke Lombok dan Sulawesi Selatan.[9] Umum terdapat sampai ketinggian 1.500 m dpl.[5][3]
Sejauh ini, Pycnonotus goiavier memiliki enam anak jenis (subspesies) yang diakui dunia ilmiah:[10]
- P. g. jambu Deignan, 1955 – menyebar di Burma bagian selatan (Tenasserim), Thailand, Laos, Kamboja dan Vietnam.
- P. g. analis (Horsfield, 1821) – Semenanjung Malaya, Sumatra (termasuk Kep. Riau dan Lingga, Bangka, Belitung), Jawa (termasuk P. Kangean), Bali, Lombok dan Sumbawa.
- P. g. gourdini G.R. Gray, 1847 – Kalimantan (termasuk P. Maratua), serta Karimunjawa.
- P. g. goiavier (Scopoli, 1786) – Filipina bagian utara dan tengah (Luzon, Polillo dan Mindoro bagian selatan, hingga ke Panay, Guimaras, Negros dan Masbate).
- P. g. samarensis Rand & Rabor, 1960 – Filipina tengah (Ticao, Samar, Biliran, Buad, Cebu, Olango, Camotes, Leyte, Bohol).
- P. g. suluensis Mearns, 1909 – Filipina bagian selatan, mulai dari Dinagat, Nipa dan Camiguin Sur hingga ke Mindanao, Basilan dan Kepulauan Sulu.
Ras P. g. personata dari Sumatra dianggap bersinonim dengan P. g. analis; demikian pula ras P. g. karimuniensis dari Pulau Karimunjawa di Laut Jawa dianggap sinonim P. g. gourdini. Sementara itu, beberapa kajian belakangan ini menunjukkan bahwa ras Dangkalan Sunda (P. g. analis) kemungkinan merupakan spesies yang tersendiri, terpisah dari ras utama di Filipina (P. g. goiavier).[10]
Suara
Berbunyi nyaring dan berisik, cok, cok, ..cok-cok!;[6] siulan pendek cuk-co-li-lek.. berulang, kadang-kadang dengan cepat; atau nyanyian bersuara lemah mirip gumam atau gerutuan burung.
Reproduksi
Sarang cerukcuk berbentuk cawan, bulat dan kokoh. Sarang biasanya dibuat di semak-semak atau perdu, di tengah atau tepi lahan pertanian, acap kali tidak jauh dari atas tanah, pada percabangan ranting pohon; malahan tidak jarang dibangun di antara ranting-ranting terkecil di ujung cabang. Bagian dalam sarang tersusun dari anyaman daun rumput, serat tumbuhan, tangkai daun atau ranting yang halus, sementara di bagian luarnya terbentuk dari serpihan rumput yang lebar dan daun-daun bambu.[6][5] Merbah ini bersifat oportunistik, sering pula menggunakan bahan-bahan lain yang cocok yang tersedia di lingkungannya, seperti potongan kertas, tali rafia, dan juga plastik untuk membangun sarangnya.[11] Di Jawa Tengah didapati pula sarang yang dibangun di sela-sela buah pisang.
Sarang dibuat oleh burung jantan dan betina secara bersama-sama, membutuhkan waktu hingga seminggu hingga selesai.[11]
Telur berjumlah dua atau tiga butir, berwarna keputihan berbintik coklat atau ungu. Tercatat bersarang sepanjang tahun, dengan puncaknya Maret sampai Juni.[6][5]
Perbedaan merbah cerukcuk jantan dan betina
Untuk membedakan merbah cerukcuk jantan dan betina ciri-cirinya seperti di bawah ini :
Ciri-Ciri Trucukan Jantan
- Postur tumbuh bongsor, panjang dan tampak tegap.
- Terdapat kurang lebih 3 helai rambut berwarna hitam di kepala.
- Mahkota atau jambul sering kali berdiri tegak terutama di saat berkicau.
- Bulu ekor pejantan lebih panjang ketimbang ekor trucukan betina.
- Pada lingkaran mata berwarna hitam legam, tebal dan tampak bulat.
- Bulu-bulu lembut di sekitar telinga lebih panjang dan mononjol keluar.
- Warna bulu di bagian dada tampak lebih gelap.
- Ciri suara trucukan jantan adalah lagu bervariasi dan bervolume kuat dengan roplean panjang.
Ciri-Ciri Trucukan Betina
- Ukuran badan relatif lebih mungil atau kecil dan pendek.
- Umumnya tidak memiliki rambut hitam seperti pada pejantan.
- Jambul di kepalanya jarang beridiri tegak dan berukuran lebih pendek.
- Ekor nya relatif lebih pendek dari pada bulu ekor pada burung jantan.
- Lingkar mata warna hitamnya cendrung pudar atau kurang pekat.
