Aisyah

istri ketiga Nabi Muhammad
Revisi sejak 16 September 2022 13.36 oleh 114.5.244.20 (bicara)

Aisyah binti Abu Bakar[catatan 1] (sekitar 613/614-678 Masehi)[1] adalah istri dari Nabi dan Rasul Islam, Muhammad.

Aisyah
Ibu Orang-Orang Beriman
Nama asalعائشة بنت أبي بكر
LahirAisyah binti Abu Bakar
613/614 M
Makkah, Hijaz, Arabia
(saat ini wilayah Arab Saudi)
Meninggal13 Juli 678 / 17 Ramadhan 58 AH (sekitar umur 64 tahun)
Madinah, Hijaz, Arabia
(saat ini wilayah Arab Saudi)
Makam
Jannatul Baqi, Madinah, Hijaz, Arabia
(saat ini wilayah Arab Saudi)
Suami/istriMuhammad (k. 620; (w. 632)
Orang tuaAbu Bakar (ayah)
Ummi Ruman (ibu)
Karier militer
Perang/pertempuranPerang Saudara Islam I
Perang Jamal

Dalam penulisan Islam, kerap pula ditambahkan pada namanya berupa gelar "Ibu orang-orang Mukmin" (Arab: أمّ المؤمنين ummul-mu'minīn), sebagai bentuk penghormatan, yang mana dalil-nya berasal dari ayat Al-Qur'an:

Nabi itu lebih utama bagi orang-orang mukmin dibandingkan diri mereka sendiri dan istri-istrinya adalah ibu-ibu mereka...

Di antara istri-istri Nabi Muhammad, Aisyah adalah istri favorit beliau.[2][3] Nabi Muhammad menyebut bahwa ayat-ayat Qur'an tidak datang kepada beliau di tempat tidur manapun selain miliknya Aisyah.[4] Aisyah dikenal sebagai perempuan yang cerdas, yang darinya banyak diwariskan ilmu mengenai hukum islam dan hadits.[5]

Kehidupan

Silsilah

‘Aisyah adalah putri dari Abu Bakar (khalifah pertama), hasil dari pernikahan dengan istri keduanya yaitu Ummi Ruman yang melahirkan Abdurrahman dan Aisyah.

Pernikahan dengan Nabi Muhammad

Nabi Muhammad dua kali bermimpi kalau Aisyah dibawakan oleh Malaikat untuk menjadi jodoh beliau.[6][7] Menganggap itu adalah ketentuan dari Allah yang harus dijalankan, beliau pun meminta kepada ayahnya Aisyah, yaitu Abu Bakar, untuk memberikan putrinya demi menjadi istri beliau. Abu Bakar awalnya keberatan akan hal itu, dikarenakan menurutnya, Nabi Muhammad dan dirinya adalah saudara. Namun setelah diyakinkan bahwa dirinya dan sang Rasul hanya saudara dalam agama, dan Aisyah adalah halal untuk Rasul nikahi, rasa ragu di dalam hati Abu Bakar pun terangkat.[8]

Di berbagai riwayat shahih, dicatatkan bahwa Aisyah dinikahi oleh Nabi Muhammad ketika Aisyah berumur 6 atau 7 tahun,[9][10][11] dan di saat itu Nabi Muhammad berusia 50 tahun.[12] Namun baru setelah berumur 9 tahun lah Aisyah diantarkan ke rumah Nabi dan disetubuhi oleh beliau,[13][14] dikarenakan pada selang waktu tersebut Aisyah sakit dan rambutnya rontok.[15]

Akan tetapi menurut pendapat seorang ulama Ahmadiyah, Ghulam Nabi Muslim Sahib, Aisyah setidaknya berumur 19 tahun saat berumah tangga dengan Rasulullah.[16] Namun argumennya dan yang serupa dengannya dibantah secara terperinci oleh Ulama Besar serta Ahli Hadits, Gibril Fouad Haddad dan situs Islam Salafi, IslamQA.info, dengan menekankan bahwa riwayat-riwayat mengenai Aisyah dinikahi oleh Rasulullah pada umur 6 atau 7 tahun dan mulai berumah tangga pada saat berusia 9 tahun tercatat secara mutawatir (secara massal dengan berbagai jalur sanad yang berbeda) di dalam Kutubus Sittah (6 kitab induk hadits dalam Islam), sehingga tidak ada keraguan di dalamnya dan wajib hukumnya seorang muslim untuk mengimaninya.[17][18][19]

Rumah tangga

Ketika telah berumur 9 tahun, Aisyah yang sedang bermain ayunan bersama teman-temannya dipanggil oleh ibunya. Ia pun menghampiri ibunya tanpa tahu apa maksud dirinya dipanggil. Ibunya menarik lengannya dan menyuruhnya berdiri di depan pintu. Ia terengah-engah pada waktu itu. Ketika nafasnya telah teratur, ibunya pun membasuhnya dengan air. Setelah itu ia dibawa ke sebuah rumah di mana terdapat perempuan-perempuan Anshar yang memanjatkan doa untuknya. Lalu ibunya mempercayakannya kepada perempuan-perempuan tersebut yang mana lalu meriasinya. Dan pada saat hari beranjak siang, tanpa ia duga Rasulullah mendatanginya, dan ibunya memberikan dirinya kepada beliau.[20]

Aisyah membawa serta boneka-boneka miliknya meskipun ia telah berumah-tangga bersama Rasulullah.[21] Menurut Fathul Bari, bermain dengan boneka haram hukumnya dalam islam, namun diperbolehkan untuk Aisyah pada saat itu karena ia belum mencapai masa pubertas.[22] Akan tetapi, terdapat suatu riwayat yang menyebut bahwa Aisyah berkata, perempuan sudah baligh apabila ia telah berumur sembilan tahun.[23]

