Rumpun dialek Arekan

salah satu rumpun bahasa

Rumpun Dialek Arekan (bahasa Jawa: ꦲꦫꦺꦏ꧀ꦏꦤ꧀, translit. Arèkan, [arɛʔan]) merupakan sebuah rumpun dialek bahasa Jawa yang terdiri dari dialek Surabaya dan dialek Malang-Pasuruan. Rumpun dialek ini bercabang dari rumpun dialek Jawa Timuran yang umumnya dituturkan di wilayah Jawa Timur, terutama di Surabaya Raya, Malang Raya, Pasuruan, Lumajang, dan daerah-daerah di sekitarnya.

Bahasa Dialek Arekan
Dituturkan diIndonesia
Wilayah Jawa Timur
EtnisJawa
Tionghoa
Penutur
± 25 juta
Lihat sumber templat}}
Beberapa pesan mungkin terpotong pada perangkat mobile, apabila hal tersebut terjadi, silakan kunjungi halaman ini
Klasifikasi bahasa ini dimunculkan secara otomatis dalam rangka penyeragaman padanan, beberapa parameter telah ditanggalkan dan digantikam oleh templat.
Posisi rumpun dialek Arekan dalam harap diisi Sunting klasifikasi ini 

Catatan:

Simbol "" menandai bahwa bahasa tersebut telah atau diperkirakan telah punah
Alfabet Latin
Aksara Jawa
Abjad Pegon
Status resmi
Diakui sebagai
bahasa minoritas di
 Indonesia (sebagai bahasa daerah)
Diatur olehBalai Bahasa Provinsi Jawa Timur
Kode bahasa
ISO 639-3
Glottologarek1234  (Arekan)[1]
mala1493  (Malang-Pasuruan)[2]
sura1245  (Surabaya)[3]
Artikel ini mengandung simbol fonetik IPA. Tanpa bantuan render yang baik, Anda akan melihat tanda tanya, kotak, atau simbol lain, bukan karakter Unicode. Untuk pengenalan mengenai simbol IPA, lihat Bantuan:IPA.
 Portal Bahasa
L • B • PW   
Sunting kotak info  Lihat butir Wikidata  Info templat

Penggunaan

Batas wilayah penggunaan dialek Arekan tidak begitu jelas. Hal ini disebabkan karena seringnya perpindahan penduduk dari atau ke wilayah Tlatah Arekan. Namun, dialek ini termasuk umum bagi sebagian besar masyarakat Jawa Timur. Sejauh ini, cakupan wilayah penuturan dialek Arekan ini diperkirakan sampai wilayah:

Sedangkan di bidang media massa, banyak media lokal yang menggunakan dialek Arekan sebagai bahasa pengantar mereka.

Orang dari Tlatah Arekan lebih sering menggunakan partikel "rèk" sebagai ciri khas mereka. Partikel ini berasal dari kata "arèk / larèk / laré", yang dalam bahasa Jawa dialek Arèkan menggantikan kata "bocah" (anak) dalam bahasa Jawa standar. Partikel lain adalah "síh" (e dibaca seperti é dalam kata saté), yang dalam bahasa Indonesia setara dengan partikel "sih".

Orang dari Tlatah Arekan juga sering mengucapkan kata "titip" secara /títíp/, dengan i diucapkan seperti /é/ dalam kata "saté"; dan kata "tutup" secara /tútúp/ dengan u diucapkan seperti /o/ dalam kata "soto". Selain itu, vokal terbuka sering dibuat hambat, seperti misalnya: "kåyå" (=seperti) lebih banyak diucapkan /kɔyɔʔ/ daripada /kɔyɔ/, kata "iså" (=bisa) sering diucapkan /isɔʔ/ daripada /isɔ/.

