Partuturan (Batak Simalungun)

Partuturan Simalungun merupakan bentuk partuturan dalam masyarakat suku Simalungun untuk menentukan perkerabatan atau keteraturan yang merupakan bagian dari hubungan keluarga (pardihadihaon) dalam kehidupan sosialnya sehari-hari terutama dalam acara adat, bahkan ada juga yang menggunakan partuturan Batak Toba di suku Simalungun.

Pakaian Adat Simalungun didominasi oleh Ulos. Penutup kepala lelaki disebut Gotong sedangkan yang dikenakan perempuan disebut Suri-suri.

Asal usul

Awalnya orang Simalungun tidak terlalu mementingkan soal “silsilah” karena penentu partuturan di Simalungun adalah “hasusuran” (tempat asal nenek moyang) dan "tibalni parhundul" (kedudukan/peran) dalam "horja-horja adat" (acara-acara adat). Hal ini dapat dilihat pada pertanyaan yang diajukan oleh seorang Simalungun di saat orang mereka saling bertemu, dimana bukan langsung bertanya “aha marga ni ham?” (apa marga anda) tetapi “hunja do hasusuran ni ham (dari mana asal usul anda)?" Hal ini dipertegas lagi oleh pepatah Simalungun “Sin Raya, sini Purba, sin Dolog, sini Panei. Na ija pe lang na mubah, asal ma marholong ni atei” (dari Raya, Purba, Dolog, Panei. Yang manapun tak berarti, asal penuh kasih).

Sebagian sumber menuliskan bahwa hal tersebut disebabkan karena seluruh marga raja-raja Simalungun itu diikat oleh persekutuan adat yang erat oleh karena konsep perkawinan antara raja dengan “puang bolon” (permaisuri) yang adalah puteri raja tetangganya. Seperti raja Tanoh Djawa dengan puang bolon dari Kerajaan Siantar (Damanik), raja Siantar yang puang bolonnya dari Partuanan Silappuyang, Raja Panei dari Putri Raja Siantar, Raja Silau dari Putri Raja Raya, Raja Purba dari Putri Raja Siantar dan Silimakuta dari Putri Raja Raya atau Tongging.

Setelah marga-marga dalam suku Simalungun semakin membaur, partuturan semakin ditentukan oleh partongah-jabuan (pernikahan), yang mengakibatkan pembentukan hubungan perkerabatan antara keluarga-keluarga Simalungun.

Kategori partuturan

Partuturan dalam suku Simalungun di bagi ke dalam 3 kategori menurut kedekatan hubungan seseorang, yaitu:[1]

Tutur manorus (langsung)

Perkerabatan yang langsung terkait dengan diri sendiri.

Ompung/oppung doli

  • Ayah dari ayah, atau ayah dari ibu (kakek)

Inang tutua (Ompung/oppung boru di Batak Toba)

  • Ibu dari ayah, atau ibu dari ibu (nenek)

Bapa/Amang

  • Panggilan kita ke ayah, atau biasanya menggunakan Bapak/bapa

Inang

  • Panggilan kita ke ibu

Abang/Angkang (Abang/kakak)

  • Saudara lelaki yang lahir lebih dulu dari kita.

Anggi

  • Adik lelaki; saudara lelaki yang lahir setelah kita.

Botou

  • Panggilan umum terhadap lawan jenis (laki-laki ke perempuan) atau (perempuan ke laki-laki) yang pasti sesama Batak (tidak peduli mau Simalungun, Toba, atau Karo dll)
  • Panggilan kita (laki-laki) terhadap saudara perempuan
  • Panggilan kita (perempuan) terhadap saudara laki-laki
  • Panggilan lawan jenis yang semarga

Amboru/namboru/bou

  • Saudara perempuan ayah; saudara perempuan pariban ayah; saudara perempuan mangkela. Bagi wanita: orang tua dari suami kita; amboru dari suami kita; atau mertua dari saudara ipar perempuan kita.

Mangkela/amangboru

  • Suami dari saudara perempuan dari ayah
  • Panggilan terhadap suami dari perempuan yang merupakan keturunan semarga kita yang urutannya setingkat dengan ayah kita

Tulang

  • Saudara laki-laki ibu
  • Panggilan kita kepada laki-laki yang marganya sama dengan ibu kita; generasinya setingkat dengan ibu kita

Anturang/Nantulang

  • Istri dari tulang; ibu dari besan

Parmaen/parumaen

  • Istri dari anak
  • Istri dari keponakan
  • Anak perempuan dari saudara perempuan istri
  • amboru/namboru dan mangkela/amangboru kita memanggil istri kita parmaen/parumaen

Nasibesan

  • Istri dari saudara (Ipar) lelaki dari istri kita atau saudara istri kita

Hela

  • Suami dari puteri kita; suami dari puteri dari kakak/adik kita

Gawei/eda

  • Hubungan wanita dengan istri saudara lelakinya
  • Panggilan sesama wanita Batak tetapi beda marga

Lawei/lae (lebih umum atau sering Lae)

  • Panggilan sesama pria Batak, namun beda marga (di Batak Simalungun juga digunakan, tidak cuma Batak Toba) walaupun panggilan "Lawei" juga digunakan selain "Lae", ketika belum mengenal satu sama lain.
  • Hubungan laki-laki dengan suami dari saudara perempuannya
  • Panggilan laki-laki terhadap putera amboru/bou
  • Hubungan laki-laki dengan suami dari puteri amboru/bou (botoubanua).