Teman-teman Aisyah suka berkunjung ke kamarnya untuk bermain boneka bersamanya. Namun ketika Nabi Muhammad masuk, mereka selalu bersembunyi. Akan tetapi, dengan baik hati sang Nabi memanggil mereka untuk ikut bermain dengan Aisyah.[22]

Aisyah hidup bersama Rasulullah sampai akhir hayat beliau di usia ke-63 tahun, dengan Aisyah berusia 18 tahun pada saat itu. Aisyah tidak lagi menikah setelah itu, dikarenakan haram hukumnya istri-istri Nabi Muhammad untuk dinikahi orang lain setelah wafatnya beliau.[24]

Perlakuan spesial di antara istri-istri Nabi

Para istri Rasul terbagi menjadi dua kubu. Yang satu terdiri dari Aisyah, Hafshah, Shafiyah dan Saudah; sedangkan kubu satunya lagi terdiri dari Ummu Salamah dan istri-istri beliau yang lain. Umat muslim pada saat itu sadar kalau Aisyah adalah istri favorit Nabi, maka bila mereka ingin memberikan hadiah kepada sang Nabi, mereka menunggu hingga Nabi mengunjungi rumah Aisyah untuk gilirannya. Kubunya Ummu Salamah mendiskusikan masalah ini bersama, dan berkeputusan bahwa Ummu Salamah mesti meminta kepada Rasulullah supaya menyuruh umatnya untuk mengirim hadiah mereka ketika Rasulullah juga berada di rumah istri-istrinya yang lain. Ketika saat gilirannya bersama Nabi, Ummu Salamah pun membicarakan hal tersebut dengan beliau, namun beliau tidak memberikan jawaban.[25]

Beberapa saat kemudian, Ummu Salamah ditanyakan oleh istri-istri Nabi yang ada di kubunya, dan ia pun memberi tahu mereka bahwa Rasul tidak memberikan jawaban. Mereka pun memintanya untuk mencoba lagi. Pada hari gilirannya, Ummu Salamah mencoba kembali membicarakan hal tersebut kepada Rasul, akan tetapi beliau tetap tidak memberikan jawaban. Ketika istri-istri Rasul yang ada pada grupnya kembali bertanya ke Ummu Salamah, dia pun menceritakan kalau Rasul lagi-lagi tidak memberikan jawaban. Maka mereka berkata kepadanya, "Bicarakan dengan beliau sampai beliau memberikanmu jawaban." Maka ketika waktu gilirannya, Ummu Salamah mencoba membicarakan hal tersebut lagi dengan Nabi. Yang mana beliau menjawab, "Jangan sakiti aku mengenai Aisyah, sebab firman-firman Allah tidak datang kepadaku di tempat tidur manapun selain tempat tidurnya Aisyah." Yang mana Ummu Salamah pun berkata, "Aku memohon ampun kepada Allah karena telah menyakitimu."[25]

Kemudian kubu Ummu Salamah memanggil Fatimah, anaknya sang Rasul supaya dirinya meminta agar beliau memperlakukan mereka setara dengan Aisyah binti Abu Bakar, Fatimah pun membicarakan hal tersebut ke sang Nabi, yang mana beliau menjawab, "Wahai putriku! Tidakkah kau mencintai apa yang aku cintai?" Fatimah pun menjawab iya, dan melaporkan hal tersebut ke istri-istri beliau di kubu Ummu Salamah. Mereka pun meminta supaya Fatimah pergi meminta lagi kepada beliau, namun Fatimah menolak. Lalu mereka mengirimkan Zainab binti Jahsy yang merupakan salah satu istri Nabi dan sepupu beliau. Zainab pun pergi menemui beliau, dengan menggunakan kata-kata yang kasar dia berkata, "Istri-istrimu meminta dirimu untuk memperlakukan mereka dan putrinya Ibnu Abu Quhafah (Aisyah) secara setara." Zainab menaikkan suaranya lalu mengumpati Aisyah di mukanya, yang saking kerasnya, Rasulullah pun melihat ke hadapan Aisyah menunggu apakah dia akan membalasnya atau tidak. Maka Aisyah pun membalas Zainab sampai membuat Zainab terdiam. Yang mana Nabi pun tersenyum dan berkata, "Dia memang benar-benar putri Abu Bakar."[25][26]

Pada peristiwa terpisah, Nabi Muhammad pernah ingin menceraikan salah satu istrinya yaitu Saudah karena Saudah telah mulai tua. Saudah lalu memohon agar sang Nabi mempertahankannya dengan memberikan jatah gilirannyanya kepada Aisyah. Maka Nabi pun menerima usulan tersebut dan tetap mempertahankannya.[3][27]

Tuduhan berzina (Peristiwa Ifk)

Aisyah pernah dituduh telah berzina dengan salah seorang pasukan Nabi yang mengantarnya pulang ketika dirinya tertinggal dari rombongan sang Rasul.[28][29][30] Berzina bagi perempuan yang mempunyai suami adalah sebuah pelanggaran serius dalam islam yang hukumannya adalah dirajam sampai mati.[31][32]

Setiap kali Nabi Muhammad akan melakukan serangan ghazwah ke pemukiman atau kafilah dagang milik orang-orang kafir, beliau biasa mengundi istri-istrinya untuk memilih salah satu dari mereka yang akan menemaninya. Aisyah menjadi orang yang beruntung pada saat itu. Ia pun dibawa di dalam sebuah rengga tertutup di atas seekor unta. Dalam perjalanan pulang seusai serangan, rombongan Nabi berhenti sejenak untuk istirahat, dan Aisyah pun turun untuk buang air. Sekembalinya dirinya ke rengga, ia menyadari bahwa kalungnya hilang, maka Aisyah kembali ke tempat ia buang air untuk mencarinya. Setelah berhasil menemukannya, rupanya rombongan Nabi telah pergi, mengira Aisyah berada dalam rengga-nya. Maka Aisyah pun menunggu di tempat itu berharap rombongan Nabi akan sadar bahwa dirinya tertinggal.

