Negara Sumatera Timur

bekas negara bagian di Indonesia

Negara Sumatera Timur (disingkat NST) adalah salah satu negara bagian Republik Indonesia Serikat yang bertahan cukup lama di lingkungan luar Hindia Belanda, selain Negara Indonesia Timur. Negara bagian ini didirikan pada 25 Desember 1947 berdasarkan besluit 'keputusan' Hubertus Johannes van Mook[2] dan berhasil bertahan hingga 15 Agustus 1950. Negara ini tercipta karena banyak faktor kompleks yang membentuk persekutuan anti-republik. Persekutuan tersebut terdiri atas kaum bangsawan Melayu, sebagian besar raja-raja Simalungun, beberapa kepala suku Karo dan kebanyakan tokoh masyarakat Tionghoa. Bumiputera Melayu dengan kekuasaan Islam-nya beserta Simalungun dan Karo merasa terancam dengan berdirinya negara baru, yang akan mendudukkan mereka sebagai bawahan dari Republik Indonesia Yogya. Dalam banyak buku sejarah disebutkan Republik Indonesia Serikat merupakan gabungan dari berbagai negara-negara independen di Nusantara saat itu. Meski demikian, negara-negara itu disebut sebagai negara boneka yang dibentuk oleh Belanda.[3]

Sumatera Timur
Negara bagian RIS
1947–1950
Flag of NST
Panji daerah
Coat of arms of NST
Coat of arms

Ibu kotaMedan
Sejarah
Pemerintahan
 • JenisNegara bagian
Wali Negara 
• 1947-1950
Tengku Mansoer[1]
LegislaturDewan Perwakilan Sementara Negara Sumatra Timur
Sejarah 
• Didirikan
25 Desember 1947
• Dibubarkan
15 Agustus 1950
Didahului oleh
Digantikan oleh
Republik Indonesia
Sumatera Utara
Demonstrasi pendukung NST selama kunjungan Wali Negara Sumatra Timur ke Pematangsiantar

Bergabungnya tiga komunitas bumiputera itu diikat oleh kesamaan nasib, yakni sama-sama korban penyerangan dan pembantaian yang dilakukan oleh faksi komunis dan republik pada 1946. Dalam keadaan diserang dan dibantai, kedatangan Belanda dan Inggris di Sumatra pun disambut dengan tangan terbuka. Dan ini menjadikan apa yang disebut aksi agresi militer Belanda sejatinya merupakan aksi penyelamatan penduduk yang selama itu disekap oleh republik Yogya. Dengan kekuatan tambahan ini maka persekutuan anti-republik menguat dan berdirilah NST sebagai negara baru yang di dalamnya terhimpun sisa-sisa daulah atau kesultanan Islam yang masih selamat. Meski demikian ada pula rakyat yang menentang berdirinya NST dan melakukan perlawanan militer terhadap Belanda, namun bukan bumiputera.

Sumatra Timur adalah negara yang kaya akan minyak dan perkebunan. Kekayaannya ini menjadi incaran banyak pihak, termasuk Republik Indonesia dan Belanda. Karena itu, selain diikat oleh kesamaan nasib, tegaknya Negara Sumatra Timur juga dipicu oleh keinginan mempertahnkan harta kekayaannya dari incaran pihak-pihak luar. Negara ini dipimpin oleh wali negara atau presiden bernama Dr. Tengku Mansoer dari Kesultanan Asahan, yang juga ketua organisasi Persatuan Sumatra Timur.[4] Adapun wakil wali negara atau wakil presiden adalah Raja Kaliamsyah Sinaga dari Kerajaan Tanah Jawa Simalungun. Sementara panglima angkatan bersenjatanya, Barisan Pengawal (BP), adalah Kolonel Djomat Poerba dari Kerajaan Purba Simalungun.

Sumatra Timur kemudian bergabung dengan negara baru Republik Indonesia Serikat melalui Konferensi Meja Bundar (KBM). Dalam perundingan tersebut Sumatra Timur tergabung dalam BFO atau Badan Permusyawaratan Federal yang kala itu dipimpin oleh Sultan Hamid II dari Kalimantan Barat.

Akan tetapi, ketika telah bergabung dengan serikat, pada tanggal 3-5 Mei 1950 diadakan perundingan antara perdana menteri RIS M. Hatta dengan Wali Negara/Presiden NST Dr. Tengku Mansoer (juga dengan Presiden Negara Indonesia Timur Soekawati) yang menyetujui pembentukan negara kesatuan. Tapi pada tanggal 13 Mei 1950 Dewan Perwakilan Rakyat Sumatra Timur menentang keputusan tersebut. Meski demikian Dewan Sumatra Timur masih bersedia menerima pembubaran RIS dengan syarat NST dileburkan ke dalam RIS, bukan RI. Pada tanggal 15 Agustus 1950, terbentuklah Negara Kesatuan Republik Indonesia dan NST bubar.[5][6] Wilayah yang dicakup oleh negara bagian ini meliputi Kabupaten Langkat, Deli Serdang, Serdang Bedagai, Karo, Simalungan, Batubara, dan Asahan.[7]

Referensi

  1. ^ "Indonesian States 1946-1950". 
  2. ^ T.W.H. 2006, hlm. 58.
  3. ^ Dhani, Arman (18 Agustus 2016). "Umur Pendek Negara Jawa Timur". Tirto.id. Diakses tanggal 22 September 2019. 
  4. ^ The Malays, Anthony Milner, Oxford, Blackwell, 2008, hal.172, ISBN 978-0-631-17222-2
  5. ^ Nationalism and Revolution in Indonesia, George McTurnan Kahin, Cornell University Press, 2003 (cetak pertama 1952), hal.352-355, ISBN 0-87727-734-6
  6. ^ Proses Perubahan Negara Republik Indonesia Serikat Menjadi Negara Kesatuan Republik Indonesia, Haryono Rinardi, Jurusan Sejarah UNDIP [1]
  7. ^ Nailufar, Nibras Nada, ed. (2021-06-16). "Negara Sumatera Timur (RIS)". Kompas.com. Diakses tanggal 2022-08-24. 

Daftar pustaka