Kosakata

Beberapa kosakata khas Arekan:

  • "pongor, gibeng, santap, jotos, tempéléng, gasak (istilah untuk pukul atau hantam);
  • "kadhemen/kathuken/katisen" berarti "kedinginan" (bahasa Jawa standar: kadhemen);
  • "durung/gurung" berarti "belum" (bahasa Jawa standar: durung);
  • "duduk/guduk" berarti "bukan" (bahasa Jawa standar: dudu);
  • "dèkèk/dèlèh" berarti "taruh/letak" (dèlèhen/dèkèken=letakkan) (bahasa Jawa standar: dokok/sèlèh);
  • "kèk" berarti "beri" (dikèki=diberi, kèkånå=berilah) (bahasa Jawa standar: wènèhi);
  • "" berarti "saja" (bahasa Jawa standar: waé);
  • "gak/enggak/ogak" berarti "tidak" (bahasa Jawa standar: ora);
  • "arèk" berarti "anak" (bahasa Jawa standar: bocah);
  • "cak" berarti "kakang" atau "kakak laki-laki" (bahasa Jawa standar: kakang);
  • "katé/apè" berarti "akan" atau "mau" (bahasa Jawa standar: arep);
  • "lapå" singkatan dari kata "lagi åpå" yang berarti "sedang apa" atau "ngapain" (bahasa Jawa standar: lagi åpå);
  • på'å/Kenèk åpå" berarti "mengapa" (bahasa Jawa standar: nyapå, ngåpå, genéyå);
  • "soalé/polaè" berarti "karena" (bahasa Jawa standar: amergå);
  • "athik" (diucapkan "athík") berarti "dengan/memakai"
  • "longor/bénto" berarti "tolol" (bahasa Jawa standar: goblog);
  • "cèk/cikbèn/cík" berarti "agar/supaya" (bahasa Jawa standar: bèn);
  • "licik/jerih" berarti "takut/pengecut" (bahasa Jawa standar: ajrih);
  • "mantep pol/ènak pol/ènak temen" berarti "enak luar biasa" (bahasa Jawa standar: ènak pol/ènak banget/ènak tenan);
  • "rusuh/reged" berarti "kotor" (bahasa Jawa standar: rêgêd);
  • "gaé/gawé/kanggo" berarti "pakai/untuk/buat" (bahasa Jawa standar: pakai/untuk=kanggo, buat=gawé);
  • "andhok" berarti "makan di tempat selain rumah" (misal warung);
  • "cangkruk/jagong" berarti "nongkrong";
  • "babah" berarti "biar/masa bodoh"; (bahasa Jawa standar: bèn)
  • "matèk, bångkå" berarti "mati" (bahasa Jawa standar: mati);
  • "sampèk" berarti "sampai/hingga" (bahasa Jawa standar: nganti);
  • "barèkan/ambèkan" berarti "tuh kan";
  • "masiyå" berarti "walaupun";
  • "nang" berarti "ke" atau terkadang juga "di" (bahasa Jawa standar: menyang);
  • "mari/mantun" berarti "selesai"; (bahasa Jawa standar: rampung); acapkali dituturkan sebagai kesatuan dalam pertanyaan "wis mari ta?" yang berarti "sudah selesai kah?" Pengertian ini sangat berbeda dengan "mari" dalam bahasa Jawa standar. Selain penutur dialek Arèkan, "mari" berarti "sembuh";
  • "mené/sésuk" berarti "besok" (bahasa Jawa standar: sésuk);
  • "maeng/mau" berarti "tadi";
  • "koên/kowên/kohên" (diucapkan "ko-ên") berarti "kamu" (bahasa Jawa standar: kowé). Kadang kala sebagai pengganti "kon", kata "awakmu" juga digunakan. Misalnya "awakmu wis mangan ta?" ("Kamu sudah makan kah?") Dalam bahasa Jawa standar, awakmu berarti "badanmu/dirimu" (awak=badan/diri);
  • "lugur/rotúh/ceblok" berarti "jatuh" (bahasa Jawa standar: ceblok)
  • "dhukur" berarti "tinggi" (bahasa Jawa standar: dhuwur);
  • "thithik" berarti "sedikit" (bahasa Jawa standar: thithik); (bahasa Jawa Mataraman: sithik)
  • "iwak" berarti "lauk/ikan/daging" (bahasa Jawa standar: iwak berarti hanya untuk ikan dan daging saja);
  • "temen" berarti "sangat" (bahasa Jawa standar: banget);
  • "engko/engkok" berarti "nanti" (bahasa Jawa standar: mengko);
  • "ênggék/gèk/ndhèk" berarti "di" (bahasa Jawa standar: "ing" atau "ning"; dalam bahasa Jawa standar, kata "ndhèk" digunakan untuk makna "pada waktu tadi", seperti dalam kata "ndhèk èsuk" (=tadi pagi), "ndhèk wingi" (=kemarin));
  • "nontok/ndontok" lebih banyak dipakai daripada "nonton";
  • "yok-åpå/yok-nåpå" berarti "bagaimana" (bahasa Jawa standar: "piyé/kepiyé/kepriyé"; sebenarnya kata "yok-åpå" berasal dari kata "kåyåk åpå" yang dalam bahasa Jawa standar berarti "seperti apa");
  • "péyan/sampéyan" berarti "kamu";
  • "Jancok/Jancuk", kata makian yang sering dipakai seperti "fuck" dalam bahasa Inggris; merupakan singkatan dari bentuk pasif "diancuk/diêncuk"; dan versi agak halus : jiamput/diamput
  • "waras" berarti sembuh dari sakit (dalam bahasa Jawa Tengah sembuh dari penyakit jiwa);
  • "èmbong/dalan" berarti jalan besar/jalan raya (bahasa Jawa standar: ratan gedhé (Surakarta), dalan gedhé (Yogyakarta dan Semarang));
  • "nyelang/nyilih" berarti pinjam sesuatu;
  • "cidhek/cedhek/parek/carek" berarti dekat;
  • "ndingkik" berarti mengintip;
  • "semlohé" berarti seksi (khusus untuk perempuan);
  • "dulin/dolén" berarti main (bahasa Jawa standar: dolan);
  • "hohohihè", istilah sopan yang dipopulerkan oleh acara berita dari stasiun televisi JTV yang merujuk pada perbuatan hubungan intim