Menunggu lama, Aisyah mengantuk dan tertidur. Pada pagi harinya, Safwan bin Mu'attal, salah seorang pasukan Nabi yang tertinggal karena alasan tertentu, menemuinya dan mengantarnya pulang. Setibanya di Madinah, timbullah rumor bahwa Aisyah telah berzina dengan Safwan. Hal ini diperburuk dengan fakta bahwa Aisyah terbaring sakit selama sebulan semenjak dirinya pulang, yang mengakibatkan rumor tersebut semakin besar dan tidak terkendali.[33]

Selama sakitnya, Aisyah telah menduga ada yang aneh, sebab Nabi tidak lagi berlaku hangat kepadanya, dan cenderung menghindari berkomunikasi langsung dengannya. Ia pun mengetahui kalau ada tuduhan dirinya telah berzina setelah diceritakan oleh Umm Mistah. Aisyah pun merasa sedih dan meminta kepada sang Rasul supaya dirinya diizinkan untuk kembali ke rumah ibunya untuk menenangkan diri.

Setibanya di rumahnya, Aisyah menanyakan kepada ibunya tentang apa yang terjadi, dan ibunya berkata: "Wahai putriku! Jangan terlalu mencemaskan masalah ini. Demi Allah, tidak pernah ada wanita menawan yang dicintai suaminya yang memiliki istri-istri lain, tetapi istri-istri yang lain dari suaminya itu akan membuat-buat berita bohong tentang dirinya." Aisyah pun pergi ke kamarnya dan menangis.

Di pagi harinya, Nabi Muhammad yang belum juga mendapatkan petunjuk dari Allah mengenai permasalahan ini, memanggil Ali bin Abi Thalib dan Usamah bin Zaid, untuk menanyakan pendapat mereka. Usamah mengatakan, 'Wahai Rasulullah (ﷺ)! Tetap pertahankan istrimu, karena, demi Allah, kami tidak tahu apa-apa tentang dirinya kecuali kebaikan." Sedangkan Ali berkata, "Wahai Rasulullah (ﷺ)! Allah tidak membatasi dirimu, ada banyak perempuan selain dirinya, namun engkau dapat bertanya kepada si pelayan wanita yang akan mengatakan hal yang sebenarnya."

Rasulullah pun memanggil Barirah, pelayannya Aisyah, menanyakannya apakah ada gerak-gerik Aisyah yang membangkitkan rasa kecurigaan dirinya. Yang mana Barirah berkata: "Tidak, demi Allah yang telah mengirimkanmu kebenaran, saya tidak pernah melihat sesuatu yang salah darinya kecuali diakibatkan dirinya yang masih kecil, ia terkadang tertidur dan meninggalkan adonan keluarganya dimakan kambing."

Maka setelah saat itu Nabi pun naik ke atas mimbar mengajak para pengikutnya untuk menghukum Abdullah bin Ubai bin Salul yang telah memfitnah keluarganya. Sa'ad bin Muadz pun berdiri dan berkata "Wahai Rasulullah (ﷺ)! Demi Allah, Aku akan membebaskanmu dari dirinya. Jika orang itu dari Bani Aus, aku akan penggal kepalanya, dan jika dia berasal dari saudara-saudara kami, Bani Khazraj, maka perintahkanlah kami, dan kami akan memenuhi perintah anda." Pimpinan Bani Khazraj, Sa'ad bin Ubadah pun berdiri dan berkata "Demi Allah! Kau telah berbohong, kau tidak boleh membunuhnya dan kau tidak akan bisa membunuhnya." Usaid bin Hudhair lalu ikut berdiri dan berkata (ke Sa'ad bin Ubadah), "Kau yang berbohong! Demi Allah kami akan membunuhnya, dan kau adalah seorang munafik, yang membela teman munafiknya." Cekcok pun semakin memanas antara Bani Aus dan Khazraj. Sebelum timbul konflik antara kedua belah pengikutnya tersebut, Nabi pun mendiamkan mereka.

Aisyah telah menangis tanpa henti dua malam satu hari. Saat itu ia ditemani orang tuanya dan seorang perempuan Anshar memasuki kamarnya dan ikut menagis dengannya. Tidak lama setelahnya, Rasulullah pun datang mengunjunginya. Selama satu bulan lebih firman dari Allah tidak turun-turun kepada beliau mengenai kasus ini.[34] Setelah duduk, Nabi mengucap Tasyahud dan berkata:

"Wahai Aisyah! Aku telah diinformasikan hal ini dan itu mengenai dirimu; dan jika kamu tidak bersalah, Allah akan menunjukkan ketidak bersalahanmu, sedangkan jika kamu telah melakukan dosa, maka mintalah ampunan kepada Allah, dan bertobat kepadanya, karena ketika seorang hamba mengakui dosanya dan bertobat kepada Allah, maka Allah akan menerima tobatnya."

Ketika Rasulullah selesai dengan perkataannya, Aisyah telah berhenti menangis. Ia pun meminta kepada orang tuanya untuk menyampaikan apa yang ingin ia katakan kepada Rasulullah, namun mereka menolak dengan mengatakan, bahwa mereka tidak tahu apa yang harus dikatakan kepada sang Rasul.