Botoubanua

  • puteri amboru; bagi wanita: putera tulang | anak perempuan bou ke anak laki-laki tulang dan sebaliknya

Pahompu/pahoppu

  • cucu; anak dari botoubanua; anak pariban

Nono

  • pahompu dari anak (lelaki)[2]

Nini

  • cucu dari boru[3]

Sima-sima

  • anak dari Nono/Nini

Siminik

  • cucu dari Nono/Nini

Tutur holmouan (kelompok)

Melalui tutur Holmouan ini bisa terlihat bagaimana berjalannya adat Simalungun

  • Ompung Nini: ayah dari ompung
  • Ompung Martinodohon: saudara (kakak/adik) dengan ompung
  • Ompung Doli: ayah kandung dari ayah, kalau nenek perempuan disebut inang tutua
  • Bapa Tua: saudara lelaki paling tua dari ayah
  • Bapa Godang: saudara lelaki yang lebih tua dari ayah, di beberapa tempat biasa juga disebut bapa tua
  • Inang Godang: istri dari bapa godang
  • Bapa Tongah: saudara lelaki ayah yang lahir dipertengahan (bukan paling tua, bukan paling muda)
  • Inang Tongah: istri dari bapa tongah
  • Bapa Gian / Bapa Anggi: saudara lelaki ayah yang lahir paling belakang
  • Inang Gian / Inang Anggi: istri dari bapa gian/Anggi
  • Sanina / Sapanganonkon: saudara satu ayah/ibu
  • Pariban: (bagi laki-laki: anak perempuan tulang) dan (bagi perempuan: anak laki-laki amboru/namboru)
  • Tondong Bolon: pambuatan (orang tua atau saudara laki dari istri/suami) kita
  • Tondong Pamupus: pambuatan ayah kandung kita
  • Tondong Mata ni Ari: pambuatan ompung kita
  • Tondong Mangihut
  • Anakborujabu: sebagai pimpinan dari semua boru, anakborujabu dituakan karena bertanggung jawab pada tiap acara suka/duka Cita.
  • Panogolan: anak laki/perempuan dari saudara perempuan
  • Boru Ampuan: hela kandung yang menikahi anak perempuan kandung kita
  • Anakborumintori: istri/suami dari panogolan
  • Anakborumangihut: lawei dari botou
  • Anakborusanina

Tutur natipak (kehormatan)

Tutur natipak digunakan sebagai pengganti nama dari orang yang diajak berbicara sebagai tanda hormat.

  • Kaha: digunakan pada istri dari saudara laki-laki yang lebih tua. Bagi wanita, kaha digunakan untuk memanggil suami boru dari kakak ibu.
  • Nasikaha: digunakan istri kita untuk memanggil saudara laki kita yang lebih tua
  • Nasianggiku: untuk memanggil istri dari adik
  • Anggi
  • Ham: digunakan pada orang yang membesarkan/memelihara kita (orang tua) atau pada orang yang seumur yang belum diketahui hubungannya dengan kita
  • Handian: serupa penggunaannya dengan ham, tetapi memiliki arti yang lebih luas.
  • Dosan: digunakan tetua terhadap sesama tetua
  • Anaha: digunakan tetua terhadap anak muda laki
  • Kakak: digunakan anak perempuan kepada saudara lakinya yang lebih tua
  • Ambia: Panggilan seorang laki terhadap laki lain yang seumuran
  • Ho: panggilan bagi orang yang sudah akrab (sakkan) atau pada orang yang derajadnya lebih rendah, kadang digunakan oleh suami pada istrinya
  • Hanima: sebutan untuk istri (kasar) atau pada orang yang berderajad lebih rendah dari kita (jamak, lebih dari seorang)
  • Nasiam: sebutan untuk yang secara kekerabatan berderajad di atas (jamak, lebih dari seorang)
  • Akkora: sebutan orang tua bagi anak perempuan yang dekat hubungan kekerabatannya
  • Abang: panggilan pada saudara laki yang lebih tua atau yang berderajad lebih dari kita
  • Tuan: dulu digunakan untuk memanggil pemimpin huta (kampung), atau pada keturunan Raja
  • Sibursok: sebutan bagi anak laki yang baru lahir
  • Sitatap: sebutan bagi anak perempuan yang baru lahir
  • Awalan Pan/Pang: sebutan bagi seorang Laki yang sudah memiliki Anak, misal anaknya Ucok, maka Ayahnya disebut pan-Ucok/pang-Ucok.
  • Awalan Nang/Nan: sebutan bagi seorang perempuan yang sudah memiliki anak, misal anaknya Ucok, maka ibunya disebut nan-Ucok/nang-Ucok.

Catatan

  1. ^ Jaumbang Garingging, Palar Girsang, Adat Simalungun, Medan, 1975
  2. ^ Sebagian orang mengartikan nono sebagai cucu dari putera/puteri kita, hal ini karena walaupun sudah tua, tetapi nenek/kakek buyut tersebut masih dapat melihat (bahasa simalungun: Manonoi)si Nono
  3. ^ Sebagian orang mengartikan nini sebagai cucu dari cucu kita, hal ini karena walaupun sudah tua, tetapi nenek/kakek buyut tersebut hanya dapat mendengar apa yang dikatakan (bahasa simalungun: nini) si Nini