- Bulu-bulu lembut di area telinga berukuran lebih pendek.
- Bulu-bulu halus yang menutupi dada terlihat agak terang.
- Ciri suara trucukan betina adalah nyanyian cendrung monoton dan putus-putus dengan volume yang tak sekeras pejantan.
Konservasi
Meski bukan termasuk burung yang berharga mahal, merbah cerukcuk termasuk salah satu jenis burung yang banyak ditangkapi untuk dipelihara, terutama di desa-desa. Beberapa sebabnya di antaranya: (a) Disukai karena mudah jinak, terutama burung yang muda, (b) Relatif mudah didapati di sekitar pemukiman pedesaan, (c) Mudah dikenali tempat bersarangnya.
Merbah cerukcuk dan cucak kutilang mungkin merupakan burung yang paling banyak dipelihara oleh anak-anak di Jawa. Terutama yang disukai adalah burung yang masih muda atau masih kecil, sehingga dapat dijinakkan. Burung yang telah jinak kerap kali tidak akan pergi jauh dari kandangnya, walaupun dilepaskan dengan bebas. Setiap saat atau setidaknya sore hari akan kembali untuk meminta makanan kepada pemeliharanya. Dalam tangkaran, burung ini biasanya diberi makan buah-buahan seperti pepaya dan pisang, dan serangga kecil seperti ulat, belalang atau cengkerik.
Kini di Jawa merbah cerukcuk telah semakin langka dan agak sukar ditemui di alam.
Referensi
- ^ BirdLife International (2016). "Pycnonotus goiavier". Daftar merah IUCN. IUCN. 2016: e.T22712731A94346183. doi:10.2305/IUCN.UK.2016-3.RLTS.T22712731A94346183.en. Diakses tanggal 15 January 2018.
- ^ Scopoli, G.A. 1786. Deliciae florae et faunae Insubricae [...] Pars II: 96. Ticini : Ex Typographia Reg. & Imp. Monasterii S. Salvatoris. Praesidib. Rei litter. permittentibus 1787
- ^ a b c d e f g h i MacKinnon, J., K. Phillipps, dan B. van Balen. 2000. Burung-burung di Sumatera, Jawa, Bali dan Kalimantan. Bogor:Puslitbang Biologi LIPI dan BirdLife IP. ISBN 979-579-013-7
- ^ Hoogerwerf, A. 1949. Indexen bij "De Avifauna van de Plantentuin te Buitenzorg (Java)". Bogor:Uitgave van de Kon. Plantentuin van Indonesië.
- ^ a b c d e f g MacKinnon, J. 1993. Panduan lapangan pengenalan burung-burung di Jawa dan Bali. Jogyakarta:Gadjah Mada University Press. ISBN 979-420-150-2
- ^ a b c d Hoogerwerf, A. 1949. De Avifauna van de Plantentuin te Buitenzorg (Java). Bogor:Uitgave van de Kon. Plantentuin van Indonesië.
- ^ Amit, B., A.A. Tuen, K. Haron, M.H. Harun, & N. Kamarudin. 2015. "The diet of Yellow-vented Bulbul (Pycnonotus goiavier) in oil palm agroecosystems". Journal of Oil Palm Research, Vol. 27(4): 417-424 [December 2015], accessed Jul 03 2018
- ^ King, B., M. Woodcock, & E.C. Dickinson. 1975. A Field Guide to The Birds of South-East Asia. London:Collins. ISBN 0-00-219206-3
- ^ Coates, B.J. and K.D. Bishop. 2000. Panduan lapangan Burung-burung di Kawasan Wallacea. Bogor:BirdLife IP & Dove Publication. ISBN 979-95794-2-2
- ^ a b HBW Alive: Yellow-vented Bulbul (Pycnonotus goiavier), diakses pada 03/VII/2018
- ^ a b Wee, Y.C. 2009. "Observation on the behaviour of the Yellow-vented Bulbul, Pycnonotus goiavier (Scopoli) in two instances of failed nesting". Nature in Singapore, 2: 347-352 Diarsipkan 2018-07-03 di Wayback Machine..
Pranala luar
- (Inggris) Pycnonotus goiavier pada IUCN Red List Database, diakses pada 01/8/2006
- (Inggris) Pycnonotus goiavier pada ITIS Database Diarsipkan 2004-11-18 di Wayback Machine., diakses pada 01/8/2006
- (Inggris) Naturia: Yellow-vented Bulbul page Diarsipkan 2006-04-23 di Wayback Machine., diakses pada 03/VII/2018
- (Inggris) Xeno-Canto: Yellow-vented Bulbul Pycnonotus goiavier (Scopoli, 1786). Rekaman suara burung, diakses pada 03/VII/2018