Aisyah pun berbicara langsung kepada sang Rasul:

"Demi Allah, aku tahu kalau engkau telah mendengar cerita ini (mengenai Ifk) sampai-sampai hal itu tertanam di pikiranmu dan membuatmu mempercayai hal itu. Jadi sekarang, kalaupun aku mengatakan bila aku tidak bersalah, dan Allah tahu aku tidak bersalah, engkau pasti tidak akan mempercayaiku; dan bila aku mengatakan aku melakukan hal itu, dan Allah tahu kalau aku tidak melakukannya, engkau pasti akan mempercayaiku. Demi Allah aku tidak mendapatkan perbandingan lain dari situasi diriku saat ini denganmu selain dengan situasi yang pernah dialami ayahnya Yusuf yang berkata: 'Maka (bagiku) kesabaran adalah yang paling cocok untuk menghadapi hal yang engkau nyatakan dan hanya Allah lah satu-satunya yang bisa dipinta pertolongan.'"

Aisyah lalu berbalik, dan berbaring di tempat tidurnya. Maka seketika itu wahyu datang kepada Nabi Muhammad, dan beliau berkata, "Aisyah, Allah telah menyatakan kalau kamu tidak bersalah." Ibu Aisyah pun berkata kepada Aisyah, "Berdirilah dan hampiri beliau." Aisyah pun berkata, "Demi Allah, aku tidak akan menghampiri dirinya dan aku tidak akan berterima kasih kepada siapapun selain kepada Allah." Rasulullah pun menyampaikan ayat-ayat yang telah diturunkan Allah kepadanya (QS. An-Nur 11-20).[28][29][30]

Rasulullah hampir menceraikan istri-istrinya

Di berbagai riwayat seperti yang tertulis dalam kitab Asbabun Nuzul yang disusun oleh Al-Wahidi dan Tafsir Al-Jalalain,[35][36] dijelaskan bahwa pada suatu hari, salah satu istri Nabi Muhammad, Hafshah menemukan sang Nabi sedang menyetubuhi budak perempuannya yaitu Mariyah al-Qibthiyah. Kesal hal itu dilakukan pada saat gilirannya, di rumahnya, serta tempat tidurnya, Hafshah pun protes kepada beliau. Sang Nabi lalu bersumpah untuk tidak menyentuh Mariyah lagi, dan meminta supaya Hafshah tidak menceritakan hal ini kepada siapapun. Tidak lama berselang, Allah pun membatalkan sumpah beliau tersebut dikarenakan menyetubuhi budak itu pada nyatanya adalah halal buat beliau.[35][37]

Hafshah pun menceritakan hal ini kepada Aisyah, dan Aisyah menceritakan hal ini kepada istri-istri beliau yang lain. Nabi Muhammad lalu diberitahu oleh Allah bahwa Hafshah dan Aisyah telah berkomplot menceritakan ini kepada istri-istri beliau yang lain. Beliau pun memarahi mereka, dan Allah menurunkan ayat yang mengancam, jika sang Nabi berkehendak, maka beliau bisa saja menceraikan mereka semua dan Allah akan mengganti mereka dengan istri-istri yang lebih baik.[38]

Rasulullah pun berkeputusan untuk hanya tidak mengunjungi mereka selama sebulan.

Setelah 29 hari berselang, sang Rasul pun mengunjungi Aisyah, yang mana Aisyah berkata kepada beliau "Wahai Rasulullah (ﷺ)! Engkau bersumpah kalau engkau tidak akan mengunjungi istri-istrimu dalam sebulan, tapi saat ini masih hari ke-29." Yang mana Rasulullah menjawab, "bulan ini berisi 29 hari."[36][39]

Akan tetapi sebuah riwayat mengatakan bahwa keributan di atas terjadi bukan karena Hafshah marah melihat Nabi bersetubuh dengan Mariyah, akan tetapi hanya dikarenakan Nabi meminum madu di rumah salah satu istrinya, Zainab binti Jahsy, yang dianggap Hafshah kalau madu tersebut memiliki bau tidak sedap.[40] Namun terdapat juga riwayat lain yang menyiratkan, bahwa "meminum madu" adalah bentuk eufemisme pada zaman itu dari berhubungan seks.[41]

Wafatnya Nabi Muhammad

Di saat hari-hari terakhir Rasulullah di mana sakitnya semakin serius, beliau meminta supaya dirinya dirawat di rumahnya Aisyah. Beliau pun dipandu ke sana oleh Al Abbas dan Ali bin Abi Thalib, dengan kaki beliau terseret-seret di tanah.[42] Di dalam Shahih Bukhari, yang merupakan kitab koleksi hadits yang dianggap paling shahih dan salah satu dari shahihain, diriwayatkan bahwa Aisyah melaporkan:

وَقَالَ يُونُسُ عَنِ الزُّهْرِيِّ، قَالَ عُرْوَةُ قَالَتْ عَائِشَةُ ـ رضى الله عنها ـ كَانَ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم يَقُولُ فِي مَرَضِهِ الَّذِي مَاتَ فِيهِ ‏ "‏ يَا عَائِشَةُ مَا أَزَالُ أَجِدُ أَلَمَ الطَّعَامِ الَّذِي أَكَلْتُ بِخَيْبَرَ، فَهَذَا أَوَانُ وَجَدْتُ انْقِطَاعَ أَبْهَرِي مِنْ ذَلِكَ السَّمِّ ‏"‏‏.‏
Sang Nabi (ﷺ) pada saat sakitnya yang berujung kematian sering berkata, "Wahai Aisyah! Aku masih merasakan sakit yang diakibatkan oleh makanan yang aku makan di Khaibar, dan pada saat ini, aku merasa pembuluh jantungku seperti sedang dipotong oleh racun itu."[43][44]

Sakit yang dialami Nabi Muhammad pun semakin parah, dan pada waktu terakhirnya, beliau meminta Aisyah agar memeluk beliau. Lalu beliau berulang-berulang mengucapkan:

Ya Allah, kepada Ar-Rafiq Al-A'la (sahabat yang agung, tempat tertinggi di surga) [45][46][47]

Beliau pun wafat, dengan Aisyah mengatakan bahwa air liurnya bercampur dengan air liur sang Nabi.[48]

Akan tetapi, beberapa riwayat dari kalangan Syi'ah menuding bahwa kematian Nabi Muhammad justru diakibatkan oleh racun yang disisipkan oleh Aisyah yang berkomplot dengan Hafshah.[49]

Penerapan ayat setelah wafatnya Nabi

Posisi Aisyah sangat kuat dalam permasalahan fiqih ataupun keilmuan islam. Al Zuhri berkata, "Jika ilmu Aisyah digabungkan dengan ilmu semua istrinya (Nabi Muhammad) dan ilmu semua wanita, maka ilmu Aisyah akan lebih baik." Atha bin Abi Rabah berkata, "Aisyah adalah orang yang paling berilmu dan paling baik pendapatnya di antara orang-orang biasa." Urwah berkata, "Aku belum pernah melihat orang yang lebih ahli dalam fiqih, kedokteran, atau puisi selain Aisyah." Abu Musa Al-Asy'ari berkata, "Jika kami bingung dengan ilmu dari para sahabat Muhammad SAW, kami akan bertanya kepada Aisyah dan kami akan menemukan penjelasan darinya."[50] Aisyah merupakan putri dari sahabat Abu Bakar Ash-Shiddiq seorang saudagar yang kaya raya, juga sahabat setia Nabi SAW. Selain cantik Aisyah juga ahli dalam ilmu hadits, banyak hadits yang diriwayatkan melaluinya, yakni pada masa hidup berumah tangga dengan Nabi SAW. Dari berbagai sumber fakta-fakta tersebut dapat disimpulkan bahwasannya Aisyah merupakan istri Nabi SAW mempunyai ilmu syari'at Islam yang luas dan dijadikan rujukan bagi para sahabat-sahabat Nabi SAW yang lainnya.<<`>>

Lain-lain

Selain terkenal akan kecerdasannya, Aisyah juga memiliki sifat yang jujur dan suka berterus terang. Ia kerap kali tanpa takut mengutarakan pendapatnya apabila dirinya menemukan hal-hal yang kurang ia senangi. Seperti pada suatu ketika disampaikan di hadapannya mengenai apa-apa saja yang membatalkan sholat seorang mukmin, yaitu, "anjing, keledai dan perempuan (apabila mereka berjalan di depan orang-orang yang sedang sholat)." Aisyah pun lalu berkata, "Kau samakan kami (perempuan) dengan anjing?"[51]

Pada peristiwa lain, diriwayatkan bahwa Aisyah mengaku dirinya memandang rendah perempuan-perempuan yang memberikan diri mereka kepada Nabi Muhammad. Ia berkata, "dapatkah seorang perempuan memberikan dirinya (kepada seorang pria)?"[52] Akan tetapi tidak lama berselang ayat (Qur'an 33:51) dari Allah pun turun, yang mengizinkan Nabi Muhammad menjima' perempuan-perempuan tersebut.[53] Aisyah pun berkata kepada Nabi, "Aku merasa Tuhan-mu begitu sigap dalam memenuhi keinginanmu."[52]

Aisyah juga tidak segan membicarakan hubungannya bersama Nabi. Dalam kesempatan lain, ia menceritakan ketika ia selesai mencuci pakaian Nabi dan akan menjemurnya, beberapa kali ia temukan jejak-jejak air mani Nabi masih tersisa di pakaian beliau, maka ia pun membersihkannya dengan menggunakan kukunya untuk menggaruknya.[54][55] Dan Nabi pun mengenakan pakaian tersebut kemudian untuk sholat.[56] Di riwayat-riwayat lain, juga diceritakan bahwa dirinya mendapat giliran lebih banyak dari istri-istri Nabi Muhammad lainnya,[57] sang Nabi suka mandi di dalam satu bak dengannya sehabis berhubungan seksual (junub), dan bagaimana ketika dirinya sedang menstruasi Nabi suka menyuruhnya menggunakan izar (pakaian yang dipasang di bawah pinggang).[58]

Wafat

Aisyah wafat di rumahnya di Madinah pada tanggal 17 Ramadhan 58 H (16 Juli 678 M), pada saat itu ia berusia 67 tahun.[1][59] Sahabat Nabi, Abu Hurairah memimpin penguburannya setelah salat tahajud dan ia dikuburkan di Jannat al-Baqi'.[60]

Pandangan Sunni dan Syi'ah

Sunni

Sejarawan Sunni melihat Aisyah sebagai seorang wanita terpelajar, yang tanpa lelah meriwayatkan hadis tentang kehidupan Nabi Muhammad. Dia merupakan salah seorang dari cendekiawan Islam awal di mana para sejarawan menghitung sampai seperempat dari Hukum Islam berasal dari Aisyah. Aisyah adalah istri favorit Nabi Muhammad dan menjadi contoh dari jutaan wanita.[61]

Syi'ah

Kalangan Syi'ah umumnya memandang buruk Aisyah. Hal ini terutama disebabkan oleh apa yang mereka anggap sebagai kebencian Aisyah terhadap Ahlul Bait (keluarga Nabi Muhammad) dan tindakan Aisyah dalam Perang Saudara Islam I. Partisipasi Aisyah dalam Perang Jamal secara luas dianggap sebagai tanda kebenciannya yang paling signifikan. Mereka juga tidak percaya bahwa Aisyah berperilaku sebagaimana mestinya dalam perannya sebagai istri Muhammad. Beberapa riwayat di kalangan Sy'iah yang terkemuka bahkan melaporkan bahwa Aisyah, bersama dengan Hafshah, menyebabkan kematian Nabi Muhammad dengan cara meracuni beliau.[49] Syi'ah juga menganggap Aisyah sebagai sosok kontroversial karena keterlibatan politiknya semasa hidupnya. Aisyah berasal dari garis keturunan keluarga politik, dia adalah putri Abu Bakar yang mana merupakan Khalifah pertama. Aisyah juga berperan aktif dalam kehidupan politik Nabi Muhammad; dia diketahui kerap menemani Nabi berperang, di mana dia belajar keterampilan militer, seperti memulai negosiasi sebelum perang antar para kombatan, melakukan pertempuran, dan mengakhiri perang.[62][63]