Dialek Arekan mempunyai ciri khas tersendiri seperti nada bicara yang menurut sebagian orang dianggap kasar dan lugas, berbeda dengan dialek Mataraman yang cenderung halus dan mempunyai unggah-ungguh. Di lain sisi, dialek Arekan juga punya unggah-ungguh, tapi juga terkenal agak kasar itu dapat diartikan sebagai tanda persahabatan. Orang dari Tlatah Arekan apabila telah lama tidak bertemu dengan sahabatnya, jika bertemu kembali pasti ada kata jancuk yang terucap, contoh: "Jancok! Yok-åpå kabaré, Rèk? Suwe gak ketemu! (Jancuk! Bagaimana kabarnya, Kawan? Lama tidak bertemu!)". Jancuk juga merupakan tanda seberapa dekatnya orang Wetanan dengan temannya yang ditandai apabila ketika kata jancuk diucapkan akan membuat obrolan semakin hangat. Contoh: "Yå gak ngunu cuk, critané. (Ya tidak begitu cuk, ceritanya.)".

Selain itu, sering pula ada kebiasaan di kalangan penutur dialek Arekan, dalam mengekspresikan kata "sangat", mereka menggunakan penekanan pada kata dasarnya tanpa menambahkan kata sangat (banget atau temen) dengan menambahkan vokal "u", misalnya "sangat panas" sering diucapkan "puwanas", "sangat pedas" diucapkan "puwedhes", "sangat enak" diucapkan "suwedhep". Apabila ingin diberikan penekanan yang lebih lagi, vokal "u" dapat ditambah.

  • Hawané puuuwanas (udaranya panas sekali)
  • Sambelé iku puuuwedhes (sambal itu sangat sangat pedas sekali)
  • Uakèh/uwakèh temen dhuwiké (banyak sekali uangnya)

Selain itu, salah satu ciri lain dari bahasa Jawa dialek Arekan, dalam memberikan perintah menggunakan kata kerja, kata yang bersangkutan direkatkan dengan akhiran -. Dalam bahasa Jawa standar, biasanya direkatkan akhiran -

  • Uripnå (Jawa standar: uripaké lampuné!) (Hidupkan lampunya!)
  • Tukoknå (Jawa standar: tukokaké kopi sabungkus! (Belikan kopi sebungkus!)

Perbedaan

Perbedaan antara bahasa Jawa standar dengan bahasa Jawa dialek Arekan tampak sangat jelas berbeda dalam beberapa kalimat dan ekspresi seperti berikut:

Bahasa Jawa Arekan: Yåk-åpå kabaré rèk?
Bahasa Jawa standar: Piyé kabaré cah?
Bahasa Indonesia: Apa kabar kawan?