Lihat pula

Catatan kaki

  1. ^ a b Al-Nasa'i 1997, hlm. 108

    ‘A’isha was eighteen years of age at the time when the Holy Prophet (peace and blessings of Allah be upon him) died and she remained a widow for forty-eight years till she died at the age of sixty-seven. She saw the rules of four caliphs in her lifetime. She died in Ramadan 58 AH during the caliphate of Mu‘awiya...

  2. ^ "Hadith - Chapters on Virtues - Jami` at-Tirmidhi - Sunnah.com - Sayings and Teachings of Prophet Muhammad (صلى الله عليه و سلم)". sunnah.com. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2021-12-13. Diakses tanggal 2021-12-06. 
  3. ^ a b Ibnu Katsir. Tafsir Ibnu Katsir - QS 4:128. hlm. 421 – 422. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2021-08-21. Diakses tanggal 2021-12-04. 
  4. ^ "Sahih al-Bukhari 2581 - Gifts - كتاب الهبة وفضلها والتحريض عليها - Sunnah.com - Sayings and Teachings of Prophet Muhammad (صلى الله عليه و سلم)". sunnah.com. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2021-12-12. Diakses tanggal 2021-12-04. 
  5. ^ جامع الترمذي، كِتَاب الدَّعَوَاتِ، أبوابُ الْمَنَاقِبِ، بَاب مِنْ فَضْلِ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا إسلام ويب Diarsipkan 07 يوليو 2015 di Wayback Machine.
  6. ^ "Sahih al-Bukhari 7012". sunnah.com. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2021-07-17. Diakses tanggal 2021-07-17. 
  7. ^ "Sahih al-Bukhari 3895". sunnah.com. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2021-07-17. Diakses tanggal 2021-07-17. 
  8. ^ "Sahih al-Bukhari 5081". sunnah.com. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2021-07-17. Diakses tanggal 2021-07-17. 
  9. ^ "Sahih al-Bukhari 5158". sunnah.com. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2021-07-17. Diakses tanggal 2021-07-17. 
  10. ^ "Sunan Ibn Majah 1877 - The Chapters on Marriage - كتاب النكاح - Sunnah.com - Sayings and Teachings of Prophet Muhammad (صلى الله عليه و سلم)". sunnah.com. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2021-08-18. Diakses tanggal 2021-08-18. 
  11. ^ "Sahih Muslim 1422d - The Book of Marriage - كتاب النكاح - Sunnah.com - Sayings and Teachings of Prophet Muhammad (صلى الله عليه و سلم)". sunnah.com. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2021-08-18. Diakses tanggal 2021-08-18. 
  12. ^ al-Mubarakfuri, Shafiyurrahman (2020). Sirah Nabawiyah. Gema Insani, 2020. hlm. 96. ISBN 6022508509. 
  13. ^ "Hadits Sunan Abu Dawud No. 1811 - Kitab Nikah". hadits.id. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2021-07-17. Diakses tanggal 2021-07-17. 
  14. ^ "HR. Bukhari no 4738". hadits.in. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2021-12-13. Diakses tanggal 2021-12-13. 
  15. ^ "Sahih al-Bukhari 3894". sunnah.com. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2021-07-17. Diakses tanggal 2021-07-17. 
  16. ^ "aaiil.org". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2021-07-19. Diakses tanggal 2021-07-17. 
  17. ^ "تحقيق في عمر أم المؤمنين عائشة رضي الله عنها عندما تزوجها النبي صلى الله عليه وسلم". IslamQA.info. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2021-07-19. Diakses tanggal 2021-07-17. 
  18. ^ Haddad, Gibril. "Our Mother Lady A'isha's Age at Marriage" (PDF). eshaykh.com. hlm. https://eshaykh.com/hadith/our-mother-lady-ayeshas-age-at-marriage/. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2021-08-17. Diakses tanggal 17 Agustus 2021. 
  19. ^ "More on 'Ā'isha's Age at the Time of Her Marriage - A Dialogue Between "The Learner" and Shaykh Gibril F. Haddad" (PDF). eshaykh.com. hlm. https://eshaykh.com/hadith/our-mother-lady-ayeshas-age-at-marriage/. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2021-07-17. Diakses tanggal 17 Agustus 2021.  Diarsipkan 2021-07-17 di Wayback Machine.
  20. ^ "Sahih al-Bukhari 3894 - Merits of the Helpers in Madinah (Ansaar) - كتاب مناقب الأنصار - Sunnah.com - Sayings and Teachings of Prophet Muhammad (صلى الله عليه و سلم)". sunnah.com. Diarsipkan dari versi asli tanggal 13 Maret 2022. Diakses tanggal 2021-12-04. 
  21. ^ "Sahih Muslim 1422c - The Book of Marriage - كتاب النكاح - Sunnah.com - Sayings and Teachings of Prophet Muhammad (صلى الله عليه و سلم)". sunnah.com. Diarsipkan dari versi asli tanggal 13 Maret 2022. Diakses tanggal 2021-12-04. 
  22. ^ a b "Sahih al-Bukhari 6130 - Good Manners and Form (Al-Adab) - كتاب الأدب - Sunnah.com - Sayings and Teachings of Prophet Muhammad (صلى الله عليه و سلم)". sunnah.com. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2021-12-13. Diakses tanggal 2021-12-04. 
  23. ^ "Hadits Tirmidzi No. 1027 | Dimakruhkan memaksa anak perempuan yatim dikawini". Hadits.id. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2021-12-13. Diakses tanggal 2021-12-13. 
  24. ^ "Surah Al-Ahzab - 53". previous.quran.com. Diakses tanggal 2021-12-04. 
  25. ^ a b c "Sahih al-Bukhari 2581 - Gifts - كتاب الهبة وفضلها والتحريض عليها - Sunnah.com - Sayings and Teachings of Prophet Muhammad (صلى الله عليه و سلم)". sunnah.com. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2021-12-12. Diakses tanggal 2021-12-05. 
  26. ^ "Sahih Muslim 2442a - The Book of the Merits of the Companions - كتاب فضائل الصحابة رضى الله تعالى عنهم - Sunnah.com - Sayings and Teachings of Prophet Muhammad (صلى الله عليه و سلم)". sunnah.com. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2021-12-12. Diakses tanggal 2021-12-05. 
  27. ^ "Sahih al-Bukhari 2593 - Gifts - كتاب الهبة وفضلها والتحريض عليها - Sunnah.com - Sayings and Teachings of Prophet Muhammad (صلى الله عليه و سلم)". sunnah.com. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2021-12-12. Diakses tanggal 2021-08-21. 
  28. ^ a b "Sahih al-Bukhari 4750 - Prophetic Commentary on the Qur'an (Tafseer of the Prophet (pbuh)) - كتاب التفسير - Sunnah.com - Sayings and Teachings of Prophet Muhammad (صلى الله عليه و سلم)". sunnah.com. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2021-12-12. Diakses tanggal 2021-12-04. 
  29. ^ a b "Sahih al-Bukhari 2661 - Witnesses - كتاب الشهادات - Sunnah.com - Sayings and Teachings of Prophet Muhammad (صلى الله عليه و سلم)". sunnah.com. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2021-12-12. Diakses tanggal 2021-12-04. 
  30. ^ a b "Sahih Muslim 2770a - The Book of Repentance - كتاب التوبة - Sunnah.com - Sayings and Teachings of Prophet Muhammad (صلى الله عليه و سلم)". sunnah.com. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2021-12-12. Diakses tanggal 2021-12-04. 
  31. ^ "Sahih al-Bukhari 2724 - Conditions - كتاب الشروط - Sunnah.com - Sayings and Teachings of Prophet Muhammad (صلى الله عليه و سلم)". sunnah.com. Diakses tanggal 2021-12-04. 
  32. ^ "Sahih Muslim 1691a - The Book of Legal Punishments - كتاب الحدود - Sunnah.com - Sayings and Teachings of Prophet Muhammad (صلى الله عليه و سلم)". sunnah.com. Diakses tanggal 2021-12-04. 
  33. ^ "Sahih al-Bukhari 4750 - Prophetic Commentary on the Qur'an (Tafseer of the Prophet (pbuh)) - كتاب التفسير - Sunnah.com - Sayings and Teachings of Prophet Muhammad (صلى الله عليه و سلم)". sunnah.com. Diakses tanggal 2021-12-04. 
  34. ^ "Sahih al-Bukhari 2661 - Witnesses - كتاب الشهادات - Sunnah.com - Sayings and Teachings of Prophet Muhammad (صلى الله عليه و سلم)". sunnah.com. Diakses tanggal 2021-12-04. 
  35. ^ a b "موقع التفير الكبير". Altafsir.com. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2022-03-13. Diakses tanggal 2022-03-13. 
  36. ^ a b Al-Jalalain. Tafsir Al-Jalalain - QS 66:1-5. hlm. 555. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2021-08-21. Diakses tanggal 2021-12-04. 
  37. ^ "Surah Al-Mu'minun - 5-6". previous.quran.com. Diakses tanggal 2021-12-04. 
  38. ^ "Surah At-Tahrim - 1-5". previous.quran.com. Diakses tanggal 2021-12-04. 
  39. ^ "Sahih al-Bukhari 2468 - Oppressions - كتاب المظالم - Sunnah.com - Sayings and Teachings of Prophet Muhammad (صلى الله عليه و سلم)". sunnah.com. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2021-12-12. Diakses tanggal 2021-12-04. 
  40. ^ "Sunan an-Nasa'i 3421 - The Book of Divorce - كتاب الطلاق - Sunnah.com - Sayings and Teachings of Prophet Muhammad (صلى الله عليه و سلم)". sunnah.com. Diakses tanggal 2021-12-04. 
  41. ^ "Sunan Abi Dawud 2309 - Divorce (Kitab Al-Talaq) - كتاب الطلاق - Sunnah.com - Sayings and Teachings of Prophet Muhammad (صلى الله عليه و سلم)". sunnah.com. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2021-12-12. Diakses tanggal 2021-12-04. 
  42. ^ "Sahih al-Bukhari 2588 - Gifts - كتاب الهبة وفضلها والتحريض عليها - Sunnah.com - Sayings and Teachings of Prophet Muhammad (صلى الله عليه و سلم)". sunnah.com. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2021-12-12. Diakses tanggal 2021-12-04. 
  43. ^ "Sahih al-Bukhari 4428 - Military Expeditions led by the Prophet (pbuh) (Al-Maghaazi) - كتاب المغازى - Sunnah.com - Sayings and Teachings of Prophet Muhammad (صلى الله عليه و سلم)". sunnah.com. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2021-07-29. Diakses tanggal 2021-07-27. 