Bahasa Jawa Arekan: Arèk iki tambah mbois ae pèk!
Bahasa Jawa standar: Cah ki tambah bagus wae pèh!
Bahasa Indonesia: Anak ini tambah kece aja njir!

Bahasa Jawa Arekan: Rèk, koen gak mbadhåk a?
Bahasa Jawa standar: Cah, kowé ra padha mangan ta?
Bahasa Indonesia: Kalian tidak makan?

Bahasa Jawa Arekan: Ton (nama orang), celuknå Ida (nama orang) på'å.
Bahasa Jawa standar: Ton, celukake Ida.
Bahasa Indonesia: Ton, panggilkan Ida dong.

Bahasa Jawa Arekan: Cak, njalok tolong peno jukukno mobil tåk bengkel
Bahasa Jawa standar: Kang, njaluk tulung sampeyan jupukake mobil ning bengkel
Bahasa Indonesia: Bang, minta tolong kamu ambilin mobil di bengkel

Bahasa Jawa Arekan: Pak ndikå bade tèn pundi?
Bahasa Jawa standar: Pak njenengan badhe tèn pundi?
Bahasa Indonesia: Pak anda mau kemana?

Logat Doudoan

Logat Doudoan merupakan sempalan dari dialek Arekan, yang seperti pada logat Gresik bagian utara merupakan akulturasi dari beberapa Dialek. Ditengarai logat Doudoan ini dipengaruhi selain dialek Arekan juga oleh dialek Pantura Jawa Timur, Bahasa Jawa Kuno dan Bahasa Madura, dan lain-lain.

Beberapa kosakata yang membedakan dari dialek Arekan pada umumnya:

  • pangot atau ongot alih-alih kata lading yang berarti pisau (ditengarai berasal dari dialek Pantura Jawa Timur)
  • kepiyé atau piyé alih-alih kata yok-åpå atau kèk-åpå yang berarti bagaimana (dari bahasa Jawa standar)
  • thethek alih-alih kata mentor yang berarti kacang mete
  • isun / reyang yang berarti saya saya alih-alih kata aku (dari bahasa Jawa kuno)
  • manèng alih-alih kata maneh yang berarti lagi (dari bahasa Jawa kuno)
  • sirå / rikå alih-alih kata koen yang berarti kamu / anda (dari bahasa Jawa kuno)
  • parek alih-alih kata cedhek yang berarti dekat (dari bahasa Jawa kuno)


Kemudian, ada beberapa kata dalam bahasa Jawa (baik dialek Arekan maupun bahasa Jawa standar) yang diucapkan berbeda, antara lain:

  • Penggunaan suku kata berawalan sang menunjukkan kepemilikan ku Contoh: omahku(rumahku) menjadi sang omah
  • Penggunaan suku kata berakhiran -ěh dan -oh menggantikan -ih dan -uh. Contoh: putih menjadi putěh, uruh (busa) menjadi uroh
  • Penggunaan i jejeg dan u jejeg pada beberapa suku kata yang harusnya dibaca i miring dan u miring. Contoh: cilik (kecil) menjadi ciliyik, kisut (keriput) menjadi kisuwut

Namun sebagian besar kosakata logat ini hampir sama dengan dialek Arekan sehingga dapat dimasukkan ke dalam golongan sub-dialek Arekan.

Lihat pula

Referensi

  1. ^ Hammarström, Harald; Forkel, Robert; Haspelmath, Martin, ed. (2023). "Arekan". Glottolog 4.8. Jena, Jerman: Max Planck Institute for the Science of Human History. 
  2. ^ Hammarström, Harald; Forkel, Robert; Haspelmath, Martin, ed. (2023). "Malang-Pasuruan". Glottolog 4.8. Jena, Jerman: Max Planck Institute for the Science of Human History. 
  3. ^ Hammarström, Harald; Forkel, Robert; Haspelmath, Martin, ed. (2023). "Surabaya". Glottolog 4.8. Jena, Jerman: Max Planck Institute for the Science of Human History. 

Pranala luar