  44. ^ "إسلام ويب - صحيح البخاري - كتاب المغازي - باب مرض النبي صلى الله عليه وسلم ووفاته- الجزء رقم2". islamweb.net (dalam bahasa Arab). Diarsipkan dari versi asli tanggal 2021-07-27. Diakses tanggal 2021-07-27. 
  45. ^ Reşit Haylamaz (2013). The Luminous Life of Our Prophet. Tughra Books. hlm. 355. 
  46. ^ Fethullah Gülen. Muhammad The Messenger of God. The Light, Inc. hlm. 24. ISBN 1-932099-83-2. 
  47. ^ Tafsir Ibn Kathir (Volume 5). DARUSSALAM. hlm. 214. 
  48. ^ "Sahih al-Bukhari 5217 - Wedlock, Marriage (Nikaah) - كتاب النكاح - Sunnah.com - Sayings and Teachings of Prophet Muhammad (صلى الله عليه و سلم)". sunnah.com. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2021-07-20. Diakses tanggal 2021-07-27. 
  49. ^ a b Ahmad ibn Muhammad al-Sayyari (2009). Kohlberg, Etan; Amir-Moezzi, Mohammad Ali, ed. "Revelation and Falsification: The Kitab al-qira'at of Ahmad b. Muhammad al-Sayyari: Critical Edition with an Introduction and Notes by Etan Kohlberg and Mohammad Ali Amir-Moezzi". Texts and studies on the Qurʼān. BRILL. 4: 103. ISSN 1567-2808. 
  50. ^ "5 Fakta Aisyah Istri Rasulullah SAW Menurut Ibnu Katsir". Republika Online. 2021-07-22. Diakses tanggal 2021-12-09. 
  51. ^ "Sahih al-Bukhari 511 - Prayers (Salat) - كتاب الصلاة - Sunnah.com - Sayings and Teachings of Prophet Muhammad (صلى الله عليه و سلم)". sunnah.com. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2021-12-12. Diakses tanggal 2021-12-12. 
  52. ^ a b "Sahih al-Bukhari 4788 - Prophetic Commentary on the Qur'an (Tafseer of the Prophet (pbuh)) - كتاب التفسير - Sunnah.com - Sayings and Teachings of Prophet Muhammad (صلى الله عليه و سلم)". sunnah.com. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2021-12-12. Diakses tanggal 2021-12-12. 
  53. ^ Ibnu Katsir. Tafsir Ibnu Katsir QS 33:51. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2021-12-11. Diakses tanggal 2021-12-12. 
  54. ^ "Sahih Muslim 290 - The Book of Purification - كتاب الطهارة - Sunnah.com - Sayings and Teachings of Prophet Muhammad (صلى الله عليه و سلم)". sunnah.com. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2021-12-12. Diakses tanggal 2021-12-12. 
  55. ^ "Sahih al-Bukhari 232 - Ablutions (Wudu') - كتاب الوضوء - Sunnah.com - Sayings and Teachings of Prophet Muhammad (صلى الله عليه و سلم)". sunnah.com. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2021-12-12. Diakses tanggal 2021-12-12. 
  56. ^ "Sahih Muslim 288a - The Book of Purification - كتاب الطهارة - Sunnah.com - Sayings and Teachings of Prophet Muhammad (صلى الله عليه و سلم)". sunnah.com. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2021-12-12. Diakses tanggal 2021-12-12. 
  57. ^ "Sunan Ibn Majah 1972 - The Chapters on Marriage - كتاب النكاح - Sunnah.com - Sayings and Teachings of Prophet Muhammad (صلى الله عليه و سلم)". sunnah.com. Diakses tanggal 2021-12-12. 
  58. ^ "Sahih al-Bukhari 299, 300, 301 - Menstrual Periods - كتاب الحيض - Sunnah.com - Sayings and Teachings of Prophet Muhammad (صلى الله عليه و سلم)". sunnah.com. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2021-12-12. Diakses tanggal 2021-12-12. 
  59. ^ Haylamaz, Resit (1 March 2013). Aisha: The Wife, The Companion, The Scholar. Tughra Books. hlm. 192–193. ISBN 9781597846554. Diakses tanggal 11 July 2018. 
  60. ^ Ibnu Katsir, hlm. 97.
  61. ^ Goodwin, Jan. Price of Honour: Muslim Women Lift the Veil of Silence on the Islamic World. UK: Little, Brown Book Group, 1994
  62. ^ Anwar, Etin. "Public Roles of Women." Encyclopedia of Islam and the Muslim World. 2004. Web.
  63. ^ Smith, Jame I. "Politics, Gender, and the Islamic Past. The Legacy of Aisha Bint Abi Bakr by D.A. Spellberg." Rev. of Politics, Gender, and the Islamic Past. The Legacy of Aisha Bint Abi Bakr by D.A. Spellberg. n.d.: n. pag. JSTOR. Web.

Catatan

  1. ^ bahasa Arab: عائشة, transliterasi: `ā'isha, Turki Ayşe, Turki Utsmani Âişe

Bacaan lanjutan

  • Guillaume, A. -- The Life of Muhammad, Oxford University Press, 1955
  • Rodinson, Maxime -- Muhammad, 1980 Random House reprint of English translation
  • Spellberg, D.A. -- Politics, Gender, and the Islamic Past: the Legacy of A'isha bint Abi Bakr, Columbia University Press, 1994
  • Aisha bint Abi Bakr, The Concise Oxford Dictionary of World Religions, Oxford University Press, 2000
  • Rizvi, Syed Saeed Akhtar. -- The Life of Muhammad The Prophet, Darul Tabligh North America, 1971.
  • Ibnu Katsir. "buku 4, bab 7". Al-Bidayah wan Nihayah [Permulaan hingga akhir] (dalam bahasa Arab). 

Pranala luar